SEUSAI lomba Perancang Mode 1979, sambil menunggu keputusan
Juri' tampil pameran pakaian karya-karya perancang yang sudah
kebeken. Iwan Tirta dengan batik-batiknya, Prayudi dengan
polkadots yang kabarnya habis dibeli orang (rata-rata harga baju
Prayudi sekitar Rp 75.000-Rp 100.000) dan yang mengagumkan ialah
karya perancang Filipina terkenal, Auro Alonzo. Ketiganya
menjadi juri lomba tersebut di samping Irma Hadisurya dan
Ursulla Quarello.
Alonzo sejak kecil secara isengiseng senang membuatkan sketsa
baju saudara-saudara perempuannya. Biarpun dia dilahirkan di
sebuah desa nelayan miskin, Citarasanya tidak pernah punah akan
keindahan. Ketika usianya mencapai 20 tahun, Alonzo mulai
terkenal tetapi masih dalam lingkungan kalangannya saja.
Tahun 1975, pria yang berusia sekitar 40-an ini namanya meroket
di negeri Barat ketika dia berhasil memperoleh Camel
International Award di Italia untuk baute couture. Setelah itu,
berbagai medali dan penghargaan bagaikan tertumpah di
pangkuannya. Kini sebagian besar waktunya dihabiskan di
kota-kota besar dengan gelimangan karya-karyanya.
Guntingan karya Alonzo sederhana. Tetapi dia begitu trampil
dalam menyulap kain georgette, sutera atau chif: fon yang lembut
dan feminin itu menjadi sebuah baju yang harganya bisa mencapai
AS$ 1.000 (minimum) sampai AS$ 25.000.
Karyanya bisa digolongkan sebagai hasil karya kerajinan tangan,
karena dia tidak setuju bahan baju yang lemas itu digilas oleh
jarum mesin jahit. Distudionya, selalu berkumpul orang-orang
yang begitu ahli memainkan jarum dan benang lewat tangan. Dengan
untaian pailletjes, mutiara (tiruan) dengan motif yang indah,
Alonzo seakan seorang Midas yang mengubah wanita yang mengenakan
gaunnya menjadi emas: wanita mempesona.
Tak pelak lagi, langganannya adalah mereka yang mempunyai nama
Ratu Sirikit, Farah Diba (ketika suaminya masih berkuasa), Ratu
Fabiola atau Imelda Marcos.
Biasanya, dia menangani langganan ini secara pribadi. Busana
untuk Imelda Marcos misalnya akan digunting secara berlainan
dengan busana untuk Ratu Fabiola. "Juga saya harus tahu," kata
Alonzo, "untuk acara apa baju itu akan dipakai."
Raja perancang mode dari Filipina ini juga menangani kaum pria.
Barong Tagalog yang dijadikan baju nasional Filipina, kalau
disainnya sudah ditangani Alonzo, harganya jadi melambung ke
langit. Untuk tahun-tahun terakhir ini, nama Alonzo bahkan
populer di Timur Tengah. Ciptaannya tentu saja tidak dilewatkan
oleh wanita-wanita Timur Tengah yang sedang banjir minyak. Juga
ciptaan Alonzo cocok untuk alam di sana.
Ketika dia akan kembali ke Manila Alonzo masih sempat beramal.
Kepada Pia Alisjahbana dia menyumbangkan satu baju untuk Yayasan
Sekar Mlatti. Oleh Pia baju itu kemudian dilotre di kalangan
yang lebih kecil dan setiap peserta diwajibkan membayar "cuma"
AS$50. Dan siapa di Indonesia yang beruntung mendapatkan baju
ciptaan Alonzo ? Amati sajalah setiap cara kaum hartawan di
Jakarta, nanti anda tahu siapa dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini