Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum tata negara Herdiansyah Castro mengatakan usulan kepala daerah dipilih oleh DPRD merupakan upaya membajak hak politik sekaligus partisipasi publik. “Ini kan seperti ingin memotong hak partisipasi itu kalau kemudian pemilihan dikembalikan ke DPRD,” kata Herdiansyah kepada Tempo, Jumat, 13 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman ini menuturkan, sistem politik pemilihan langsung saat ini justru bisa memberikan hukuman kepada kepala daerah yang tidak bekerja sesuai kehendak publik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Usulan itu sangat tidak logis dalam skema politik seperti sekarang,” kata Herdiansyah. “Tetapi kemudian justru ingin dikembalikan ke proses di DPRD.”
Herdiansyah mengatakan Pilkada merupakan sarana perwujudan demokrasi. Artinya, kedaulatan penuh berada di tangan rakyat, sebagaimana amanah Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945), yang menyatakan bahwa, “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar“.
“Secara eksplisit, ketentuan tersebut dapat dimaknai bahwa rakyatlah yang harus diberikan mandat untuk menentukan masa depan bangsa ini, termasuk dalam memilih pemimpinnya sendiri,” kata Herdiansyah.
Amanah ini sejalan dengan Pasal 25 huruf b International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), yang menyebutkan bahwa, “Setiap warga negara harus mempunyai hak dan kesempatan, tanpa pembedaan dan tanpa pembatasan yang tidak layak, untuk memilih dan dipilih pada pemilihan umum berkala yang murni, dan dengan hak pilih yang universal dan sama, serta dilakukan melalui pemungutan suara secara rahasia untuk menjamin kebebasan menyatakan keinginan dari para pemilih“.
Untuk itu, ucap Herdiansyah, Pilkada secara langsung merupakan jaminan bagi setiap warga negara untuk dapat menggunakan hak pilihya. Mengembalikan proses pilkada kepada DPRD, kata dia, berarti memotong hak politik tersebut.
Sebelumnya Presiden Prabowo Subianto mengusulkan pemilihan kepala daerah dipilih oleh DPRD. Prabowo beralasan pilkada menelan biaya mahal jika memakai sistem pemilihan langsung.
“Kemungkinan sistem ini terlalu mahal. Betul? Dari wajah yang menang pun saya lihat lesu, apalagi yang kalah,” kata Prabowo dalam pidatonya saat perayaan ulang tahun ke-60 Partai Golkar di Sentul, Bogor, Kamis malam, 12 Desember 2024.
Prabowo mengatakan negara bisa menghemat triliunan rupiah jika pilkada dilakukan oleh DPRD. Anggaran tersebut, ucap Prabowo, bisa dialihkan untuk kepentingan lain yang lebih mendesak.
“Berapa puluh triliun habis dalam satu-dua hari, baik anggaran dari negara maupun dari masing-masing tokoh politik,” ujarnya.
Prabowo jiga menyinggung soal efisiensi jika kepala daerah dipilih oleh DPRD. Sebab, selain tidak boros anggaran, hal itu juga mempermudah transisi kepemimpinan. Ia pun mencontohkan dengan apa yang terjadi di sejumlah negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.
“Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien seperti Malaysia. Bahkan juga India. Mereka sekali memilih anggota DPRD, ya sudah, DPRD itulah yang memilih gubernur, walikota,” kata Prabowo.
HENDRIK YAPUTRA berkontribusi dalam penulisan artikel ini.