Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sudah miskin, diperas pula

Ada buruh anak yang bekerja 20 jam sehari dengan upah semau pemakai. tindakan pemerintah dan spsi tidak jelas.

11 September 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski ikut dalam proses produksi, hak buruh anak tidak terlindungi. Pihak pabrik menganggap mereka tidak bekerja, tapi hanya ''membantu''. Belum lagi pelecehan seksual yang dialami buruh anak (perempuan) yang kerja lembur malam. Tahun lalu, misalnya, seorang buruh anak (perempuan) berusia 15 tahun yang bekerja di sebuah pabrik kayu dihamili mandornya. Kini anak itu sudah melahirkan, tapi tidak ada upaya penyelesaian yang tuntas. Peraturan yang melindungi mereka bukan tak ada. Peraturan Menaker Nomor 1/1987 menyebutkan, jam kerja buruh anak hanya 4 jam dan perlindungan terhadap mereka dijamin. Misalnya, mereka tidak boleh bekerja di tempat yang berisiko tinggi. Bila ketentuan ini dilanggar, dan kepergok oleh petugas Depnaker, pengusaha itu bisa dihukum penjara 3 bulan. Peraturan itu juga membolehkan anak usia 14 tahun bekerja, barangkali untuk melonggarkan UU Nomor 1/1951 yang menentukan umur 15 tahun. Bisa diduga, hal itu adalah untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan. Tapi, ketentuan itu justru merupakan salah satu di antara beberapa hal yang membuat pemerintah Amerika Serikat melancarkan mosi untuk mencabut GSP, yaitu keringanan pajak bea masuk ekspor komoditi Indonesia ke AS. Mosi pencabutan GSP yang dikaitkan dengan buruh anak mungkin tidak relevan. Sebab, seperti kata Dirjen Pembinaan dan Pengawasan Depnaker Payaman Simandjuntak, eksploatasi itu juga ada di AS, seperti di Brooklyn, atau di Haarlem. Para pengusaha senang mempekerjakan buruh anak karena mereka mudah diatur, gampang dibohongi, tak berani menuntut. Untuk merekrut mereka juga gampang. Sewa saja calo-calo untuk menjaring mereka di desa-desa. Para kepala desa pun dengan senang hati akan memberikan rekomendasi palsu bahwa si calon buruh anak sudah berusia 17 atau 18 tahun. Tentu saja anak-anak itu mau bekerja karena miskin. Tak ada data yang cukup akurat mengenai jumlah buruh anak ini. Yang jelas, ada eksploitasi dan itu terpampang di depan mata. Lantas bagaimana upaya SPSI melindungi mereka? Dalam seminar Masalah Pekerja Anak, Juli 1988, Ketua Umum DPP SPSI Imam Soedarwo menyatakan bahwa setiap tingkat organisasi SPSI telah membentuk bidang yang khusus mengurusi pekerja anak yang memerlukan perlindungan khusus. Pekerja anak, kata Sudarwo, harus mendapat kesempatan mengenyam pendidikan formal atau nonformal, ada waktu istirahat yang cukup, mendapat makanan yang bergizi. ''Dengan demikian, meskipun mereka bekerja, tetap mendapat kesempatan mengembangkan pribadinya,'' katanya waktu itu. Yang diidamkan memang demikian, tapi kenyataan di lapangan berbeda 180 derajat. Sampai sejauh ini, pembelaan dan perlindungan itu tinggal idaman belaka. Penderitaan anak-anak itu sebenarnya telah diungkapkan berkali-kali. Di sebuah pabrik tekstil di kawasan Glugur, Medan, misalnya, anak-anak diperbudak dari pukul 7 sampai 11 malam. Gajinya hanya Rp 15.000 per minggu. Sementara itu, di perairan timur Sumatera Utara ratusan anak-anak bekerja paksa di ratusan jermal penangkapan ikan di lepas pantai. Mereka bekerja 20 jam sehari dengan upah tak jelas. Tapi, perbaikan tetap saja tak turun. BSH, DS Irawanto, Iwan QH, Indrawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus