GERAK Fretilin semakin terdesak. Di medan Timor Timur, konon, pengikutnya tinggal sekitar 700 orang. Diforum internasional, kampanye diplomasinya semakin dipersempit. Apalagi setelah Ramos Horta, wakilnya di PBB, tidak lagi mendapatkan visa diplomatik dari pemerintah Amerika Serikat. Ramos Horta bulan lalu berkunjung ke Australia untuk menghadiri Konperensi Partai Buruh Australia. Menjelang sidang umum PBB Oktober nanti, wakil Fretilin itu, yang selama ini mendapat kesempatan memberikan pendapat di PBB, dua minggu lalu meminta visa diplomatik lewat Konsulat AS di Sydney. Walau memegang paspor diplomatik dari pemerintah pro-komunis Mozambik, Horta tetap tidak berhasil mendapatkan visa diplomatik. "Pemerintah AS menyangka ia angota perwakilan Mozambik di PBB," kata seorang pejabat Kernenterian Luar Negeri AS kepada TEMPO. "Setelah kami cek, ternyata ia tidak terdaftar." Kalaupun bisa masuk AS, agaknya akan sulit bagi Horta untuk bisa mendapat kesempatan bersuara dalam sidang umum PBB nanti, bila masalah Timor Timur diperdebatkan. Agaknya, didengar atau tidaknya suara Horta di PBB nanti sangat tergantung pada misi Sekjen PBB Javier Perez de Cuellar, yang berkunjung ke Portugal minggu lalu. Dalam kunjungan tiga hari itu, de Cuellar mengadakan pembicaraan dengan pemerintah Lisabon mengenai masalah Timor Timur itu. Meskipun belum ada kontak langsung Jakarta-Lisabon sejak hubungan diplomatik dibekukan 1976 - setahun setelah Portugal angkat kaki dari Timor Timur - hubungan tidak langsung di PBB dirintis sejak 1983. Sekjen PBB de Cuellar, setelah menghubungi berbagai pihak yang berkepentingan dengan masalah Timor Timur, akan menyampaikan masalah itu dalam sidang umum PBB Oktober nanti. Bagi Indonesia, pembicaraan masalah Timor Timur di forum internasional dianggap cukup "menguntungkan". "Tekanan perhatian pihak luar terhadap masalah ini telah bergeser, dari persoalan integrasi wilayah itu ke dalam Indonesia menjadi masalah hak asasi manusia," kata Mochtar, Jumat minggu lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini