Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENGAMANAN Istana Bogor mendadak diperketat, Kamis pagi dua pekan lalu. Padahal hari itu tak ada agenda kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau acara kenegaraan lain. Sejumlah polisi bersiaga di pintu masuk, menemani petugas Detasemen Polisi Militer III Siliwangi, yang memang saban hari berjaga di sana. Beberapa mobil patroli hilir-mudik mengelilingi kompleks Istana.
Di sejumlah titik perbatasan pintu masuk Kota Bogor digelar pula razia kendaraan. Satu per satu mobil disetop dan muatannya diperiksa. Pengetatan penjagaan ini dilakukan beberapa jam setelah tersebar informasi hilangnya dua dus berisi 250 batang dinamit di Desa Rengas Jajar, Cigudeg, Kabupaten Bogor.
Menurut Kepala Kepolisian Resor Kota Bogor Ajun Komisaris Besar Bahtiar Ujang Purnama, pengamanan itu merupakan upaya preventif. ”Meski terjadi jauh di Cigudeg, kami mengantisipasi penyalahgunaan dinamit itu, khusus di beberapa obyek vital,” katanya.
Seorang perwira polisi mengatakan, jika dinamit itu dipasangi detonator, daya ledaknya kuat. ”Beberapa batang bisa meratakan satu pasar,” ujarnya. Karena itu, Markas Besar Kepolisian RI menurunkan Detasemen Khusus 88 untuk melacak keberadaan bahan peledak tersebut.
Kepala Polres Kabupaten Bogor Ajun Komisaris Besar Asep Safrudin mengatakan, tanpa detonator, dinamit dengan jenis power gel itu tidak berbahaya. ”Walaupun dibakar, tidak akan meledak,” katanya. ”Hanya meleleh.”
Berbahaya tak berbahaya, toh kabar lenyapnya bahan peledak milik perusahaan tambang galian C, PT Batu Sarana Persada, itu sampai juga ke Istana. Juru bicara Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha, mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memantau perkembangan pencarian bahan berbahaya itu. ”Ini sesuatu yang serius,” ucapnya.
Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo mengatakan polisi masih terus mencari dinamit yang hilang tersebut. ”Kami sedang menelusuri rute yang dilewati truk pengangkut bahan peledak itu,” ujarnya.
Dari penelusuran polisi, 80 dus berisi dinamit diangkut truk Colt Diesel bernomor polisi T-8952-TF, yang dikendarai Edi Junaedi. Bersama satu truk lain dengan sopir Yudi Iskandar, yang mengangkut 24 dus dinamit, mereka berangkat dari gudang PT Multi Nitrotama Kimia, perusahaan distributor alat pertambangan di Subang, Jawa Barat, pada pukul 14.00, Rabu dua pekan lalu.
Dari Subang, kedua truk itu menuju gudang Multi Nitrotama yang lain di Marunda, Jakarta Utara. Kedua truk diketahui berhenti dua kali di sepanjang jalan raya Kalijati, Subang, untuk istirahat dan mengisi bahan bakar. ”Selanjutnya mereka masuk jalan tol Cikampek dan terus ke Tanjung Priok,” kata seorang penyidik polisi.
Tiba di Marunda pada sekitar pukul 20.00, sebanyak 24 dus dinamit diturunkan untuk dimasukkan ke kapal yang siap berangkat ke Surabaya. Selanjutnya bahan peledak itu akan dibawa ke Nusa Tenggara Timur.
Seusai bongkar-muat, truk yang dikemudikan Edi melanjutkan perjalanan ke Cigudeg. Sedangkan kendaraan yang dibawa Yudi berganti muatan dengan tiga dus detonator. Dua truk lain dengan sopir Suparman dan Eko Sudarto, yang mengangkut 30 ton ammonium nitrate, ikut dalam konvoi.
Dua anggota Brigade Mobil berpangkat brigadir satu, yaitu Kurniawan dan Sukardi, yang ditugasi mengawal, menumpang di truk yang dikemudikan Eko. ”Pada sekitar pukul 23.00, kami keluar dari kawasan pergudangan Marunda dan berjalan beriringan,” kata Suparman kepada Tempo.
Suparman mengatakan, sebelum berangkat, mereka mendapat arahan dari anggota Brimob yang melakukan pengawalan. Mereka diberi tahu bahwa muatan yang diangkut adalah bahan peledak yang berbahaya. ”Kami diminta tidak mengebut dan ugal-ugalan,” ucapnya.
Ada juga petunjuk, dalam perjalanan, setiap truk tidak boleh terpisah dari rombongan. Jika ada yang berhenti, kendaraan lain harus ikut berhenti. ”Ketika berangkat, tiap truk dicek kondisi dan muatannya,” ujar Suparman. Ia menambahkan, ”Saat itu, tidak ada masalah apa-apa.”
Selama dalam perjalanan malam itu, keempat truk tersebut selalu beriringan. Menurut Suparman, mereka sempat beberapa kali berhenti. Pertama di ruas jalan tol Pondok Indah, karena ban truk yang dikemudikannya gembos. ”Kami berhenti sekitar 20 menit, kemudian meneruskan perjalanan,” katanya.
Keluar dari pintu jalan tol Bumi Serpong Damai, kedua truk berhenti dan para sopir makan ketupat sayur di pinggir jalan selama 20 menit. Dua truk lain melanjutkan perjalanan pelan-pelan dan menunggu di wilayah Cisauk. ”Di sana kami bertemu dan kembali beriringan,” ujar Suparman.
Sekitar dua kilometer dari pintu jalan tol Bumi Serpong Damai, mereka mulai menemui jalan rusak parah. Tidak tersedia pula penerangan jalan, yang membuat jarak pandang sangat pendek. ”Sering kali kami mesti memperlambat kendaraan atau mengerem mendadak,” Suparman bercerita.
Menjelang perbatasan Cisauk menuju Parung Panjang, perjalanan mulai tersendat. Pengecoran jalan menyebabkan hanya tersedia satu ruas jalan yang bisa dilalui. ”Iring-iringan truk tertahan lama menunggu giliran,” katanya. Setiap kali berhenti memakan waktu 20-30 menit.
Raibnya dinamit diketahui ketika Kepala Teknik PT Batu Sarana Persada, Muhammad Darwis, mendapati sobekan di terpal truk yang dibawa Edi. Ketika menghitung ulang isi muatan, dia menemukan ada dua dus yang hilang dari total muatan 80 dus.
Sumber Tempo di kepolisian mengatakan lenyapnya dua dus dari truk yang dikendarai Edi kemungkinan besar terjadi di sepanjang jalan raya Cisauk hingga Parung Panjang. ”Ketika mereka berhenti menunggu giliran jalan itu, ada orang yang merobek terpal dan mengambil dua dus itu,” ujarnya.
Kamis pekan lalu, Tempo kembali menelusuri jalan yang dilewati empat truk pengangkut bahan berbahaya tersebut. Sepanjang jalan yang disebutkan Suparman tadi memang dalam keadaan rusak.
Sutrisno, warga Cisauk, mengungkapkan perbaikan jalan yang dilakukan pada malam hari memang membuat terjadinya antrean sepanjang dua kilometer. Semula hanya satu ruas yang bisa dilalui. ”Namun, dua hari belakangan, polisi minta dua jalur itu dibuka,” katanya.
Pria yang sehari-hari bekerja sebagai sopir truk galian C ini mengatakan di sepanjang jalan yang rusak itu beberapa kali terjadi kejahatan. Namun yang dicuri biasanya ban serep dan tabung gas. Pelakunya pencuri biasa dan bukan bajing loncat. ”Dinamit itu mungkin juga dijarah mereka,” ujar Sutrisno. ”Kalau bajing loncat, bukan hanya dua dus diambil.”
Sumber tadi mengatakan pencurian juga disebabkan oleh prosedur pengamanan yang diabaikan PT Tamboraputra Dirgantara. Menurut dia, bahan peledak itu tidak semestinya diangkut dengan truk yang hanya ditutupi terpal. ”Harus dengan truk memakai bak tertutup baja,” katanya. Tiap truk seharusnya dikawal dua polisi.
Jenderal Timur Pradopo membenarkan kurangnya tenaga pengamanan yang dipakai perusahaan jasa pengangkutan. ”Menurut laporan, empat kendaraan itu cuma diamankan dua orang,” ucapnya.
Agus Nursiwan, Direktur Tamboraputra, memastikan perusahaannya memiliki izin menjalankan usaha pengangkutan bahan peledak. Namun dia tidak menjawab soal pelanggaran prosedur pengamanan yang dilakukan karyawannya. ”Maaf, saya sedang diperiksa,” katanya Kamis pekan lalu.
Setri Yasra, Rusman Paraqbueq (Jakarta), Sidik Permana (Bogor)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo