MALAM Minggu 28 Oktober, ketua DM ITB Heri Akhmadi serta 6
mahasiswa Bandung lainnya "diambil" petuas Kejaksaan Tinggi
Jawa Barat dari rumah mereka. Dan langsung dibawa ke LP
Sukamiskin. Alasannya, menurut Sajidi Kepala Humas Jawa Barat:
pertama dianggap mengulangi perbuatan mereka sebelurn ditangkap,
kedua untuk kepentingan pengadilan.
Alasan kedua dianggap jelas. Waktu dibebaskan 18 Agustus lalu,
salah satu syaratnya ialah Rektor harus bersedia menghadapkan
mereka apabila diperlukan untuk pemeriksaan. Tapi alasan
pertama tidak jelas: perbuatan apa yang mereka ulangi?
"Saya sendiri masih bertanya-tanya. Mungkin karena menghadiri
Sarasehan di Atenas (Akademi Teknik Nasional) 25 Oktober lalu,"
kata Heri Akhmadi di LP Sukamiskin pada sumber TEMPO Sarasehan
yang dihadiri 11 wakil organisasi pemuda dan mahasiswa Bandung,
Bogor dan Jakarta itu dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda.
Pertemuan itu urung karena dibubarkan Laksusda Jawa Barat.
Heri Akhmadi kemudian juga hadir dalam peringatan Sumpah Pemuda
di ITB 28 Oktober lalu. "Dia memang masih Ketua Dewan, masa tak
boleh hadir,' kata Indra Jaya, Ketua Bidang Organisasi DM ITB.
Indra juga mengingatkan pesan Pangkopkamtib Sudomo bahwa
kegiatan di kampus menjadi tanggungjawab rektor. "Tapi mengapa
penahanan itu tanpa memberitahukan rektor?", tanyanya.
Bung Karno
"Saya memang tidak diberitahu sebelumnya. Baru Minggu sore
diberitahu lewat telepon," kata Ketua Rektorium ITB Soedjana
Sapi-i pekan lalu. Menurut penjelasan Kejati, para mahasiswa itu
diperlukan untuk menyelesaikan perkaranya. Jadi menurut
Soedjana, penahanan itu untuk proses menuju pengadilan, bukan
karena kegiatan mereka setelah dibebaskan.
Pekan lalu ke 7 mahasiswa yang ditahan di LP Sukamiskin -- di
mana Bung Karno pernah juga ditahan di jaman penjajahan dulu
--mengirim surat pada Kepala Kejati Jawa Barat A.F. Panoesoenan
Nasution. Mereka tidak dapat mengerti alasan penahanan yang
berbunyi oleh karena cukup alasan untuk menyangka orang tersebut
telah melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman pasal
134 yo 136 bis 137 (1) KUH Pidana yo UU No. 5/PNPS/1959 dan
pasal 207 dan 208 KUH Pidana. "Yang manakah di antara tindakan
kami sejak 18 Agustus sampai 28 oktober yang dikategorikan
kejahatan tindak pidana?", tanya mereka.
Para mahasiswa Bandung sendiri beberapa kali telah mengirim
utusan meminta penjelasan Kepala Kejati Jawa Barat tapi gagal.
Kejati meminta mereka mengajukan pertanyaan tertulis. Tapi yang
diinginkan mahasiswa rupanya dialog. "Tampaknya mereka tidak
hanya ingin menanyakan masalah tehnis yuridis, tapi melebar ke
politis. Kalau bidang politik kami tidak berkompeten," kata
Sajidi. Lagi pula penahanan para mahasiswa itu pun atas
instruksi Kejagung. Lalu mengapa mereka ditahan di Sukamiskin?
"Karena sudah tidak ada tempat di tahanan Kejati", katanya.
Menurut sumber TEMPO, ke 7 mahasiswa yang ditahan di Sukamiskin
itu tenang-tenang saja. "Susahnya, di sini kami tidak bisa
melihat jalan. Tidak seperti di tempat tahanan Kejati," cerita
Heri Akhmadi yang akhir bulan September lalu menjadi seorang
ayah dengan kelahiran anaknya yang pertama, Gempur.
Umumnya mereka menganggap penahanannya sebagai "risiko
perjuangan." Keluhan mengenai kondisi tahanan tidak ada, hanya
"di sini nasi banyak, tapi lauknya kurang." Tapi pekan lalu,
kiriman makanan, terutama makanan kaleng, tampak mulai mengalir
dari para mahasiswa Bandung.
Mungkin sekali dalam waktu dekat mereka akan mendapat tambahan
teman. Empat mahasiswa lain, antara lain Al Hilal dan M. Iqbal,
saat ini masih dicari Laksusda atas permintaan Kejati karena
sampai hari Kamis pekan lalu belum memenuhi panggilan untuk
menghadap Kejati. Sedangkan Rektorium, yang menyanggupi untuk
menghadapkan mereka sewaktu-waktu diperlukan, ternyata tidak
berhasil. "
"Tidak adanya kehendak memenuhi penggilan ini jelas membuktikan
ke 4 mahasiswa itu tidak konsekwen terhadap tekad mereka yang
meminta agar kasus mereka segera diselesaikan lewat pengadilan,"
kata Sajidi. Menurut dia, itu juga akan mempersulit perkara ke 7
rekannya karena masa penahanan mereka akan lebih lama lagi,
sebab keempat mahasiswa itu harus menjadi saksi. "Sampai di
manakah rasa solidaritas mereka?", tanya Sajidi.
"Yang melanggar konsesus bukan mahasiswa, tapi pihak Kejati",
kata Yusman SD pejabat ketua umum DM ITB. Alasannya: waktu
dibebaskan dulu, ada persetujuan kalau Kejati mau minta
keterangan mahasiswa, harus lewat Rektor. " Sekarang mahasiswa
ditangkap tanpa memberitahukan dulu Rektor ", sambungnya.
Menurut Yusman, ke 4 mahasiswa itu akan bersedia menyerahkan
diri asal secara hukum alasan penahanan mereka jelas dan ada
kepastian kapan mereka akan diadili. "Sebab kalau tidak, itu
berarti kesewenang-wenangan yang jelas bertentangan dengan
keinginan Menhankam Jenderal Yusuf", kata Yusman.
Penyidangan perkara mahasiswa di beberapa kota Indonesia,
Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Ujungpandang, Medan dan
Palembang tampaknya akan dilakukan serentak akhir bulan ini. Di
Jakarta, Sabtu lalu berkas perkara 9 mahasiswa antara lain
Lukman Hakim dan Bram Zakir diserahkan Kejaksaan Negeri Jakarta
Pusat pada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Soemadiono.
Para mahasiswa Jakarta, Bandung, dan Surabaya ternyata menunjuk
LBH Jakarta untuk membela mereka. Untuk itu LBH sudah
mempersiapkan tim pembela bekerjasama dengan Peradin (pusat dan
setempat) dan LKH (Lembaga Konsultasi Hukum) setempat. Tim
Jakarta akan dipimpin Yap Thiam Hien, tim Bandung, Buyung
Nasution dan Surabaya dipimpin Minang Warman. Surat kuasa dari
Mahasiswa Yogya yang ditahan masih ditunggu. Mungkin sekali
pengacara kawakan Suardi Tasrif yang akan memimpin tim pembela
mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini