Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Tawaran Indonesia: Penyelesaian Damai

Indonesia terpilih sebagai anggota tak tetap Dewan Keamanan PBB. Bisa menawarkan aneka jalan nonmiliter untuk mengatasi bermacam konflik.

30 Oktober 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Awal tahun depan, selama dua tahun Indonesia resmi menjadi anggota tak tetap Dewan Keamanan PBB—dan kita dapat membayangkan dunia saat itu. Indonesia, tentu saja, bisa bergerak lebih bebas karena tiada lagi Provinsi Timor Timur yang senantiasa membuat kita kikuk di dunia diplomasi. Tatkala memperebutkan kursi Dewan Keamanan untuk wakil Asia kemarin, Indonesia memperoleh dukungan yang luar biasa: 158 negara anggota PBB mendukung; sedangkan Nepal, pesaingnya, hanya didukung 28 negara.

Tapi itulah dunia pasca-11 September 2001, dunia yang telah berubah drastis: lebih unipolar, juga lebih monolitis. Amerika Serikat, adidaya tunggal sepeninggal Uni Soviet, tak pernah ragu menggunakan kekuatan militernya—juga kekuatan diplomatik yang mendukung mesin perangnya. Menginvasi Afganistan pada 2001, menyerbu Irak pada 2002, sekarang mengintai instalasi nuklir Iran lekat-lekat. Selain Iran, memang ada Korea Utara dan Myanmar yang menjadi sasaran resolusi Dewan Keamanan. Namun, kalau dilihat perkembangan beberapa tahun terakhir, tampak mayoritas sasaran resolusi itu adalah negara-negara Islam.

Duduk di Dewan Keamanan bisa berarti menonton suatu ketidakadilan—menyaksikan negara-negara anggota tetap (Inggris, Amerika, Rusia, Prancis, dan Cina) mengamankan kepentingan pribadinya dengan hak veto. Ada Amerika yang siap menggagalkan resolusi yang menyudutkan Israel, ada Rusia yang selalu mementahkan resolusi pelanggaran hak asasi manusia dalam perang di Chechnya. Tapi di luar itu semua, kebanyakan orang tak mengharapkan teori benturan peradaban Samuel Huntington menjadi kenyataan. Islam dan Barat, paling tidak melalui berbagai pernyataan negara-negara berkuasa itu, bukan dua kekuatan yang saling meniadakan.

Di sinilah Indonesia bisa berhenti menjadi penonton dan memainkan peran sebagai aktor diplomasi. Ia harus siap menawarkan aneka solusi nonmiliter. Indonesia adalah negeri dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, juga dengan beberapa prestasi domestik yang bisa dibanggakan: penyelesaian damai atas konflik di Aceh, di samping demokratisasi. Negosiasi bukan jalan mustahil. Indonesia bisa menyambut hangat kunjungan Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad. Pada saat yang sama ia juga memulihkan kerja sama militer Indonesia-Amerika.

Dalam berbagai kesempatan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menawarkan diri sebagai mediator negosiasi (dengan Iran, pemerintah Otoritas Palestina, dan Korea Utara). Bahkan ia merencanakan kunjungan ke Korea Utara awal tahun ini. Sayangnya, uji coba rudal Korea Utara pada awal Juli membuatnya membatalkan kunjungan.

Duduk di kursi Dewan Keamanan tentu saja membuka peluang untuk memainkan peran lebih terhormat di pentas internasional, juga menuntut kesabaran. Kegagalan-kegagalan kecil, ketidakberdayaan menghadapi negara-negara anggota tetap Dewan Keamanan, boleh jadi pada akhirnya mengundang ketidaksabaran di dalam negeri. Para kritikus akan berteriak: apa gunanya membuang-buang energi dan dana untuk politik luar negeri, sementara aneka masalah domestik—sebut saja: pengangguran, korupsi—tidak semakin surut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus