Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Angka

Dukung Pilkada Langsung

22 September 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tempo.co

Apakah Anda setuju kepala daerah dipilih DPRD?
Ya
8,3% 215
Tidak
90,5% 2.348
Tidak Tahu
1,2% 32
Total (100%) 2.595

Kontroversi ini bermula ketika pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. RUU yang sudah dua tahun ngendon di Dewan Perwakilan Rakyat ini harus disahkan pada 25 September 2014. Satu hal yang menjadi momok adalah mengubah sistem pemilihan kepala daerah, dari yang semula langsung oleh rakyat menjadi didelegasikan ke DPRD, demi penghematan anggaran.

Partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (Gerindra, Golkar, PAN, PKS, PPP, dan PBB) optimistis RUU Pilkada lolos. Asumsinya, mereka mengklaim mendapat dukungan mayoritas suara di DPR, yakni 292 kursi, dan didukung 60 persen lebih kepala daerah. Sedangkan kubu penentangnya-PDIP, PKB, Hanura, NasDem, PKPI, dan Demokrat-dengan total 268 kursi, menolak RUU Pilkada.

Lalu apa kata rakyat? Tak diragukan lagi, jawabannya: rakyat Indonesia menghendaki pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung. Beragam cara ditempuh untuk menyampaikan aspirasi ini. Dari membuat petisi online di change.org, gelombang #DukungPilkadaLangsung di Twitter, sampai unjuk rasa menolak pilkada oleh DPRD di berbagai daerah.

Seorang penanda tangan petisi mendukung pilkada langsung, Cantika Rustandi, 23 tahun, mengatakan tak ingin suara rakyat dirampas. "Kita jangan mundur ke Orde Baru. Pemilihan langsung harus didukung karena sudah menghasilkan orang-orang hebat, seperti Jokowi dan Ahok," katanya.

Sikap gadis ini setidaknya mewakili 2.595 peserta jajak pendapat di Tempo.co. Dari jumlah itu, 2.348 atau 90,5 persen setuju pilkada langsung. Hanya 215 responden (8,3 persen) yang mendukung pilkada oleh DPRD dan sisanya, 32 orang (1,2 persen), menyatakan tidak tahu.

Derasnya dukungan mempertahankan sistem pilkada langsung juga datang dari kepala-kepala daerah. Yang paling ekstrem adalah keputusan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mundur dari Gerindra-partai yang mengantarnya duduk di kursi Wakil Gubernur DKI. Menurut Ahok, jika pilkada ditentukan DPRD, kepala daerah tak ubahnya sapi perah. "Nanti ada kongkalikong," ujarnya.

Kalaupun RUU Pilkada jadi disahkan, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan ada sejumlah rambu yang harus ditaati. Pertama, Komisi Pemberantasan Korupsi turut serta dalam mendeteksi rekam jejak calon kepala daerah. Kedua, ada uji kelayakan dan kepatutan bagi calon kepala daerah oleh akademikus, tokoh masyarakat, serta komisioner Komisi Pemilihan Umum. Ketiga, pilkada dilakukan serentak.

Ikuti Polling Indikator di www.yahoo.co.id

Indikator Pekan Ini

Apakah Anda setuju langkah Jokowi yang cukup besar mengakomodasi politikus di kabinet? www.tempo.co.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus