HANS van den Broek, Menlu Kerajaan Belanda, bertandang ke Jakarta Rabu pekan ini. Saat itu tim Menteri Ekuin yang dipimpin Radius Prawiro terbang ke Paris menghadiri sidang pertama CGI yang tanpa Belanda. Broek tak kecewa. "Saya gembira, bisa memenuhi undangan sahabat saya Menteri Alatas," ujarnya. Kedatangan Broek kali ini tak menunjukkan gelagat membawa misi yang mendesak. "Kunjungan ini untuk memperkukuh hubungan kedua negara," katanya. Di balik kalimat santun itu mudah diterka, kehadirannya bermaksud melanjutkan ikhtiar pemulihan hubungan kedua negara, setelah bubarnya IGGI secara mendadak 25 Maret silam. Peristiwa yang dramatis itu disertai keputusan dari pihak RI untuk tidak lagi meminta bantuan dana apa pun dari negerinya Jan Pronk. Pihak Belanda, yang hampir seperempat abad mengetuai sidang IGGI di Amsterdam atau Den Haag, sempat terperanjat. Tapi agaknya mereka pintar menahan diri. "Kita harus memulai sesuatu yang baru," kata Broek. Saling mengunjungi antarmenteri pun dilakukan. Menteri Perdagangan Arifin Siregar ke Belanda, April lalu, sekalian meresmikan Indonesia Trade Centre di Rotterdam. Menteri Perdagangan Luar Negeri, Yvonne van Roy, membalas ke Jakarta bulan berikutnya. Lalu di Rio de Jainero, Brasil, di tengah suasana KTT Bumi awal Juni lalu, tak kurang dari PM Belanda Ruud Lubbers menemui Presiden Soeharto. Mereka berbincang tentang berbagai hal yang bisa memajukan hubungan kedua negara, kecuali soal aid alias utang lunak itulah. Bagi Van den Broek, format hubungan yang lebih kongkret sangat mungkin dibangun antara RI dan Belanda, karena fondasinya sudah ada: Belanda menjadi pintu gerbang ekspor Indonesia ke Eropa. "Sepertiga ekspor Indonesia masuk lewat pelabuhan Rotterdam dan Bandara Schiphol," ujarnya. Dia juga membawa pesan untuk membuka kerja sama di bidang kebudayaan serta riset ilmu pengetahuan dan teknologi. Hubungan Belanda-RI selama 1967-1992 memang memperlihatkan pola yang tak seimbang. Belanda sebagai donor dan Indonesia menjadi pihak yang disantuni. Tahun 1967 Belanda pula yang berjasa membentuk IGGI, kelompok negara donor yang menyuntik dana pembangunan sampai US# 4,7 milyar pada tahun terakhir ini. Sumbangan Belanda sendiri belakangan porsinya cuma 2% alias sekitar US# 100 juta. Namun syaratnya sungguh murah. Bunganya hanya 2,5% setahun, dengan masa bebas mencicil utang delapan tahun dan jangka pengembaliannya 30 tahun. Adalah Menlu Broek yang mewakili CDA (Partai Kristen Demokrat) yang berjasa banyak dalam menjaga hubungan baik dengan Indonesia. Dia juga punya hubungan akrab dengan Menlu Ali Alatas. "Mereka bahkan sering saling menelepon," kata seorang yang mengetahui. Sikap Broek memang dikenal luwes dan lunak, hal yang agaknya membuat dia sering dikecam di parlemen Belanda. Namun dia pintar berkelit, barangkali karena lelaki jangkung itu pernah menjadi pengacara. Dia juga pernah bekerja di sebuah perusahaan swasta, lalu terjun ke politik. Kariernya mulus. Dia jadi anggota Tweede Kamer (Parlemen) mulai 1976-1981. Broek lahir dari keluarga wartawan. Ayahnya pernah jadi koresponden koran De Telegraaf di Paris, kemudian menjadi salah seorang pendiri Radio Nederland Wereld Omroep, yang di Indonesia populer sebagai Radio Hilversum. Asbari N. Krisna (Belanda)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini