Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Percayakah Anda bahwa bentrok antara tentara dan polisi sering bersumber dari beking-bekingan urusan perut? (04 - 11 Oktober 2002) | ||
Ya | ||
92,1% | 866 | |
No | ||
6,3% | 59 | |
Tidak tahu | ||
1,6% | 15 | |
Total | 100% | 940 |
TINDAK tegas tentara dan polisi yang menjadi beking kejahatan!” Begitu perintah keras dari RI-2, Hamzah Haz. Rupanya, dia begitu gerah dan pusing dengan berulang-ulangnya bentrokan antara tentara dan polisi. Apalagi bentrokan seperti itu acap dipicu oleh urusan perut. Bentuknya apa lagi kalau bukan beking-bekingan, terutama dalam bisnis judi dan narkoba.
Itu juga yang terjadi dalam kasus ”perang” tentara dan polisi di Binjai, Sumatera Utara, akhir bulan lalu. Catatan Tempo News Room menunjukkan, tiga kasus bentrokan antara polisi dan tentara di Medan selama Juni-September 2002 dilatarbelakangi ulah perbekingan terhadap tindak kejahatan, masing-masing kasus pencurian kelapa sawit, judi dadu kopyok, dan narkoba.
Pada awalnya, tudingan praktek beking di belakang kasus di Binjai memang sempat dibantah oleh para petinggi tentara dan polisi. Dalih mereka, konflik itu meletus karena jiwa korps yang berlebihan ditambah emosi jiwa muda prajurit. Tapi, pekan lalu, Komandan Pusat Polisi Militer Sulaiman A.B. mengeluarkan pernyataan berbeda. Berdasarkan penyelidikan yang dilakukan lembaganya, ”Untuk sementara disimpulkan ada indikasi prajurit Batalion Lintas Udara terlibat praktek beking,” katanya.
Sinyalemen Hamzah dan pengakuan Sulaiman ternyata sejalan dengan pendapat mayoritas responden jajak pendapat yang dilakukan www.tempointeraktif.com. Sebanyak 92,1 persen dari total 940 responden percaya bahwa bentrokan antara tentara dan polisi sering bersumber dari beking-bekingan urusan perut. Sisanya menyatakan tidak percaya (6,3 persen) dan tidak tahu (1,6 persen).
Jajak Pendapat Pekan Depan: Kredibilitas Kejaksaan Agung sebagai pilar pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme tercoreng. Kali ini penyebab utamanya justru berasal dari bos lembaga itu: Jaksa Agung M.A. Rachman. Gara-garanya, ia tak melaporkan kepemilikan rumah mewah di Graha Cinere Blok E-1 Nomor 11-A, Depok, ke Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara. Buntutnya, Rachman dan sejumlah orang yang dianggap tahu tentang riwayat rumah itu diperiksa.
Dalam urusan ini, advokat senior Adnan Buyung Nasution menilai Rachman telah melakukan pelanggaran hukum karena memberikan keterangan palsu. Ia mendesak agar Jaksa Agung itu mundur dari jabatannya. Tuntutan yang sama disuarakan sejumlah politisi, pengamat, dan pemerhati hukum. Rachman sendiri, seperti ditulis majalah ini pekan lalu, sempat menyatakan kesiapannya untuk mundur. Tapi, entah kenapa, belakangan ia membantah kabar itu dan berkukuh menduduki jabatannya. Sikap itu ternyata didukung penuh oleh para jaksa agung muda di lingkungan Kejaksaan Agung. Nah, berdasarkan kenyataan di atas, pertanyaannya adalah ”Pantaskah Jaksa Agung M.A. Rachman bertahan setelah dituding memberikan keterangan palsu?” Apa pun pendapat Anda, suarakan lewat www.tempointeraktif.com. |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo