Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 50 peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi dan Intensif di Universitas Padjajaran ikut terdampak imbas dibekukannya kegiatan residen di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung, Jawa Barat. Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Unpad Zahrotur Rusyda Hinduan mengatakan puluhan mahasiswa itu harus menghentikan praktiknya selama satu bulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ia mengatakan pihak kampus berharap para calon dokter spesialis itu dapat memanfaatkan kekosongan itu untuk merenungkan diri. “Bisa jadi ini ada hal yang membuat mereka itu juga harus refleksi diri gitu. Kok bisa temannya melakukan (kekerasan seksual) dan lain sebagainya,” tutur Rusyda kepada Tempo lewat sambungan telepon, Jumat, 11 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Di sisi lain, Fakultas Kedokteran Unpad juga akan tetap memberikan layanan pendidikan berupa pembelajaran online yang sifatnya kognitif. Rusyda menyebut pihaknya tidak memiliki waktu yang cukup untuk memindahkan peserta didik ke ke jejaring rumah sakit PPDS Undip yang lain. “Kalau ada yang dipindah, mungkin sedikit ya karena kan ini mendadak,” katanya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan Kementerian Kesehatan membekukan sementara PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif di lingkungan RSHS. Ini dilakukan untuk mengevaluasi pelaksanaan dan pengawasan kegiatan residen di rumah sakit tersebut.
Keputusan tersebut diambil setelah adanya laporan kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh Priguna Anugerah Pratama. “Kami menghentikannya selama satu bulan untuk konsolidasi dan perbaikan pengawasan dengan lebih optimal,” ujar Dante saat ditemui di Puskesmas Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Kamis, 10 April 2025.
Priguna merupakan mahasiswa tahun kedua di Fakultas Undip dengan spesiliasi anestesi. Dokter residen yang tengah praktik di RSHS itu diduga memperkosa salah satu keluarga pasien pada 18 Maret 2025. Modus yang digunakan ialah dengan meminta korban melakukan transfusi darah untuk keperluan medis sang ayah. Ia kemudian menyuntikkan cairan bius melalui infus setelah menusukkan jarum ke tangan korban sebanyak 15 kali. Saat dilecehkan, korban berada dalam kondisi tidak sadarkan diri.