Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KPK meyakini politikus Partai Amanat Nasional itu menerima Rp 2,65 miliar dan US$ 22 ribu dari pelaksana tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Arfak, Natan Pasomba.
“SKM (Sukiman) diduga menerima hadiah atau janji terkait dengan pengurusan dana perimbangan daerah untuk Kabupaten Arfak,” ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di kantornya, Kamis pekan lalu.
Menurut Saut, duit yang diterima Sukiman merupakan fee 9 persen dari total anggaran yang diperoleh pemerintah Pegunungan Arfak. Duit itu diberikan antara Juli 2017 dan April 2018 melalui beberapa perantara. Dari pengaturan itu, Kabupaten Arfak mendapat dana alokasi khusus senilai Rp 49,9 miliar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2017 serta Rp 79,9 miliar pada APBN 2018.
Saut mengatakan kasus ini bermula dari pengajuan permohonan dana alokasi khusus oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Arfak dalam APBN-P 2017 dan APBN 2018 ke Kementerian Keuangan. Saat pengajuan itu, Natan Pasomba, juga berstatus sebagai tersangka, bersama sejumlah pengusaha bertemu dengan pegawai Kementerian Keuangan. Staf Kementerian Keuangan lalu meminta bantuan Sukiman untuk memuluskan rencana itu.
Menurut Saut, penetapan Sukiman dan Natan sebagai tersangka merupakan pengembangan operasi tangkap tangan terhadap anggota DPR, Amin Santono; pegawai Kementerian Keuangan, Yaya -Purnomo; serta konsultan Eka Kamaluddin pada Mei 2018. Ketiganya telah divonis bersalah karena menerima suap terkait dengan pengurusan anggaran di sejumlah daerah.
Sukiman sebelumnya membantah terlibat kasus ini. “Saya tidak tahu soal itu,” katanya setelah diperiksa KPK pada November 2018. Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno prihatin terhadap status tersangka Sukiman. “Tapi kami tegaskan, PAN tak mentoleransi kader yang melakukan korupsi,” ujarnya.
Menggarong Duit Di Daerah
SUKIMAN menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2014-2019 ke-19 yang terjerat kasus korupsi. Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi, sebagian besar wakil rakyat itu terseret skandal yang terkait dengan alokasi dana untuk daerah.
Damayanti Wisnu Putranti (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan)
» Menerima suap Rp 8,1 miliar untuk memuluskan proyek pelebaran Jalan Tehoru-Laimu, Maluku.
» Vonis: 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta (2016)
Budi Supriyanto (Partai Golkar)
» Menerima suap Rp 4 miliar untuk memuluskan proyek pembangunan infrastruktur jalan di Maluku dan Maluku Utara.
» Vonis: 5 tahun penjara dan denda Rp 300 juta (2016)
Yudi Widiana Adia (Partai Keadilan Sejahtera)
» Menerima suap lebih dari Rp 11 miliar untuk pembangunan jalan dan jembatan di Maluku dan Maluku Utara.
» Vonis: 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta (2018)
Andi Taufan Tiro (Partai Amanat Nasional)
» Menerima suap Rp 7,4 miliar untuk pembangunan infrastruktur jalan di Maluku dan Maluku Utara.
» Vonis: 9 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar (2017)
I Putu Sudiartana (Partai Demokrat)
» Menerima suap Rp 500 juta untuk memuluskan proyek sarana dan prasarana penunjang di Provinsi Sumatera Barat.
» Vonis: 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta (2017)
Amin Santono (Partai Demokrat)
» Menerima suap Rp 3,3 miliar terkait dengan dana alokasi khusus di Kabupaten Lampung Tengah.
» Vonis: 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta (2019)
Eni Saragih Dituntut 8 Tahun Bui
JAKSA Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut bekas Wakil Ketua Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, Eni Maulani Saragih, hukuman delapan tahun penjara dalam perkara dugaan suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Riau-1. Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu pekan lalu, jaksa juga menuntut politikus Partai Golkar itu membayar denda Rp 300 juta serta uang pengganti Rp 10,35 miliar dan Sin$ 40 ribu serta dicabut hak politiknya lima tahun.
Jaksa Lie Setiyawan menyatakan Eni menerima suap Rp 4,75 miliar dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo agar membantu perusahaannya memenangi proyek tersebut. Eni juga dituding menerima Rp 5,6 miliar dan Sin$ 40 ribu dari empat pengusaha agar memfasilitasi pertemuan dengan pejabat sejumlah kementerian. Jaksa menolak Eni menjadi justice collaborator karena ia dianggap sebagai pelaku utama.
Eni menilai tuntutan tersebut terlalu berat. Dia mengaku sudah cukup terbuka terhadap kasusnya dan mengembalikan semua duit yang diterimanya. “Saya bukan pelaku utama,” katanya.
Calon Legislator Eks Koruptor Bertambah
PERKUMPULAN untuk Demokrasi dan Pemilu (Perludem) menemukan tambahan 14 calon legislator bekas koruptor. Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan jumlah ini hasil penelusuran lembaganya terhadap daftar calon legislator hingga 6 Februari lalu.
“Kami kumpulkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, ternyata ada tambahan 14 caleg mantan terpidana korupsi,” kata Titi, Kamis pekan lalu.
Akhir Januari lalu, Komisi Pemilihan Umum mengumumkan 49 calon legislator bekas narapidana kasus korupsi. Ketua KPU Arief Budiman mengatakan mereka terdaftar sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan kabupaten/kota serta Dewan Perwakilan Daerah. Dengan demikian, jumlah calon legislator eks koruptor yang berlaga dalam Pemilu 2019 menjadi 63 orang. Menurut Titi, dari 63 orang itu, 58 di antaranya laki-laki.
ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
Jokowi Batalkan Remisi Susrama
PRESIDEN Joko Widodo menandatangani revisi pemberian remisi terhadap Nyoman Susrama, terpidana kasus pembunuhan jurnalis -Radar Bali, A.A. Prabangsa. “Sudah saya tanda tangani,” ujar Presiden di Surabaya, Sabtu pekan lalu.
Sehari sebelumnya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyerahkan petisi daring (online) pencabutan remisi Nyoman Susrama kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sri Puguh Budi Utami. Petisi penolakan di situs Change.org mendapat lebih dari 45 ribu tanda tangan.
Susrama divonis hukuman seumur hidup pada 2010 karena dituding sebagai otak pembunuhan Prabangsa, yang menyoroti dugaan korupsi di Dinas Pendidikan Kabupaten Bangli. “Kami senang atas perkembangan ini dan berharap ini bisa menjadi momentum untuk menyelesaikan kasus pembunuhan jurnalis lainnya,” kata Ketua Umum AJI Indonesia -Abdul Manan.
Revisi Undang-Undang TNI Ditolak
SEJUMLAH lembaga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Sektor Keamanan menolak revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional- Indonesia. Direktur Imparsial Al Araf menilai revisi berpotensi memperluas pos jabatan sipil yang bisa diisi militer. “Kalau militer ke luar barak, seperti menduduki jabatan sipil, itu menjadi sesuatu yang ditolak,” kata Al Araf dalam jumpa pers, Rabu pekan lalu.
Rencana revisi terkait dengan keinginan pemerintah memperluas jabatan bagi perwira tinggi TNI yang berstatus tanpa jabatan (non-job). Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati mengingatkan Presiden Joko Widodo agar tak mengembalikan dwifungsi tentara untuk kepentingan elektoral.
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor- Jenderal Sisriadi membantah anggapan bahwa perluasan jabatan sipil merupakan pengembalian dwifungsi. “Kami akan selektif menerima permintaan kementerian,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo