Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Teror kades

Sekitar 151 kepala keluarga transmigran di musirawas,sum-sel,menyelamatkan diri ke ladang karena di teror kepala desanya suparto sahlan. karena diduga menggelapkan uang. suparto akan diadili.

28 Juli 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KOTABARU menjadi dusun mati. Sekitar 151 dari 466 kepala keluarga (kk) transmigran di Kabupaten Musirawas, Sumatera Selatan, itu menyingkir ke ladang. Anak-istri mereka terpaksa bolak-balik 10 km membawa bekal dari desa. Apa pasal? Serentetan teror dari Kades Kotabaru, Suparto Sahlan, dalam dua pekan terakhir membuat resah panduduk. Bahkan Haji Rasip Singgit, 48 tahun -- yang memulai kisah ini -- sampai minggat ke Lahat, sejauh 250 km dari Kotabaru, bersama dua penduduk lainnya. Seraya membawa surat yang diteken 202 kk, Rasip membongkar borok Suparto kepada Bupati Musirawas, Nang Ali Solihin, 10 Juli lalu. Suparto dilaporkan telah menjual 10 rumah transmigran yang kosong dengan harga Rp 125 ribu per rumah. Pupuk KUD juga dilegonya Rp 430 ribu. Dan duitnya dimakannya sendiri. Selain itu, ia juga menyedot Rp 1.500 per kk dengan dalih membeli beberapa petromaks yang hanya mimpi. Untuk 17 Agustusan tahun lalu, ia juga mengail Rp 2.500 per kk -- walau tanpa kegiatan apa pun. Belum lagi dosanya mengalihkan 15 ha lahan transmigran pada CV Saudara dengan imbalan Rp 300 ribu. Gerakan Rasip, Ketua LKMD itu, rupanya bocor ke telinga Suparto. Tak ayal lagi, ia segera memanggil Muhidin dan Mustam ke kantor Kades. Kedua orang ini entah kenapa nekat mengakui merekalah yang bertugas mengumpulkan tanda tangan penduduk untuk memperkuat laporan ke Bupati itu. Mendengar itu, kades bekas preman di Surabaya ini kontan menempeleng Muhidin dan Mustam. Untung, Mustam sempat lari. Sebaliknya, Muhidin dikurungnya semalam di pos hansip. Karena penasaran, esoknya Suparto memanggil semua penduduk ke kantornya. "Main pernyataan itu ulah PKI," gertaknya. Ia minta agar pengaduan ke Nang Ali segera dicabut. Tapi A. Sikin, seorang di antaranya, mengajak penduduk tetap setia pada Rasip, hingga ajakan Suparto gagal. Serta-merta Suparto berang, lantas memukul kepala Sikin berkali-kali dengan pentungan. Sikin kemudian dijebloskannya ke pos hansip, menemani Muhidin. Setelah dilepaskan dari "rutan" ala Kotabaru itu, barulah Sikin mengobati luka-luka di kepalanya ke puskesmas terdekat. Aksi teror kades tersebut segera tersiar hingga rakyat dicekam ketakutan. Maklum, selain bertubuh tegap, Suparto juga terkenal punya ilmu batin. Dengan mik sandang ia malah keliling desa dan berseru agar pengaduan itu dicabut. Nah, hari itu juga ke-151 kk itu pun kontan minggat. Ditemui TEMPO 19 Juli lalu di Kotabaru, Suparto blak-blakan mengakui semua pengakuan warganya. "Tapi duit itu saya gunakan untuk kepentingan kantor," katanya kepada TEMPO. "Saya kan bukan pegawai negeri, mana ada gaji," alasan lulusan STM Wonosobo itu. Tapi Rasip menganggap Suparto berbohong. "Jika untuk kepentingan kantor, pasti istri saya tahu," kata Rasip, ayah 10 anak itu. Maklum, istri Rasip bertugas sebagai bendahara di kantor Kades Kotabaru. Tim yang diturunkan Nang Ali 17 Juli -- yang dimaksudkan untuk mengusut kasus itu -- menyimpulkan bagaimana uang itu habis dilalap Kades. "Ia tak bisa membuktikan penggunaan uang itu," kata Nang Ali pada TEMPO. Itulah sebabnya Nang Ali merencanakan memecat Suparto dalam waktu dekat ini. Suara lebih vokal terdengar dari Wakil Gubernur (Wagub) Sumatera Selatan, H.M. Arma. "Bukan cuma dipecat, tapi juga akan diseret ke meja hijau," katanya pada TEMPO. Lalu siapa penggantinya, baik Wagub maupun Bupati belum menetapkannya. Yang jelas, Rasip mengaku sama sekali tak berniat menggantikan Suparto. Padahal, dalam beberapa soal Rasip memang rival Suparto. Coba, selain sama-sama tokoh desa, jumlah istri mereka juga bersaing. Suparto beristri empat, sementara Rasip beristri tiga. Rasip berencana akan pulang jika Suparto sudah ditindak. Lagi pula, ia baru saja menerima surat dari istri mudanya, Muhaina. "Jika Kanda tak pulang, orang-orang terus bertahan di ladang," tulis istrinya. Haji yang punya gilingan padi ini memang punya karisma di mata warga transmigran. Bersihar Lubis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus