Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Prabowo Subianto terpilih kembali sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) periode 2025-2030. Keputusan tersebut diambil melalui hasil Kongres Luar Biasa ke-VII Partai Gerindra yang digelar di Padepokan Garuda Yaksa, Hambalang, Bogor, Jawa Barat, pada Kamis, 13 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasil kongres tersebut tak hanya menjadikan Prabowo kembali menjabat Ketum Gerindra, tetapu juga menetapkannya sebagai dewan pembina Gerindra. Berikut sejarah berdirinya Gerindra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Awal Mula Berdirinya Gerindra
Ide pembentukan Gerindra muncul dari tokoh politik Fadli Zon dan Hashim Djojohadikusumo sekaligus adik Prabowo. Partai ini dideklarasikan menjelang Pemilu 2009, tepatnya 6 Februari 2008. Lahir sembilan tahun pascareformasi, Fadli Zon dan Hashim Djojohadikusumo menilai bahwa sistem demokrasi di Indonesia dalam pelaksanaannya telah diselewengkan oleh para elite politik dan penguasa untuk kepentingan golongan dan individu tertentu.
Kebetulan saat itu, Hashim sedang terlibat dalam kasus hukum saat ia diduga terlibat dalam pemalsuan benda-benda purbakala dari Museum Radya Pustaka, Solo, Jawa Tengah. Fadli menganggap kejadian tersebut adalah kejadian yang tidak bisa dibiarkan dan bisa menimpa banyak masyarakat yang tidak bersalah.
Menurut mereka, rakyat tidak menikmati manfaat penuh dari sistem demokrasi dan justru menjauhkan rakyat dari kesejahteraan. Demokrasi dianggap terus berjalan, tetapi tidak mengacu pada landasan upaya untuk mensejahterakan rakyat. Berpegang pada landasan berpikir tersebut, Fadli dan Hashim kemudian berdiskusi dengan Prabowo yang saat itu masih menjabat sebagai anggota Dewan Penasihat Partai Golkar.
Meski kesibukan Prabowo sempat menjadi penghalang, tetapi pada akhirnya mereka sepakat untuk membentuk partai dengan visi yang jelas, yaitu memperjuangkan kesejahteraan rakyat. Kemudian, pada Desember 2007, Fadli Zon mengumpulkan beberapa politisi di kantor Institute for Policy Studies miliknya. Mereka diundang untuk merumuskan konsep partai baru. Beberapa tokoh yang hadir di antaranya Ahmad Muzani, M. Asrian Mirza, Amran Nasution, Halida Hatta, Tanya Alwi, dan Haris Bobihoe.
Di tengah diskusi, Hashim mengusulkan nama "Gerindra" sebagai identitas partai. Nama ini muncul dari keinginan untuk membangun partai dengan karakter nasionalis dan berpihak pada rakyat. Namun, dalam pembahasan AD/ART partai, Fadli sempat ambruk ke rumah sakit dan dirawat selama dua minggu.
Dilansir dari laman resmi Gerindra, saat itu Fadli tidak tahu lagi bagaimana kelanjutan partai baru ini. Bahkan dia merasa pesimistis bahwa gagasan pembentukan partai baru itu akan terus berlanjut. Namun di luar dugaan, ketika Hashim datang menjenguk di rumah sakit, Hashim tetap antusias pada gagasan awal untuk mendirikan partai politik. Akhirnya, pembentukan partai pun terus dilakukan secara maraton.
Seiring berjalannya diskusi nama dan AD/ART yang sudah terbentuk, Prabowo Subianto kemudian mengusulkan lambang kepala burung Garuda sebagai simbol partai. Padahal, berdasarkan survei yang sebelumnya dilakukan Fadli Zon, mayoritas responden lebih memilih lambang harimau.
Akhirnya, pada 6 Februari 2008, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) resmi dideklarasikan dengan visi, misi, dan manifestonya untuk mewujudkan tatanan masyarakat dan pemerintahan yang demokratis, kerakyatan dan sejahtera.
Partai Gerindra kemudian berhasil menjadi partai politik yang resmi terdaftar di KPU. Sehingga pada Pemilu 2009, Partai Gerindra memperoleh suara sebanyak 4.646.406 atau 4,46 persen dan mendapat jatah 26 kursi di DPR. Kemudian pada 2014 Gerindra mendapat 73 kursi dan pada 2019 bertambah menjadi 78 kursi di parlemen. Terakhir pada Pemilu 2024, Gerindra memperoleh 86 kursi di parlemen.
Rizki Dewi Ayu berkontribusi dalam penulisan artikel ini.