ATAS nama Sekjen PBB, saya mengucapkan terima kasih dan sekaligus penghargaan kepada Kontingen Indonesia,'' kata Letjen John Sanderson. Lalu, Panglima Militer Pemerintahan Sementara PBB di Kamboja (UNTAC) itu, yang bertindak sebagai inspektur upacara pada acara hari ulang tahun Batalion 303 Kostrad di Khompong Tom, Selasa pekan lalu, menyematkan medali perdamaian PBB pada panji kesatuan berlambang tengkorak tersebut. Itulah kado istimewa buat batalion bersemboyan Setia Sampai Mati di hari jadi mereka yang ke-44. Usai acara penyematan medali perdamaian, anggota Batalion 303, yang merupakan pasukan inti Kontingen Garuda XII D, menggelar atraksi khusus bagi tamu-tamu yang hadir. Ada demonstrasi meluncur dari pohon sambil menembak, ada pergelaran silat, dan ada tontonan mematahkan batangan besi dengan tangan kosong. Pergelaran ini juga diramaikan dengan atraksi sekitar 250 anak-anak Khmer, peragaan cara-cara menumpas huru-hara oleh kesatuan polisi Kamboja, dan parade tank dari kesatuan kavaleri setempat. Semua tamu, termasuk pejabat-pejabat Mabes ABRI yang dipimpin Wakil Asisten Operasi Kasum ABRI, Brigjen Cholid Ghozali, dan rombongan Komisi I DPR-RI yang dipimpin Wakil Ketua Komisi I, Aminullah Ibrahim, terkesan dengan semua peragaan yang ditampilkan. ''Pasukan Indonesia mempunyai standar mutu yang tinggi, dan semua kontingen mengakui keunggulan mereka, terutama dalam melakukan pendekatan terhadap rakyat Kamboja,'' kata Yasushi Akashi, Ketua Pemerintahan Sementara PBB di Kamboja. Keunggulan Kontingen Indonesia dibandingkan dengan pasukan perdamaian dari Polandia, Malaysia, Bangladesh, atau Ghana, dalam menjalankan tugas di Kamboja, menurut Kastaf UNTAC, Brigjen Tuswandi, adalah berkat konsep operasi teritorial yang mereka terapkan. Pembinaan teritorial yang dilakukan ABRI, tambahnya, menyentuh kebutuhan rakyat setempat secara langsung. Seperti membuat pasar, membangun sekolah, memperbaiki pagoda, merehabilitasi bangunan rumah sakit, sampai mengasuh anak-anak. Mula-mula, kata Tuswandi, konsep ini dicemoohkan kontingen lain. ''Tentara profesional kok senyum-senyum,'' tutur Tuswandi menirukan ledekan kontingen negara lain terhadap pasukan Indonesia. Namun, setelah terbukti cara yang dilakukan Kontingen Indonesia berhasil, kesatuan lain melakukan pendekatan serupa dan menggunakan istilah civic action. Dengan menerapkan konsep pembinaan teritorial, kata Letkol Asril Hamzah Tanjung, Komandan Pasukan Indonesia di Khompong Thom, kini banyak anggota ABRI yang pintar berbahasa Khmer. Sebaliknya, rakyat Khmer juga banyak yang mahir berbahasa Indonesia. Berkat keberhasilan pasukan Indonesia mendekati rakyat setempat, mereka tak pernah diganggu kesatuan Khmer Merah. Bahkan ketika pemerintah Kamboja mengimbau pasukan Khmer Merah untuk turun dari hutan, banyak di antara mereka memilih menyerahkan diri melalui Kontingen Indonesia, yang sudah mereka anggap sebagai saudara tua. Selama pekan lalu saja, misalnya, tak kurang dari 400 tentara Khmer Merah dari Divisi 616 dan 912 NADK berikut persenjataan mereka (meliputi AK-47, CKC, roket B62, dan roket DK 82) menyerahkan diri pada pasukan Indonesia. ''Kami memilih menyerahkan diri pada Kontingen Indonesia karena hubungan kami dengan mereka cukup baik,'' kata Komandan Divisi 616, Kolonel Siu Nen, kepada TEMPO. Siu Nen menambahkan, tentara Khmer Merah yang masih bertahan di hutan, kelak jika menyerah, juga akan memilih melalui kesatuan Indonesia. Sekarang ini, menurut perhitungannya, tinggal belasan jenderal yang bertahan di Pailin, dekat perbatasan Thailand, dan itu pun dengan persenjataan minim. Diperkirakan mereka itu cuma mampu bertahan sekitar satu tahun lagi. Maka, dalam kondisi ini, menurut Siu Nen, posisi tentara Indonesia amat penting. Bertolak dari kedekatan Kontingen Indonesia dengan penduduk Kamboja, kalangan yang bertikai, seperti CPAF, ANKI, KPLNF, dan Khmer Merah, khawatir bila Indonesia jadi meninggalkan Kamboja, November mendatang. Maka, beberapa pemimpin pemerintahan sementara Kamboja minta agar Indonesia terus berperan sepeninggal UNTAC. Bahkan Ketua Dewan Konstituante Kamboja, Son Sann, ketika menerima kunjungan Komisi I DPR-RI, terus terang mengatakan, ''Kami berharap agar Indonesia dapat membantu merekonstruksi negara kami,'' katanya. Kesanggupan untuk membantu itu, khususnya menyangkut pembenahan organisasi angkatan bersenjata Kamboja, telah disampaikan Brigjen Cholid Ghozali. ''Kami dapat menyumbangkan pemikiran untuk membantu melakukan restrukturisasi tubuh angkatan bersenjata Kamboja,'' katanya kepada Son Sann. Rencana Cholid, bila permintaan itu memang serius, yang akan disarankannya adalah agar angkatan bersenjata Kamboja membentuk semacam kodam, kodim, dan koramil di Indonesia. Kolonel Siu Nen tampak tertarik sekali dengan gagasan Brigjen Cholid Ghozali itu, dan yakin ide tersebut akan dijalankan pemerintah Kamboja. Maka, pagi-pagi ia sudah mengatakan bahwa Khmer Merah mengincar jabatan pangdam di Pailin, salah satu daerah strategis di Kamboja. ''Kami ini tetap tentara. Kami ingin pegang komando di Pailin,'' kata Siu Nen berterus terang. Semua itu tentu saja terpulang kepada pejabat-pejabat yang menentukan di Kamboja. Agus Basri (Khompong Thom)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini