Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie, merespons isu orang tua yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil atau PNS dipukul rata mendapatkan kelompok Uang Kuliah Tunggal (UKT) tertinggi. Padahal, PNS memiliki banyak golongan yang mempengaruhi upah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tjitjik menilai, pandangan itu keliru. Perguruan Tinggi, kata Tjitjik, memiliki kriteria untuk menentukan UKT calon mahasiswa baru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Menurut saya tidak seperti itu. Itu persepsi masyarakat,” kata Tjitjik di Gedung D, Kemendikbudristek, Jakarta, Senin 13 Mei 2024.
Tjitjik menjelaskan, calon mahasiswa baru sebelum melakukan daftar ulang perguruan tinggi, harus menyerahkan sejumlah data. Data itu yang digunakan untuk menentukan nominal kelompok UKT.
Beberapa data itu seperti surat penghasilan orang tua, jumlah tanggung jawab keluarga, foto rumah, surat tagihan air, hingga tagihan listrik. Dari data itu, kampus akan menentukan UKT berdasarkan kemampuan ekonomi orang tua. "Disesuaikan dengan upah orang tua," kata Tjitjik.
Tjitjik mencontohkan pengalaman pribadinya sebagai dosen berstatus PNS. Anak Tjitjik dinyatakan lolos jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Tes, program studi kedokteran. Saat daftar ulang, anak Tjitjik mendapatkan kelompok 4 UKT sebesar Rp15 juta.
“Pada saat itu BKT-nya adalah Rp26 juta. Anak saya 15 juta. Karena saya tahu. Saya dosen. Belum guru besar. Gajinya paling total Rp10 juta,” kata Tjitjik.
Lagi pula, ia menilai, calon mahasiswa baru yang keberatan terhadap penentuan UKT bisa meminta peninjauan kembali. Hal itu sudah diatur dalam pasal 14 permendikbud nomor 2 tahun 2024. “Sehingga perguruan tinggi bisa merevisi,” kata Tjitjik.