KONGRES Bahasa Indonesia ke III yang berlangsung seminggu di
Jakarta telah ditutup Jum'at siang 3 Nopember pekan silam.
Acaranya padat, soal-soal sekecil-kecilnya pun dibicarakan. Yang
pantas dicatat inilah kongres bahasa pertama yang
mengikut-sertakan para sarjana ahli bahasa. Dalam Kongres
Bahasal di Sala 1938 dan II di Medan 1950, yang lebih menitik
beratkan "apa itu bahasa Indonesia", Indonesia belum punya
sarjana yang terdidik khusus di bidang bahasa.
Di bawah ini kutipan penting wawancara dengan Dr. Amran Halim,
49 tahun, ketua panitia Kongres Bahasa III yang jua Kepala
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Ketika Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) diumumkan, 1972,
momentumnya dimanfaatkan untuk pembinaan bahasa. Apakah momentum
kongres kali ini juga dimanfaatkan? Kongres ini memang telah
menaikkan momentum tahun 1972. Sehari setelah kongres ditutup,
dilangsungkan seminar sosio-linguistik di Jakarta. Pada waktu
yang hampir bersamaan juga ada musyawarah nasional Himpunan
Pembina Bahasa Indonesia. Dan selama kongres berlangsung, di
Tugu dilangsungkan penataran sastra untuk para dosen.
Pembakuan ejaan, 1972, merupakan kegiatan awal dari pembakuan
bahasa secara keseluruhan. Sesudah itu, apa tindak lanjutnya?
Proses pembakuan bahasa itu rumit. Maka kita mulai yang paling
mudah yaitu pembakuan ejaan. Pembakuan ejaan memang sudah
selesai tapi tidak berarti berhenti sapai di situ. Dalam setiap
kesempatan selalu dibicarakan, meskipun ejaan itu sendiri dalam
10 - 20 tahun mendatang tidak akan lagi mengalami perubahan.
Begitu pembakuan ejaan selesai, awal 1973 dikerjakan pembakuan
kosa kata -- yaitu perbendaharaan kata-kata baru. Hasilnya yang
pertama, 1976, ialah penyempurnaan Kamus Umum Bahasa Indonesia
susunan WJS Purwadarminta. Selain itu, akhir tahun 1980, akan
terbit Kamus Bahasa Indonesia lainnya yang lebih lengkap, dengan
sistematika agak berbeda. Naskahnya sudah selesai 75%. Dalam
kaitan ini juga akan dilakukan pembakuan lafal atau ucapan.
Pedoman Ucapan, sebentar lagi akan terbit.
Dalam hal ini kongres merasa perlu disusunnya pedoman lafal yang
baku bagi para penyiar televisi dan radio, di samping
menyinggung pula penggunaan bahasa Indonesia dalam film. Yang
sekarang sedang dilakukan juga peristilahan, termasuk merevisi
hasil-hasil Komisi Istilah yang terdahulu. Ini menyangkut banyak
bidang ilmu pengetahuan. Kebetulan pertengahan Nopember ini akan
dilangsungkan sidang ke 12 Majlis Bahasa Indonesia-Malaysia yang
inti pembicaraannya soal istilah pula. Akhir 1979, insya Allah,
sudah bisa diterbitkan Pedoman Tatabahasa.
Pembakuan tatabahasa adalah yang paling rumit, dikerjakan
bertahun-tahun. Karena itu yang diterbitkan pedomannya dulu,
bukan tatabahasa lengkap. Tentang tatabahasa, kongres
menyatakan- kaidah bahasa yang tercantum dalam buku tatabahasa
sekarang tidak lagi sepenuhnya mencerminkan kenyataan orang
berbahasa dewasa ini.
Masa peralihan dalam pengetrapan EYD adalah 5 tahun. Sekarang
sudah terlampaui. Bagaimana anda melihat pelaksanaannya? Kalau
masih ada kesalahan-kesalahan bagaimana?
Pada umumnya saya puas. Tapi harus diingat bahwa Pedoman EYD,
jangankan sampai ke desa-desa, bahkan tidak semua SD terjangkau.
Maka kami sedang mencetaknya lagi. Yang paling sulit merubah
dari ejaan lama justru orang dewasa, karena sudah terbiasa.
Kalau masih ada kesalahan, bisa dikoreksi dengan berbagai cara.
Misalnya menegur secara pribadi atau dibicarakan dalam
pertemuan-pertemuan dan diskusi bahasa.
Selain jalur pendidikan, selama ini pembinaan bahasa yang
langsung ditujukan kepada masyarakat memang baru lewat televisi
dan satu-dua koran. Kepada para anggota Himpunan Pembina Bahasa
Indonesia juga saya anjurkan untuk meningkatkan pembinaan,
misalnya dengan menulis di suratkabar. Dan mulai sekarang kami
sendiri akan langsung menulis surat koreksi itu kepada
lembaga-lembaga yang menggunakan bahasa secara salah. Kongres
pun menganggap perlu diadakannya penataran bahasa Indonesia
untuk pers, televisi dan radio, termasuk radio swasta.
Bagaimana dengan bahasa lisan?
Perkembangan bahasa lisan memperkaya bahasa Indonesia. Tapi
tidak perlu dibakukan, sebab adanya variasi itu kan tidak
mengganggu komunikasi. Selain itu tidak mungkin dibakukan, sebab
bahasa memang tidak seragam. Bahasa yang ba ku harus diterapkan,
tapi tidak usai menghilangkan gaya berbahasa Indonesia dari
masing-masing daerah. Yang perlu dicatat: kongres mengulangi
anjuran bekas Gubernur DKI Ali Sadikin agar iklan, papan nama
toko dan perusahaan yang tertulis dalam bahasa asing, segera
diindonesiakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini