Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Terpopuler Nasional: Ijazah UGM Jokowi hingga Rencana Kembalikan Penjurusan di SMA

Sederet terpopuler isu nasional di Tempo pada Minggu, 13 April 2025.

14 April 2025 | 07.01 WIB

Presiden ke-7 Joko Widodo atau Jokowi memberikan pernyataannya seputar munculnya kembali isu yang menyebut ijazah Universitas Gadjah Mada (UGM)-nya palsu, saat ditemui di Kota Solo, Jawa Tengah, Kamis, 27 Maret 2025. TEMPO/Septhia Ryanthie
Perbesar
Presiden ke-7 Joko Widodo atau Jokowi memberikan pernyataannya seputar munculnya kembali isu yang menyebut ijazah Universitas Gadjah Mada (UGM)-nya palsu, saat ditemui di Kota Solo, Jawa Tengah, Kamis, 27 Maret 2025. TEMPO/Septhia Ryanthie

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah peristiwa politik dan pengambilan kebijakan pemerintah terus menarik perhatian publik. Polemik soal dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo, respons masyarakat sipil atas pernyataan Prabowo tentang koruptor, hingga rencana menerapkan sistem penjurusan di SMA mendapat sorotan paling banyak dari khalayak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berikut tiga pemberitaan terpopuler di nasional pada 13 April yang dirangkum Tempo: 

1. Jokowi Pertimbangkan Langkah Hukum Soal Tudingan Ijazah Palsu UGM

Presiden ke tujuh Joko Widodo atau Jokowi mengakui sedang mempertimbangkan langkah hukum terhadap pihak-pihak yang masih mempersoalkan tentang keaslian ijazahnya dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Ayah Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka itu kembali menekankan bahwa siapa yang menuduh ijazah UGM-nya palsu adalah yang harus membuktikan.

"Ya dipertimbangkan untuk dikaji lebih dalam oleh pengacara (kuasa hukum) karena memang sudah disampaikan oleh Rektor UGM, terakhir juga disampaikan oleh Dekan Fakultas Kehutanan, kan sudah jelas semuanya," ujar Jokowi ketika ditemui wartawan di kediamannya di Kelurahan Sumber, Solo, Jawa Tengah, Jumat, 11 April 2025.

Jokowi mengungkapkan alasan akan mengambil langkah hukum tersebut karena ingin menunjukkan kebenarannya. Terlebih karena meskipun sudah ada pihak berkompeten menyampaikan keabsahan ijazah miliknya, yakni Rektor UGM, masih ada pihak-pihak yang terus mempersoalkannya.

"Ya kami kan ingin menunjukkan bahwa betul-betul saya ini kuliah di Fakultas Kehutanan, betul-betul ijazahnya dikeluarkan oleh Universitas Gadjah Mada dan sudah disampaikan tidak hanya sekali oleh Rektor. Oleh dekan juga sudah disampaikan, sudah dibuka seperti itu," kata Jokowi. 

2. ICW: Simpati Prabowo ke Keluarga Koruptor Salah Sasaran

Indonesia Corruption Watch atau ICW menilai simpati Presiden Prabowo Subianto terhadap keluarga koruptor salah sasaran. Prabowo sebelumnya menyebut pemiskinan keluarga koruptor perlu dilakukan secara hati-hati dan adil mengingat anak dan istri mereka berpotensi ikut terdampak.

“Prabowo perlu melihat kenyataan bahwa di Indonesia, ketidakadilan justru banyak dirasakan oleh korban korupsi (masyarakat luas) ketimbang oleh koruptor dan keluarganya,” kata Peneliti ICW Wana Alamsyah dalam keterangan resmi pada Jumat, 11 April 2025. 

Menurut Wana, sebagai presiden yang dengan berapi-api menyatakan perang terhadap korupsi, Prabowo seharusnya melihat korupsi sebagai kejahatan kerah putih atau white-collar crime yang basis motivasinya adalah akumulasi kekayaan. 

Adapun dalam konteks tindak pidana korupsi, Wana menyebut keluarga koruptor seringkali terlibat langsung sebagai pihak yang juga melakukan korupsi atau pelaku aktif. Ada pula yang juga terlibat secara tidak langsung sebagai pihak penampung maupun penikmat hasil korupsi, yakni sebagai pelaku pasif. 

Berdasarkan kajian ICW ihwal tren penindakan kasus korupsi dari 2015 hingga 2023, terdapat 46 kasus yang melibatkan anggota keluarga. ICW mencatat jumlah tersangka yang ditetapkan oleh penegak hukum ada sebanyak 87 orang, dengan 44 persen atau 39 orang di antaranya merupakan anggota keluarga dari tersangka yang melakukan tindak pidana korupsi.

3. Menteri Abdul Mu'ti Kembali Terapkan Sistem Penjurusan di SMA

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti mengatakan pemerintah akan kembali menerapkan sistem penjurusan untuk sekolah menengah atas atau SMA. Sistem penjurusan ini sebelumnya dihapus dalam penerapan Kurikulum Merdeka yang digagas Menteri Nadiem Makarim.

“Jurusan akan kita hidupkan lagi, jadi nanti akan ada jurusan IPA, IPS, dan Bahasa,” ujarnya dalam acara tanya-jawab bersama awak media di Kantornya, Jakarta Pusat, Jumat, 11 April 2025.

Seperti semula, dengan diterapkannya sistem penjurusan, maka dalam ujian akhir atau saat ini disebut dengan tes kemampuan akademik (TKA), siswa dapat memilih mata pelajaran yang paling diminatinya. Mereka hanya diwajibkan mengikuti tes wajib yaitu mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika. 

“Untuk mereka yang ambil IPA itu nanti dia boleh memilih tambahannya antara fisika, kimia, atau biologi. Untuk yang IPS juga begitu, dia boleh ada tambahan apakah itu ekonomi, sejarah, atau ilmu-ilmu lain yang ada dalam rumpun ilmu-ilmu sosial,” tuturnya.

Tujuan pemerintah kembali menerapkan sistem lama ini adalah  untuk memberikan kepastian pada penyelenggara pendidikan, khususnya bagi lembaga pendidikan di luar negeri.

“Jadi pas Pak Nadiem dulu diambil sampelnya aja, banyak kampus-kampus di luar negeri enggak mau terima soalnya enggak jelas ukuran kemampuan di pelajar. Sekarang dengan hasil TKA, kemampuan masing-masing individu akan terukur,” kata Abdul Mu'ti.

Septhia Riyanthie dan Erkana Trikanaputri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus