Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tempo, 28 April 1990
Massa terus berdesak. Kerumunan bahkan meluber ke tepian jalan tol, memaksa petugas menutup sementara tol Dupak, jalan bebas hambatan di dalam Kota Surabaya. Hujan membuat hadirin kuyup. Namun tak ada yang beranjak, termasuk seorang ibu yang menggendong anaknya. Mereka seolah larut oleh suara dari atas podium.Selama dua jam, Zainuddin M.Z. menyihir ratusan ribu orang. Tidak hanya di Surabaya, dai kondang ini juga beraksi di seluruh Nusantara. Di Masjid Muyasyirin, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, warga sudah memadati masjid sejak pukul lima sore, padahal sang ustad baru akan berceramah pukul sembilan malam.
Gemuruh keplok acap terdengar saat Zainuddin naik ke mimbar. Tepuk tangan berganti tawa begitu ia mengatakan, ”Saya ustad, bukan artis.” Apa pun klaim terhadap dirinya, massa tidak peduli. Sang penceramah kadung tenar ibarat selebriti. Di sejumlah daerah, panitia mematok harga tiket masuk—yang ludes dibeli warga.Zainuddin merupakan ikon dakwah Islam awal 1990-an. Musim berganti. Kini para dai muda bermunculan dengan metodenya masing-masing. Namun, nun di sejumlah pelosok, para kiai dengan segala keunikannya tetap menjadi panutan masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo