Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Winnetou Pun Sampai Ke Pondok

Menteri P & K, Daoed Joesoef menyebuntukan pentingnya perpustakaan. di sukabumi berdiri perpustakaan desa. Di desa-desa sul-sel, mahasiswa Univ. Hasanuddin menjajagi kemungkinan adanya perpustakaan desa. (pdk)

14 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERPUSTAKAAN tingkat desa nampaknya akan dapat tempat yang pantas. Dalam tiap perjalanan dinas ke daerah tak sekedip mata pun Menteri Daoed Joesoef lupa untuk menyebutkan betapa pentingnya perpustakaan sebagai sumber ilmu pengetahuan. Puasa lalu, berdiri di sebuah perpustakaan tingkat desa di Sukabumi ia kutipkan Surah Al 'Alaq untuk memperkuat pendapatnya tentang perlunya membaca. Sesampainya ia di Ujungpandang ketika menghadiri Dies Natalis Universitas Hasanuddin, meskipun dalam suasana berlebaran, ia kutipkan lagi ayat Qur'an itu. "Mahasiswa di negara berkembang dalam setiap kwartal harus melahap 2000 halaman buku. Untuk memenuhi kewajiban itu berarti setiap mahasiswa harus menyisihkan waktu paling tidak delapan jam setiap hari," katanya. "Kepintaran lebih banyak diperoleh lewat buku dan bukan lewat dosen," sambungnya bersemangat. Setelah duduk di kursi menteri, proyek perintis perpustakaan desa yang dimulai sejak 3 tahun lalu benar-benar ia amati. Dalam perjalanan dinas ke Sukabumi ia sendiri yang naik ke mobil perpustakaan keliling. Ia mengamati buku apa saja yang banyak lecet sebagai tanda banyak dibaca dan berbicara langsung dengan petugas perpustakaan keliling tentang kesulitan yang mereka hadapi. Dari mobil yang mengangkut perpustakaan keliling itu Daoed menemukan bahwa di desa seperti yang terletak beberapa kilometer di luar kota Sukabumi, buku petunjuk pertanian memang banyak dibaca. Dan kalau sudah melalui pondok pesantren maka buku agama memang banyak yang meminjam. Meskipun kisah petualangan Winnetou dari seri karangan Karl May yang terkenal itu, tak pula mereka lupakan. Di Sulawesi Selatan, Universitas Hasanuddin malahan ikut serta dalam menentukan lokasi desa yang pantas memperoleh pusat bacaan itu. Para mahasiswa yang sedang menjalani masa Kuliah Kerja Nyata melakukan pengamatan terhadap desa-desa di Sinjai, Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto, Barru, Polmas, Bone, Sidrap, Soppeng, Enrekang dan Tator. Daerah tadi nampaknya sudah punya alasan untuk memiliki perpustakaan. "Jumlah penduduk bisa menunjang adanya perpustakaan, sebab tingkat pendidikan masyarakat di sana cukup dengan adanya sekolah dasar dan sekolah menengah. Kerajinan tangan dan industri-rumah juga menonjol," ulas drs OJ Wehantouw, Pembantu Direktur I Perpustakaan Pusat Unhas. Ditagih Rakyat Lagi pula daerah tadi secara geografis bisa merupakan tempat pertemuan masyarakat karena banyaknya alat lalulintas yang lewat. Meskipun sarana perhubungan itu hanya berupa sepeda motor yang diojekkan. Bantuan pemerintah daerah tak perlu disangsikan lagi, karena semua daerah akan bangga punya perpustakaan. Hasil pengamatan mahasiswa yang ber-KKN sambil menjajagi kemungkinan pembangunan perpustakaan itu sebenarnya sudah dituangkan dalam Program Pengadaan dan Pengembangan Perpustakaan Desa Sulawesi Selatan sejak Pebruari lalu. Tapi sampai sekarang tak sebuah perpustakaan pun yang kelihatan sudah berdiri. Sampai-sampai mahasiswa Unhas yang ber-KKN dalam gelombang berikutnya jadi sasaran. "Mana perpustakaan yang kalian katakan dulu," tagih mereka. Rupanya masalah dana yang membuat rencana pembangunan perpustakaan itu terkatung-katung. Tapi nampaknya rencana tersebut akan terlaksana juga, sebab seperti yang dikatakan Wehantouw proyek perpustakaan desa tersebut tidak lagi ditangani pemerintah daerah. "Tapi sudah menjadi proyek khusus nasional. Jadi segala-galanya kita tunggu dari pusat," katanya. Selain uang yang mengalir dari kantong pemerintah pusat ada juga bantuan dari British Council. Tentu saja bantuannya tidak berbentuk pengadaan buku. Karena yang diperlukan perpustakaan tingkat desa bukanlah buku-buku yang ditulis dalam bahasa Inggeris. Badan tersebut akan memberikan bantuan dalam bentuk pendidikan untuk tenaga perpustakaan. Mendengar para mahasiswanya yang didesak-desak masyarakat, Rektor Unhas Prof. Dr. A. Amiruddin terpancing juga reaksinya. "Pengadaan perpustakaan itu 'kan baru merupakan ide yang harus diperjuangkan. Satu dua tahun belum tentu terlaksana," jawabnya. Ide pembangunan perpustakaan itu tempo hari, katanya, adalah untuk membangkitkan kesadaran masyarakat pedesaan dalam memecahkan masalah dan kepentingan mereka sendiri. Mahasiswa turut dalam perencanaan. Sedangkan tanggungjawab pelaksanaan ide pembangunan perpustakaan itu seharusnya diambilalih pemerintah daerah. "Jadi bukan Unhas yang membuat perpustakaan. Mana kita punya uang?" katanya angkat bahu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus