AKHIRNYA heboh mengenai surat Wakil Ketua MPR, R. Soeprapto, kepada Ketua DPR, Kharis Suhud, Selasa pekan lalu diselesaikan. Surat yang dimaksudkan sebagai sumbang saran mengenai RUU-PA itu, oleh beberapa kalangan, dinilai melanggar tata tertib MPR dan tidak etis. Dalam surat itu, Soeprapto antara lain menilai RUU tersebut bertentangan dengan Pancasila dan UUD '45, GBHN, dan Wawasan Nusantara. Reaksi paling keras, dan tertulis, datang dari Abdy S. Kusumanegara, anggota F-PP di MPR dari daerah pemilihan Kalimantan Barat. Ia, antara lain, menilai bahwa dengan surat itu Soeprapto telah mengeluarkan pernyataan politik -- yang menyalahi tata tertib MPR. Karena kewenangan anggota pimpinan MPR hanya dalam hal-hal yang bersifat protokoler, surat Soeprapto itu juga dianggapnya telah mencampuri tugas dan kewenangan DPR. Lebih dari itu, Soeprapto oleh Abdy dianggap "seolah-olah tidak mempercayai Presiden RI/Mandataris MPR yang telah secara resmi mengajukan RUU-PA kepada lembaga DPR-RI". Segera Soeprapto berganti menuduh: Abdy mempertentangkan dan mengadu-domba antara dia dan Presiden. Untuk meredakan tuduh-menuduh itulah, Selasa lalu soal itu dibicarakan. Mula-mula berlangsung pembicaraan khusus antara Abdy dan Soeprapto, disusul rapat mingguanr pimpinan DPR. Setelah dua jam bertemu, Abdy dan Soeprapto mengeluarkan pernyataan bersama. Isinya: Soeprapto sama sekali tidak bermaksud menilai kebijaksanaan Presiden dalam hal urun rembuk mengenai RUU-PA, dan Abdy sama sekali tidak bermaksud mengadu domba Wakil Ketua MPR, R. Soeprapto, dengan Presiden. Tentang rapim DPR, Wakil Ketua DPR Soekardi menjelaskan, bagi pimpinan DPR, yang penting bukan mempermasalahkan apakah surat itu salah prosedurnya ataupun materinya. "Yang penting bagaimana DPR dibawa dalam suasana tenang agar RUU Peradilan Agama bisa dibahas secara baik," tuturnya. Rapim itu juga memutuskan bahwa Ketua DPR/MPR Kharis Suhud akan membalas surat Soeprapto. Isinya: agar dalam menulis surat kepada Ketua Dewan, diperhatikan apakah tidak akan menimbulkan polemik, di samping harus memperhatikan tata tertib MPR. "Kami sudah mendengar dari Pak Prapto bahwa tak ada niatan dia untuk membawa nama Majelis, dan kami percaya," kata Kharis Suhud.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini