PEKAN ini Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) punya gawe. Ada Kongres PWI, dan ada Pekan Olahraga Wartawan Nasional (Porwanas), yang keduanya berlangsung di Lampung. Kegiatan itu sama-sama penting, walau berbeda kadarnya. Yang satu mencari pengurus baru, sedangkan yang satu lagi memburu gelar juara, sekaligus meningkatkan kebugaran. Wartawan kan perlu sehat? Untuk kegiatan olah tubuh itu, lima wartawan TEMPO terlibat, dan mereka harus boyong ke sana. Mereka terdaftar sebagai kontingen PWI Jaya. Mereka adalah Ahmed Kurnia Soeriawidjaja, Toriq Hadad, dan Rudy Novrianto, yang akan turun di nomor tenis lapangan. Adapun Widi Yarmanto dan Andy Reza Rohadian akan bertarung di cabang tenis meja. Awak TEMPO yang terjun ke Porwanas kali ini agak istimewa. Sebab, kelimanya adalah wartawan berani jamin deh, mereka bukan wartawan kagetan yang sering meliput kegiatan olahraga. Widi, misalnya, saat ini menjadi penjaga gawang rubrik Olahraga. Sedangkan Ahmed (kini penanggung jawab rubrik Nasional) dan Toriq (kini Kepala Biro Jakarta), juga pernah menjadi penanggung jawab rubrik ini. Rudy Novrianto, kampiun tenis di kalangan TEMPO itu, dulu lama pula berkutat sebagai reporter olahraga. Pada tahun 1990, Toriq dan Rudy pernah bertugas meliput Piala Dunia di Italia. Terpilihnya Ahmed dan kawan-kawan dalam kontingen PWI Jakarta setelah mereka berhasil lolos dalam seleksi yang diadakan awal Oktober lalu. Dalam seleksi yang diikuti oleh 17 petenis meja ''kelas wartawan'' di markas Siwo Senayan itu, Widi dan Reza masing-masing menang lima kali. ''Berapa kali kami kalah tak jadi ukuran, yang penting bisa terbawa ke Lampung,'' kata Reza, jika ditanya rekannya di kantor. Keberhasilan Widi dan Reza itu tentu berkat seringnya mereka ''mencuri'' waktu di tengah kesibukan memburu berita, untuk berlatih tenis meja. Tempatnya tak jauh-jauh, cukup di basement pelataran parkir kantor TEMPO. Mitra latih mereka adalah para satpam gedung. Udara pengap lantaran sirkulasi ruangan itu yang kurang bagus tak menjadi soal. Yang penting: mereka bisa keluar keringat, dan kemudian lolos seleksi. Peluang di Porwanas? ''Wah,... berat. Wong, saya cuma mau cari keringat, kok,'' ujar Widi, ayah tiga anak itu. ''Ya, hitung-hitung refreshing,'' tambah Reza. Jadi, mereka berangkat ke Lampung tanpa target, juga tanpa iming-iming bonus maklum, kan bukan atlet sungguhan. Toriq, Ahmed, dan Rudy juga tak punya target menggondol medali. Tapi semangat menang seperti yang telah mereka raih selama seleksi bukan tak ada. Ketika itu, seleksi tenis lapangan diadakan di Hotel Hilton, kayak turnamen internasional saja. Bedanya, turnamen internasional dipenuhi penonton, sedangkan seleksi tim tenis PWI Jaya ini sepi penggemar. Penontonnya, ya, hanya kalangan wartawan. Kalaupun saat itu ada penonton istimewa: petenis andalan Indonesia dan Jepang, Yayuk Basuki dan Nana Miyagi, itu karena kebetulan mereka sedang berlatih di lapangan sebelah, bersama pelatih Suharyadi. Dalam seleksi, petenis TEMPO mendominasi kelompok usia di bawah 40 tahun. Bahkan Rudy Novrianto mendapat kepercayaan sebagai manajer tim untuk cabang yang prestisius ini. Rudy boleh dibilang sudah karatan membela kontingen PWI Jaya. Anak kelahiran Surabaya itu sudah tampil di Porwanas I di Semarang, 1983. Untuk tingkat kuli tinta, Rudy, Toriq, dan Ahmed memang sudah tak asing lagi di dunia tenis. Selain aktif mengikuti berbagai turnamen antarwartawan, mereka juga rajin bertanding dengan para menteri. ''Itu kan untuk lobi,'' celetuk Ahmed.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini