JENDERAL Surojo Bimantoro salah melangkah. Kamis siang kemarin, seusai menghadiri rapat akhir Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Kepolisian di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, nyaris saja ia tersasar ke toilet perempuan. Untunglah stafnya sigap mengingatkan. Perhatian sang Kepala Kepolisian RI rupanya masih belum lepas dari alotnya persidangan. "Kenapa jadi bertele-tele begitu?" katanya mengeluh kepada Agun Gunandjar dan Setya Novanto, anggota DPR dari Golkar.
Dalam sidang yang semula cuma diagendakan sebagai ajang ketuk palu itu, Fraksi PDI Perjuangan tiba-tiba jadi rewel. Profesor J.E. Sahetapy, misalnya, tak henti mengajukan interupsi. Ia gencar menyoal bunyi pasal 30 ayat 2 yang memperpanjang usia pensiun perwira polisi, dari 55 tahun menurut ketentuan sebelumnya, menjadi 58 tahun. Tak cuma itu, guru besar hukum yang disegani ini bahkan menuding penguluran masa purnawira ini sekadar upaya untuk "mempertahankan orang yang sebenarnya sudah harus pensiun tapi masih berkeinginan menjabat." Meski ia tak menyebut nama, semua mafhum Bimantorolah yang lagi ia tunjuk.
Klausul ini memang kontroversial. Sekretaris Jenderal Indonesian Police Watch, Adnan Pandu Praja, misalnya, termasuk yang curiga bahwa di balik perubahan itu terpendam upaya Bimantoro untuk bertahan di kursinya. "Ada indikasi ke arah sana," katanya. Jika usia pensiun tak diulur, pada 3 November ini Bimantoro genap berumur 55 tahun dan pada tanggal itulah ia mesti menggantungkan seragam polisi. Hampir dapat dipastikan masa dinas aktifnya tak bakal diperpanjang Presiden Megawati.
Tarik urat langsung terjadi. Agun mati-matian menyangkal fraksinya bermain untuk kepentingan perseorangan. Ia minta supaya perdebatan dihentikan dan keputusan segera diambil. Giliran Panda Nababan dari PDIP angkat suara. Senada dengan Sahetapy, wartawan senior ini minta supaya draf itu tak disahkan dulu.
Namun, perlawanan Sahetapy dan Panda lalu kandas begitu saja. Mereka gigit jari karena, tanpa dinyana, Wakil Ketua Pansus dari PDIP, V.B. da Costa, malah menyatakan fraksinya bisa menerima rancangan itu. Tak ayal, palu langsung diketuk. Dan jika tak ada aral melintang, Rabu ini juga rapat paripurna DPR akan mengesahkannya.
Suara Banteng Bulat rupanya terbelah. Sebagian ingin mempertahankan usia pensiun 55 tahun, tapi sebagian lain ingin mengulurnya tiga tahun lebih lama. Yang masuk dalam kelompok pertama, selain Sahetapy dan Panda, adalah Dwi Ria Latifa, Permadi, dan R.K. Sembiring Meliala. Adapun Da Costa bersama antara lain Amin Arjoso dan Sidarto Danu-subroto memang termasuk dalam kelompok yang pro-58 tahun. Sayang, Sidarto tak bersedia menjelaskan alasan di balik sikapnya itu. "Tanya saja yang lain. No comment," kata pensiunan jenderal polisi ini.
Lebih dari sekadar pecahnya suara Fraksi PDIP, urusan ini rupanya telah memunculkan tarik-menarik yang alot di jalur Istana-Senayan-Trunojoyo (Markas Besar Polri). Sumber TEMPO di kepolisian mengungkapkan Bimantoro kian gencar "bergerilya" untuk mengegolkan pasal yang amat menentukan kelangsungan karirnya itu. Tiga pekan lalu, misalnya, ia dikabarkan membahas soal ini dengan sejumlah anggota Komisi I di sebuah hotel berbintang di kawasan Kuningan, Jakarta. Hadir antara lain Setya Novanto, anggota panitia khusus dari Golkar yang pernah terbelit skandal Bank Bali. Ketika dikonfirmasi ihwal pertemuan itu, Setya membantahnya, "Tidak benar ada pertemuan itu."
Adanya manuver itu, kata seorang anggota Fraksi PDIP, juga tampak jelas dari dikebutnya pembahasan undang-undang ini supaya bisa disahkan sebelum hari pensiun sang jenderal tiba. Sahetapy tanpa tedeng aling-aling bahkan menuding Bimantoro berada di balik pernyataan 12 kepala kepolisian daerah yang mendukungnya supaya tetap memegang tongkat komando. Sontak tuduhan itu disangkal Bimantoro. "Jangan khawatirlah. Saya akan tetap pensiun," katanya kepada TEMPO.
Di sisi lain, tokoh semacam Sahetapy pun tak surut langkah. "Kesimpulan fraksi itu jelas-jelas melanggar garis yang ditetapkan Ibu Mega," katanya. Mempertahankan batas usia pensiun 55 tahun adalah garis yang ia maksud. Kebijakan itu telah ditegaskan sang RI Satu pada Jumat, 12 Oktober lalu.
Siang itu secara mendadak Megawati memanggil semua anggota panitia khusus dari PDIP ke rumah dinasnya di Teuku Umar, Jakarta. Menurut seorang yang hadir di situ, Mega langsung turun tangan karena melihat gelagat pembelotan dari sebagian anggota fraksinya di Senayan. Dalam pertemuan itu, Mega kembali menegaskan kebijakannya. Regenerasi dan penyegaran pucuk pimpinan polisi tak bisa ditawar lagi. Jenderal Bimantoro akan pensiun untuk digantikan yang lebih muda. Pilihan Mega telah dijatuhkan pada se-orang jenderal yang berusia tiga tahun lebih muda dari Bimantoro. Kalaupun pasal pensiun tak bisa diubah lagi, itu tidak boleh sampai digunakan Bimantoro untuk bertahan di kursinya. Dengan nada gusar, Mega juga menyentil beberapa pendukung usia pensiun 58 tahun supaya tak termakan politik main uang. "Ibu Mega dengan tegas menjelaskan bahwa kita harus membersihkan polisi dari unsur status quo," kata Sahetapy.
Untuk itu, Mega lalu memerintahkan supaya pengesahan yang sedianya akan dilakukan pada Rabu ini diulur hingga masa persidangan berikutnya. Memasuki masa reses sejak Kamis ini, rapat baru akan kembali digelar per 20 November depan. Tujuannya jelas, yakni supaya Bimantoro pensiun dulu sebelum undang-undang baru diketuk. Mega rupanya berkepentingan mempertahankan batas umur 55 tahun untuk memuluskan proses pergantian. Sebab, jika tidak, jalan memberhentikan Bimantoro bakal penuh liku. Soalnya, Ketetapan MPR 7/2000 menyatakan setiap pemberhentian dan pengangkatan Kapolri hanya dapat dilakukan atas persetujuan dewan.
Instruksi itu jelas tak gampang dilaksanakan. Seperti terbukti Kamis kemarin, suara PDIP tak satu nada. Mayoritas suara di Senayan pun menginginkan supaya klausul pensiun 58 tahun itu digolkan pekan ini juga. Malah besar kemungkinan upaya mengulur jadwal pengesahan akan kandas di sidang paripurna.
Tapi Fraksi Banteng Bulat telah menyiapkan sejumlah jurus lain. Salah satunya adalah memagari peluang Bimantoro dengan menyisipkan klausul tambahan bahwa ketentuan usia pensiun 58 tahun itu baru akan diberlakukan pada 2004. Kalau ini tak berhasil juga, barulah jurus pamungkas akan dimainkan.
Caranya seperti yang dijelaskan Munir, Wakil Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia. Mega bisa menggunakan celah hukum pada ketentuan pengesahan sebuah undang-undang. Menurut amandemen kedua UUD 1945 pasal 20-A, presiden punya tenggang waktu selambat-lambatnya 30 hari untuk mengesahkan rancangan yang diajukan dewan. Artinya, Mega bisa menorehkan tanda tangannya setelah tanggal pensiun Bimantoro lewat.
Selain itu, Mega bisa menggunakan pasal 21. Katakanlah rancangan itu jadi disetujui dewan pada Rabu ini. Tapi, jika Mega bersikukuh menolak mengesahkannya, draf itu baru bisa diajukan lagi pada masa persidangan berikutnya. Itu artinya setelah 20 November, dua pekan sesudah Bimantoro mau tak mau mesti melepaskan tongkat komandonya.
Karaniya Dharmasaputra, Andari K. Anom, Edy Budiyarso, Leanika Tanjung
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini