PERPUSTAKAAN tingkat desa nampaknya akan dapat tempat yang
pantas. Dalam tiap perjalanan dinas ke daerah tak sekedip mata
pun Menteri Daoed Joesoef lupa untuk menyebutkan betapa
pentingnya perpustakaan sebagai sumber ilmu pengetahuan. Puasa
lalu, berdiri di sebuah perpustakaan tingkat desa di Sukabumi ia
kutipkan Surah Al 'Alaq untuk memperkuat pendapatnya tentang
perlunya membaca. Sesampainya ia di Ujungpandang ketika
menghadiri Dies Natalis Universitas Hasanuddin, meskipun dalam
suasana berlebaran, ia kutipkan lagi ayat Qur'an itu.
"Mahasiswa di negara berkembang dalam setiap kwartal harus
melahap 2000 halaman buku. Untuk memenuhi kewajiban itu berarti
setiap mahasiswa harus menyisihkan waktu paling tidak delapan
jam setiap hari," katanya. "Kepintaran lebih banyak diperoleh
lewat buku dan bukan lewat dosen," sambungnya bersemangat.
Setelah duduk di kursi menteri, proyek perintis perpustakaan
desa yang dimulai sejak 3 tahun lalu benar-benar ia amati. Dalam
perjalanan dinas ke Sukabumi ia sendiri yang naik ke mobil
perpustakaan keliling. Ia mengamati buku apa saja yang banyak
lecet sebagai tanda banyak dibaca dan berbicara langsung dengan
petugas perpustakaan keliling tentang kesulitan yang mereka
hadapi. Dari mobil yang mengangkut perpustakaan keliling itu
Daoed menemukan bahwa di desa seperti yang terletak beberapa
kilometer di luar kota Sukabumi, buku petunjuk pertanian memang
banyak dibaca. Dan kalau sudah melalui pondok pesantren maka
buku agama memang banyak yang meminjam. Meskipun kisah
petualangan Winnetou dari seri karangan Karl May yang terkenal
itu, tak pula mereka lupakan.
Di Sulawesi Selatan, Universitas Hasanuddin malahan ikut serta
dalam menentukan lokasi desa yang pantas memperoleh pusat bacaan
itu. Para mahasiswa yang sedang menjalani masa Kuliah Kerja
Nyata melakukan pengamatan terhadap desa-desa di Sinjai,
Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto, Barru, Polmas, Bone, Sidrap,
Soppeng, Enrekang dan Tator. Daerah tadi nampaknya sudah punya
alasan untuk memiliki perpustakaan. "Jumlah penduduk bisa
menunjang adanya perpustakaan, sebab tingkat pendidikan
masyarakat di sana cukup dengan adanya sekolah dasar dan
sekolah menengah. Kerajinan tangan dan industri-rumah juga
menonjol," ulas drs OJ Wehantouw, Pembantu Direktur I
Perpustakaan Pusat Unhas.
Ditagih Rakyat
Lagi pula daerah tadi secara geografis bisa merupakan tempat
pertemuan masyarakat karena banyaknya alat lalulintas yang
lewat. Meskipun sarana perhubungan itu hanya berupa sepeda motor
yang diojekkan. Bantuan pemerintah daerah tak perlu disangsikan
lagi, karena semua daerah akan bangga punya perpustakaan.
Hasil pengamatan mahasiswa yang ber-KKN sambil menjajagi
kemungkinan pembangunan perpustakaan itu sebenarnya sudah
dituangkan dalam Program Pengadaan dan Pengembangan Perpustakaan
Desa Sulawesi Selatan sejak Pebruari lalu. Tapi sampai sekarang
tak sebuah perpustakaan pun yang kelihatan sudah berdiri.
Sampai-sampai mahasiswa Unhas yang ber-KKN dalam gelombang
berikutnya jadi sasaran. "Mana perpustakaan yang kalian katakan
dulu," tagih mereka.
Rupanya masalah dana yang membuat rencana pembangunan
perpustakaan itu terkatung-katung. Tapi nampaknya rencana
tersebut akan terlaksana juga, sebab seperti yang dikatakan
Wehantouw proyek perpustakaan desa tersebut tidak lagi ditangani
pemerintah daerah. "Tapi sudah menjadi proyek khusus nasional.
Jadi segala-galanya kita tunggu dari pusat," katanya.
Selain uang yang mengalir dari kantong pemerintah pusat ada juga
bantuan dari British Council. Tentu saja bantuannya tidak
berbentuk pengadaan buku. Karena yang diperlukan perpustakaan
tingkat desa bukanlah buku-buku yang ditulis dalam bahasa
Inggeris. Badan tersebut akan memberikan bantuan dalam bentuk
pendidikan untuk tenaga perpustakaan.
Mendengar para mahasiswanya yang didesak-desak masyarakat,
Rektor Unhas Prof. Dr. A. Amiruddin terpancing juga reaksinya.
"Pengadaan perpustakaan itu 'kan baru merupakan ide yang harus
diperjuangkan. Satu dua tahun belum tentu terlaksana," jawabnya.
Ide pembangunan perpustakaan itu tempo hari, katanya, adalah
untuk membangkitkan kesadaran masyarakat pedesaan dalam
memecahkan masalah dan kepentingan mereka sendiri. Mahasiswa
turut dalam perencanaan. Sedangkan tanggungjawab pelaksanaan ide
pembangunan perpustakaan itu seharusnya diambilalih pemerintah
daerah. "Jadi bukan Unhas yang membuat perpustakaan. Mana kita
punya uang?" katanya angkat bahu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini