Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengatakan bahwa wacana perpanjangan usia pensiun tentara bisa dimanfaatkan untuk optimalisasi kemampuan dan pengalaman prajurit di usia produktif. Klausul perpanjangan usia pensiun prajurit militer menjadi salah satu poin perubahan UU TNI yang sedang dibahas di DPR.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Perpanjangan usia pensiun dapat mengoptimalkan pemanfaatan kemampuan dan pengalaman prajurit di usia produktif 50-60 tahun," katanya dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Kamis, 13 Maret 2025.
Berdasarkan Pasal 53 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, menyatakan batas usia pensiun prajurit militer untuk perwira maksimal 58 tahun, dan maksimal 53 tahun bagi bintara dan tamtama.
Agus mengakui bahwa kondisi sekarang belum benar-benar memanfaatkan kemampuan ataupun pengalaman yang dimiliki prajurit di usia produktif. Padahal, ujar dia, kemampuan prajurit dalam usia produktif seharusnya dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Selain itu, dia berujar bahwa perpanjangan usia pensiun prajurit TNI juga bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki kondisi stagnasi di lingkungan militer. Agus mengatakan, bahwa perpanjangan batas usia pensiun prajurit bertujuan untuk menyeimbangkan antara kesiapan tempur dan regenerasi kepemimpinan.
"Kondisi saat ini, terjadi stagnasi jabatan di puncak piramida dan kekurangan personel di dasar piramida jabatan," ucapnya.
Secara luas, Agus menilai bahwa UU TNI memang perlu direvisi dan disesuaikan. Terlebih lagi, katanya, setelah lebih dari 20 tahun payung hukum tentang militer itu tidak direvisi. "Ketentuan beberapa frase sudah tidak sesuai digunakan," katanya.
Jenderal bintang empat itu menilai, sejumlah aturan di UU TNI juga perlu disempurnakan karena berkaitan dengan tugas pokok militer. Dia mengatakan, saat ini dinamika kebijakan politik negara, ilmu pengetahuan dan teknologi, hingga organisasi kelembagaan telah berkembang. "Sehingga memerlukan penyesuaian TNI," ucap Agus.
Terdapat berbagai rumusan baru yang diusulkan dalam RUU TNI. Mulai dari penambahan wewenang TNI, batas maksimal usia pensiun, hingga perluasan pos jabatan sipil yang bisa diduduki oleh personel militer.
Revisi UU TNI mendapat penentangan keras dari masyarakat. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai RUU TNI berisiko menghidupkan kembali dwifungsi militer seperti di era Orde Baru. Salah satu kritik datang dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang tergabung dalam koalisi tersebut.
“YLBHI sendiri menyatakan dengan tegas kami menolak revisi Undang-Undang TNI yang hendak menghidupkan kembali praktek dwifungsi ABRI, atau bahkan kita bisa bilang mau menghidupkan lagi neo-Orba,” kata Wakil Ketua YLBHI Arif Maulana saat konferensi pers di gedung YLBHI, Jakarta Pusat, 6 Maret 2025.
Pilihan editor: Panglima TNI Usul Percepatan Masa Dinas Perwira