INILAH korban birokrasi. Atau setidaknya, korban salah memahami kebijaksanaan. Ada 140 siswa kelas II dan III SPG dan SGO Yayasan Pendidikan Utama (YPU) di Binjai, 22 km dari Medan, dianggap siswa tidak sah. Itu berarti mereka tak diizinkan mengikuti ujian akhir, atau istilahnya sekarang Ebtanas. Siapa lagi yang bisa melakukan pelarangan itu kecuali Kepala Kanwil Departemen P & K Sumatera Utara, Soegijo. Dan itu dinyatakan pada 18 Agustus lalu. Tentu, kini para siswa resah. Awalnya adalah keluhan di sana-sini bahwa lulusan SPG banyak yang menganggur. Salah satu sebabnya adalah demikian banyaknya sekolah calon guru SD dan TK di seluruh Indonesia. Kemudian, dalam pertemuan antara para kepala bidang pendidikan guru se-Jawa dan Bali,Juni lalu, disepakati, SPG-SPG agar membatasi jumlah siswa barunya (TEMPO, 19 Juli). Dan Kanwillah yang punya wewenang melaksanakan itu. Pihak Kanwil Departemen P & K Sumatera Utara, rupanya, cepat tanggap. Salah satu keputusan pembatasan yang kemudian jadi masalah, ya, mengenai SPG dan SGO YPU itu -- di Sumatera Utara pembatasan itu kemudian berkembang mengenai sekolah guru olah raga pula. Sebabnya, pihak YPU seolah tak mau tahu dengan keputusan kepala kanwilnya. Tahun ini 80 siswa baru masuk SPG YPU dan 72 masuk SGO. Ini bukan soal nekat atau sekadar melawan kebijaksanaan Kanwil. Landas Purba, Kepala SGO YPU, tampaknya bisa mempertanggungjawabkan kebijaksanaan sekolahnya itu. Kran penerimaan murid baru sengaja dibuka lebar-lebar, kata Landas, mengingat masih dibutuhkannya tenaga guru baru pada 83 buah SD negeri di Binjai -- termasuk guru olah raga. Malah, tambah Purba yang beristrikan Ketua YPU itu, masih banyak kekurangan guru taman kanak-kanak. Sementara siswa SPG yang dinyatakan tak sah itu memang dari jurusan guru TK. Dan, dari 77 SPG di Sumatera Utara hanya ada dua yang membuka jurusan TK -- termasuk SPG milik YPU. Dengan demikian, cukup beralasan bila YPU menerima siswa berlebih. Lain daripada itu, kebijaksanaan yayasan itu sebenarnya sepenuhnya didukung oleh DPRD tingkat II dan Departemen P & K Kodya Binjai. Soalnya, data di Dinas P & K Binjai menunjukkan, hingga 1986, daerah ini masih kekurangan 29 guru olah raga untuk SD negeri. Kemudian, meski ada kelebihan 33 orang tenaga guru SD, tiap tahun rata-rata dibutuhkan 30 orang tenaga guru baru. Meski, diseluruh Sumatera Utara 11.000 lulusan SPG menganggur. Berdiri pada 1976, YPU kini memiliki TK, SD, SMP, SMA, SPG, dan SGO. Ada 80 guru dan lebih dari 2.000 murid. Dan dalam lima tahun terakhir ini YPU sudah meluluskan 400-an siswa dari SPG dan 300-an dari SGO. Pihak Kanwil tetap menghendaki agar siswa-siswa yang dinilainya tidak sah itu pindah ke SMTA yang lain. "Ada jatah tertentu," kata Soegijo. "Siswa yang tidak sah itu di luar tanggung jawab saya." Hasan Walinono, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen P dan K pada dasarnya mendukung sikap yang diambil Soegijo. Yang ia sesalkan, jika tindakan yang diambil sampai merugikan siswa. Asalkan memenuhi syarat, "Saya kira mereka boleh ikut Ebtanas," katanya kepada TEMPO. Syarat dimaksud, si siswa telah mengikuti pelajaran, dan persyaratan lain yang berlaku bagi calon peserta Ebtanas. Soalnya kini terpulang kepada Kepala Kanwil, "Agar meninjau kembali keputusan itu," kata Landas Purba, Kepala SGO itu. Mungkin Kepala Kanwil lupa mempertimbangkan ini: tak semua calon guru itu memang ingin jadi guru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini