Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Tujuan Wisata Andalan untuk Liburan

Jawa Timur menawarkan beragam obyek wisata. Gua Gong di Pacitan, padang rumput di Bromo, dan Pulau Merah di Banyuwangi layak dijadikan pilihan liburan.

9 Juni 2014 | 00.00 WIB

Tujuan Wisata Andalan untuk Liburan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Stalaktit yang menjuntai dari langit-langit Gua Gong itu seperti tirai. Sebagian menyentuh hingga dasar gua. Di bawahnya stalagmit menjulang. Ada yang sampai ke langit-langit gua, ada pula yang hanya sampai ke tengah-tengahnya. Air merembes di sela beberapa stalaktit. Tetesannya membentuk danau mini atau sendang. Beberapa danau kecil diberi nama penduduk sebagai Sendang Kamulyan, Sendang Larung Nista, Sendang Panguripan, dan Sendang Jampi Raga.

Meski berada di kedalaman 260 meter, panorama gua di Desa Bomo, Kecamatan Punung, Pacitan, itu dapat dinikmati dengan mudah. Pemerintah Kabupaten Pacitan melengkapi pesona alam itu dengan lampu warna-warni. Sinar lampu LED hijau, biru, merah, dan putih menyala bergantian saban dua menit, menimpa batu-batu kapur itu, dan membuatnya berkilau-kilau.

Panorama itu tersaji dalam tujuh ruang di dalam Gua Gong. Masing-masing menyuguhkan pemandangan berbeda. Setiap ruangan dibatasi pintu batu berongga yang menyempit. "Di ruang kedua ada kamar mandi alam yang tertutup dinding batu," ujar Ety Teguh Setyowati, pemandu wisata di Gua Gong, Kamis dua pekan lalu. Di ruang ketujuh terdapat batu yang menjuntai. Warga setempat menamainya cengger bumi. Bila dipukul, batu ini dapat bersuara seperti gong dengan tangga nada pelog-slendro. "Tapi sekarang sudah dilarang dipukul karena bisa merusak."

Tak perlu khawatir terpeleset menelusuri gua ini. Ada jalur setapak memutar sepanjang 520 meter yang dilengkapi pegangan besi antikarat di dua sisinya. Meski lokasinya mudah dijangkau, kondisi fisik pelancong harus prima. Pasalnya, untuk sampai ke mulut gua selebar 1,6 meter dan tinggi 2 meter ini, turis harus sanggup menapaki 125 anak tangga di bukit kapur yang tingginya mencapai 150 meter. Toh, pelancong seperti Johan Solihin dari Sleman, Yogyakarta, misalnya, tidak bosan mengunjungi Gua Gong. "Kapan-kapan saya pengen kembali ke sini, karena tadi belum puas," ujarnya Kamis dua pekan lalu.

Terjaga kelestariannya dan memiliki infrastruktur pendukung, seperti toilet dan loket penjualan karcis, kars ini menjadi salah satu geosite yang diusulkanPacitan sebagai jaringan geopark internasional. Gua Gong bisa dijadikan salah satu tujuan wisata saat liburan, jika tak ingin pergi terlalu jauh.

Untuk menjangkau Gua Gong di sebelah barat Pacitan, turis bisa mengikuti jalur bus Pacitan-Jawa Tengah, Pacitan-Yogyakarta, atau Pacitan-Jakarta, sejauh 40 kilometer. Akses lainnya adalah melewati jalur alternatif Pacitan-Jawa Tengah. Jarak tempuhnya hanya 23 kilometer, tapi medannya lebih ekstrem. Sesampai di Desa Sedeng, Kecamatan Pacitan, jalanan menanjak tinggi dan berliku-liku.

Kedua jalur ini mengantar ke pertigaan Bulu, Kecamatan Pringkuku, di jalur Pacitan-Solo yang lebih landai. Perjalanan masih harus menuju ke barat hingga pertigaan di sebelah Masjid Al-Huda, Kecamatan Punung. Dari situ Gua Gong masih berjarak tujuh kilometer. Jalan beraspal mulus dengan turunan, tanjakan, dan tikungan tajam dilingkupi tebing tinggi dan jurang.

Alternatif tujuan wisata lainnya adalah Pulau Merah di Banyuwangi dan padang rumput atau savana di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Berlibur ke dua tujuan wisata ini sangat berbeda karakternya dengan wisata gua.

Pulau Merah yang berupa bukit kecil kehijauan setinggi 50 meter tampak dari daratan Banyuwangi itu sedang gencar dipamerkan kepada pasar wisata dunia. Pada 23-25 Mei lalu, kejuaraan selancar internasional digelar di Pulau Merah, diikuti 100 peselancar dari delapan negara. Pulau di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, 80 kilometer arah selatan Banyuwangi itu menawarkan pasir putih dengan ombak bergulung-gulung hingga setinggi 1,5 meter. Di sisi timur terdapat gugusan tujuh gunung bernama Tumpang Pitu, berderet hijau layaknya sabuk penjaga pantai.

Disebut Pulau Merah karena bila sedang kemarau dan pepohonannya meranggas, bukit itu tampak merah tertimpa sinar matahari. Piping Irawan, peselancar asal Bali, mengatakan kecantikan Pulau Merah tak ada duanya. Dia telah mengunjungi banyak pantai di Indonesia, tapi belum pernah menemukan ada bukit yang muncul dari laut. Menurut dia, Pulau Merah mirip dengan Pantai Kuta, Bali, pada 1970-an. "Dulu Pantai Kuta bersih dan cantik seperti ini," katanya.

Agak sulit menjangkau Pulau Merah. Belum ada transportasi umum yang langsung menuju lokasi. Menumpang bus besar dari Jember, turis harus turun di Terminal Jajag, Kecamatan Gambiran, lalu berganti dengan bus mini jurusan Pesanggaran dengan tarif Rp 10 ribu per orang. Perjalanan dengan bus mini sejauh 20 kilometer yang bisa ditempuh selama satu jam ke Pasar Pesanggaran. Jarak antara pasar ini dan Pulau Merah sekitar 15 kilometer, bisa dijangkau dengan ojek bertarif Rp 20 ribu. Jika tak ingin repot, cara praktis adalah menyewa mobil Rp 500 ribu per 24 jam, termasuk sopir dan bahan bakar.

Meski perlu waktu sekitar dua jam dari Banyuwangi, turis dijamin tak akan jemu. Perjalanan ke Pulau Merah menawarkan pemandangan kebun jeruk, sawah subur yang menghampar, serta gugusan tujuh gunung. Jalanan menuju pulau ini pun mulus sejak dua tahun lalu.

Belum ada hotel di Pulau Merah. Penginapan disediakan oleh penduduk lokal dengan tarif Rp 75-125 ribu per malam untuk tiap orang. Warga juga menyediakan papan selancar Rp 30 ribu per hari dan 60 kursi pantai lengkap dengan payung merah seperti yang terdapat di Kuta, Bali, dengan tarif Rp 20 ribu per jam.

Sejak kejuaraan selancar internasional, Pulau Merah mulai ramai pengunjung. Sebelumnya, pantai nan eksotis ini hanya dikunjungi sekitar 50 orang per hari, tapi kini kunjungan wisata melonjak hingga 10 kali lipat.

Adapun obyek wisata padang rumput di Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru biasanya dinikmati sepaket dengan panorama lain yang disuguhkan Gunung Bromo. Turis menunggu saat matahari terbit dari Penanjakan. Mereka turun ke lautan pasir, lalu naik ke kawah, dari kawah keliling lautan pasir dan ke padang rumput atau savana.

Padang rumput ini populer dengan nama Lembah Jemplang atau Bukit Teletubbies—bukit indah di sebuah film anak-anak yang populer pada 1990-an. Bukit ini luasnya 382 hektare, berada sisi timur Gunung Bromo. Savana berbatasan langsung dengan lautan pasir atau kaldera Bromo yang luasnya 1.500 hektare. Keindahan savana bisa dinikmati dengan menunggang kuda. Ongkos berkeliling savana selama 30 menit dipatok Rp 75-100 ribu. Tapi tarif ini masih bisa ditawar.

Menurut Raiyani, fotografer profesional dari Bogor, Jawa Barat, Savana Jemplang semakin populer sebagai kunjungan wisata dalam tiga tahun terakhir. "Seingatku, dulu, yang tampak satu-dua jip. Sekarang sudah banyak sekali kendaraan."

Di Jemplang, Desa Ngadas, Kabupaten Malang, terdapat pos pendaftaran pengunjung sekaligus loket pembayaran tiket masuk obyek wisata Bromo dan Semeru. Dari Jemplang, wisatawan yang hendak mengunjungi Bromo harus berbelok ke kiri, menuruni jalanan yang dipadatkan dengan semen dan sebagian besar masih bertanah. "Semua wisatawan yang hendak ke Bromo wajib mendaftar di sini," kata Lasman, petugas TNBTS di Pos Jemplang.

Lokasi wisata ini bisa dijangkau dari Kabupaten Malang, Probolinggo, atau dari Wonokitri, Pasuruan. Jika masuk melalui Malang, pelancong harus menuju Pasar Tumpang. Pasar ini tampak seperti terminal keberangkatan jip, karena banyak penyedia jasa angkutan jip untuk turis. Tarif dapat ditawar sesuai dengan tujuan. Sebagai gambaran, ongkos normal untuk semua lokasi sekitar Rp 900 ribu-Rp 1 juta per hari. Jip berkapasitas lima penumpang dan satu sopir.

Ongkos lain yang harus dikeluarkan pelancong adalah tarif baru masuk kawasan TNBTS. Mulai 5 Mei 2014, pada hari kerja, wisatawan domestik dan asing yang memasuki kawasan Bromo dan sekitarnya dikenai tiket masuk masing-masing Rp 27.500 dan Rp 217.500 per orang. Pada hari libur, tarif masuk menjadi Rp 32.500 dan Rp 317.500.

Endri Kurniawati, Abdi Purmono, Ikaningtyas, Nofika Dian Nugroho

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus