Pada 22 September 1993, saya berangkat dari Jakarta menuju Surabaya dengan Pelni. Setelah tiket kami diperiksa, oleh beberapa petugas wanita saya disuruh membayar asuransi, yang preminya Rp 1.000 dan ongkos administrasinya Rp 1.000. Jadi, kami harus membayar Rp 2.000 per tiket. Saya tidak mau membayarnya, soalnya dalam tiket jelas sekali disebutkan, setiap penumpang sudah dilindungi dengan Asuransi Jasa Raharja. Jadi, saya pikir, untuk apa lagi membayar asuransi. Peristiwa serupa terjadi lagi di Surabaya. Malah lebih parah. Saya diminta membayar dana PON yang, lucunya, tinggal berlangsung 10 hari lagi. Repotnya, sementara di Jakarta saya bisa menolak, di Surabaya saya terpaksa membayar: premi kosong (tanpa nama) dan stiker dana PON dilampirkan pada tiket yang saya beli. Menurut saya, ini merupakan pemerasan yang langsung dirasakan rakyat kecil. Bagaimana, Pelni?FERRY Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini