Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Terseret Angin Surga Pembobol Bank

Yudi Setiawan menyerahkan fee kepada petinggi empat kabupaten untuk memuluskan proyek dana hibah pendidikan. Dihitung sebagai utang.

9 Desember 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hampir tengah malam, ketua majelis hakim Ahmad Fauzi membuka sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Kamis pekan lalu. Yang disidangkan adalah Carolina Gunadi, istri otak pembobolan Bank Jatim, Yudi Setiawan. Agenda sidang mendengarkan saksi Bupati Mojo­kerto Mustofa Kamal Pasa. Datang setelah dipanggil untuk ketiga kalinya, Mustofa menjawab hampir semua pertanyaan dengan "tidak betul". Seusai pemeriksaan, ia menyalami hakim dan jaksa, lalu buru-buru angkat kaki tepat tengah malam.

Bekas pengusaha tambang itu adalah saksi utama dalam perkara pencucian uang dan korupsi yang dilakukan Carolina. Ia salah satu kepala daerah yang disebut-sebut Carolina kecipratan uang Bank Jatim Cabang HR Muhammad, Surabaya, yang digangsir Yudi untuk proyek fiktif pengadaan alat peraga pendidikan.

Selain Mojokerto, yang disasar Yudi dan Carolina adalah Kabupaten Pamekasan, Situbondo, dan Lamongan. Perusahaan-perusahaan dibuat untuk menampung kredit modal kerja dari Bank Jatim, yakni CV Aneka Karya Prestasi, CV Bangun Jaya, CV Kharisma Pembina Ilmu, CV Media Sarana Pustaka, CV Visi Nara Utama, serta PT Cipta Inti Parmindo. Dengan bekal surat keputusan bupati tentang proyek dana hibah, yang diduga palsu, Yudi dan Carolina mengajukan kredit Rp 52,3 miliar pada 2010.

Sumber Tempo di Mojokerto, teman bisnis Yudi, mengatakan, agar mendapatkan proyek di empat kabupaten tersebut, bos tujuh perusahaan itu sendiri yang melakukan pendekatan kepada petinggi kabupaten. Mustofa pun mengatakan begitu. "Dia datang ke kantor untuk menawarkan proyek dari pusat," ujar Mustofa. Yudi menemuinya tiga kali, sekitar April 2011, menawarkan proyek dana hibah (block grant) pengadaan alat penunjang pendidikan.

Sumber Tempo lainnya mengatakan Yudi mendekati petinggi empat kabupaten agar mereka mengeluarkan surat keputusan yang menyatakan kabupaten memerlukan alat peraga. Bekas penyelia kredit Bank Jatim HR Muhammad yang dijadikan tersangka, Tony Baharawan, mengatakan pengajuan kredit Yudi diproses pada Oktober-November 2010, sedangkan pencairan pada November 2010, Januari 2011, dan Maret 2011.

Di persidangan Carolina, saksi Heri Prasetya dan Untung Sujadi, ipar Yudi yang menjadi Kepala Bank Mega Cabang Jombang, mengaku pernah mengantar uang tunai dalam empat pertemuan dengan Mustofa sepanjang Januari-Maret 2011. Setiap kali datang mereka menyerahkan uang yang seluruhnya berjumlah Rp 1,5 miliar.

Seorang teman bisnis Mustofa pun pernah mengirim uang titipan Yudi. "Saya dua kali menyerahkan uang, masing-masing Rp 500 juta, total Rp 1 miliar," ujarnya Senin pekan lalu. Uang itu diserahkan kepada Mustofa sekitar Oktober 2010, atau selang dua bulan setelah Mustofa dilantik menjadi bupati pada Agustus 2010.

Selain mengirim uang dalam bentuk tunai, Yudi membayarkan tagihan kartu kredit Bank Mega, BCA, dan BNI milik Mustofa. Melalui kartu debit Bank Mega milik Carolina, tagihan Mustofa dibayar pada 22 Februari 2011 sebesar Rp 2,190 juta, 29 Maret 2011 sebesar Rp 11,16 juta, dan 20 April 2011 sebesar Rp 78 juta.

Menurut teman bisnis Yudi, uang untuk Mustofa adalah fee proyek yang diincar Yudi pada 2011. "Sebelum ada proses lelang, uang sudah dikirimkan." Pada 2011, Yudi memenangi tender pengadaan fasilitas pendidikan senilai Rp 16,8 miliar serta penunjukan langsung 100 paket pembangunan fisik proyek pengairan dan jalan senilai Rp 20 miliar.

Mustofa menyangkal tudingan menerima uang Yudi, termasuk pembayaran kartu kreditnya. "Saya tidak pernah meminta Yudi membayarkan kartu kredit. Saya bayar sendiri pakai uang pribadi." Biasanya, kata Mustofa, ia memerintahkan bagian tata usaha untuk membayar.

Namun penasihat hukum Yudi, Adolof Gerrit Suryaman, mengaku punya bukti kuat penyuapan proyek itu. Menurut dia, bukan hanya kliennya yang datang ke pendapa, Mustofa pun pernah datang ke rumah Yudi di Klampis, Surabaya. "Ada rekaman CCTV ketika MKP (Mustofa) datang ke rumah Yudi."

Akan halnya Yudi, yang ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Teluk Dalam, Banjarmasin, menyangkal uang itu suap untuk proyek pengadaan alat peraga pendidikan. Ia menganggap uang itu utang. Menurut dia, Mustofa berutang Rp 6,18 miliar, Bupati Lamongan Fadeli Rp 200 juta, seorang petinggi Partai Golkar Kabupaten Lamongan Rp 150 juta, mantan Bupati Pamekasan Kholilurrahman, Rp 450 juta, dan Wakil Bupati Situbondo Rahmad Rp 100 juta. "Saya punya buktinya," ujar Yudi, Rabu pekan lalu.

Mustofa, kata Yudi, mengeluh kesulitan mengganti uang kas daerah yang telah digunakannya untuk kebutuhan pribadi. Menjelang audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Mustofa kelimpungan mencari pinjaman. Lewat Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Mojokerto Suparman, Mustofa dikenalkan dengan Yudi pada Oktober 2010. Sejak itu, Mustofa kerap meminjam duit kepada Yudi. Tapi, jika ditagih, ia selalu berkelit dan menjanjikan bakal memberikan proyek pendidikan.

Dituding berutang dan menerima fee, petinggi-petinggi kabupaten itu membantah. Mantan Bupati Pamekasan KH Kholilurrahman mengakui pernah bertemu dengan Yudi Setiawan pada 2009 di Pamekasan. Namun, menurut dia, pertemuan itu hanya silaturahmi biasa. "Tidak ada bahas proyek apa pun, hanya silaturahmi."

Kepala Bidang Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Kabupaten Situbondo Dwi Totok Irianto membantah keterlibatan Bupati Dadang Wigiarto dalam kasus ini. Begitu pula Kepala Dinas Pendidikan Lamongan Agus Suyanto. "Tidak ada dana turun yang kami terima," ujarnya Rabu pekan lalu.

Kasus Yudi dan Carolina tampaknya bakal berbuntut panjang. Kejaksaan ingin membuktikan apakah uang Bank Jatim mengalir ke kantong para bupati. "Bisa lebih (Rp 5 miliar)," kata jaksa penuntut umum Zunaidi.

Sebanyak 13 orang menjadi tersangka akibat masalah ini. Meski begitu, Yudi tak pernah didatangkan ke pengadilan, bahkan sebagai saksi. Ia sesumbar, jaksa tak akan berani mendatangkannya ke persidangan. "Yang menikmati uang Bank Jatim adalah kejaksaan dan polisi," ujarnya.

Endri Kurniawati, Agita, Chumaidah, Ika Ningtyas, Ishomuddin, Sujatmiko, Mustofa Bisri, Diananta (Banjarmasin)


Perkara yang Beranak-Pinak

Ulah Direktur PT Cipta Inti Parmindo Yudi Setiawan, yang diduga membobol Bank Jatim, membuat belasan orang menjadi pesakitan:

1. Bagoes Prayogo, Kepala Cabang HR Muhammad (terpidana 12 tahun)

2. Tony Baharawan, Kepala Penyelia Kredit HR Muhammad (terpidana 12 Tahun)

3. Carolina Gunadi, komanditer persero dan istri Yudi (terdakwa)

4. Deddy Putra Mahardhika, analis kredit (terdakwa)

5. Heny Setiawati, analis kredit (terdakwa)

6. I G.N. Bagus Suryadharma, analis kredit (terdakwa)

7. Awang Diantara, analis kredit (terdakwa)

8. Hery Triyatna, Direktur CV Aneka Karya Prestasi (terdakwa)

9. Adi Surono, Direktur CV Cipta Pustaka Ilmu (terdakwa)

10. Mochammad Kusnan, Direktur CV Aneka Pustaka Ilmu (terdakwa)

11. Mohammad Setiawan, Direktur CV Bangun Jaya (terdakwa)

12. Rachmat Anggoro, Direktur CV Media Sarana Pustaka (terdakwa)

13. Wimbo Handoko, Direktur CV Kharisma Pembina Ilmu (terdakwa)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus