Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Fisioterapi, mandi uap atau salon

Fisioterapi ternyata disalah gunakan oleh beberapa salon dan panti pijat. dalam penataran fisioterapi diselenggarakan oleh ikafi, organisasi itu meminta agar sebelum izin diberikan rekomendasi ikafi.

17 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Fisioterapi, mandi uap atau salon
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
DI sebuah jalan yang termasuk ramai di Kota Bandung, ada sebuah salon dengan nama "Nina Salon Hair and Beauty". Merk itu disertai dengan kata-kata "fisioterapi". Namun orang yang memasuki salon itu segera mahfum, perawatan macam apa yang ada di situ. Sebab di ruangan tamu salon itu segera akan terlihat wanita-wanita berpakaian minim. Suasana yang ada di salon itu tidak banyak beda dengan tempat mandi uap biasa. Wanita-wanita itu ditempatkan di ruang berkaca yang tembus pandang. Mereka bergaya macam-macam dengan pakaian-pakaian yang membangkitkan gairah laki-laki. Tamu-tamu yang masuk, bisa memilih dari balik kaca. Pemilik salon itu, Ny. Atik Purwati yang dikenal dengan panggilan "mama", akan menanyai tamunya "Ingin pijat sebenarnya atau pijat santai? Kalau ingin santai, tamu dipersilakan memilih partnernya sendiri. Jika meminta pijat untuk kesehatan, Ny. Atik akan memilihkannya. Tarifnya: Rp 4.500 sekali pijat biasa untuk pijat khusus: tamu berunding lngsung dengan wanita yang akan memijatnya. Di salon "Nina" itu memang tersedia 35 orang pemijat yang bekerja dari pagi secara bergiliran sampai tengah malam. Di tempat itu ada 20 kamar ukuran masing-masing 2,5 x 2 m, yang dilengkapi sebuah tempat tidur dan alat pijat berupa cream. Tidak ada sebuah alat pun yang menandakan tempat itu klinik fisioterapi. "Tetapi pijat yang kami lakukan adalah fisioterapi," bantah Ny. Atik. Menurut ibu 6 orang anak ini, anura pijat dan fisioterapi itu sulit dibedakan. Kalaupun ada perbedaan, katanya, itu hanya dalam hal alat yang digunakan. Misalnya, untuk fisioterapi umumnya dipakai alat-alat elektronis, sementara di "Nina Salon", hanya tenaga manusia. "Tetapi kami juga belajar anatomi," kata Ny. Atik. Sebab itu ia merasa jengkel kalau IKAFI (Ikatan Ahli Fisioterapi Indonesia) keberatan terhadap praktek-praktek yang dilakukan di salon atau panti pijat yang mencantumkan kesanggupan perawatan secara fisioterapi. "Apa karena kami tidak melewati sekolah khusus?" tanyanya. Ternyata perkara pendidikan khusus itu yang memang dicemaskan para ahli fisioterapi. Sebab fisioterapi sebenarnya adalah pengobatan dan perawatan tubuh yang hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang mendapat pendidikan formal untuk itu. "Pijat hanya sebagian dari fisioterapi," ujar I Gede Samba, seorang ahli fisioterapi di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung. Samba yang juga Ketua Departemen Pendidikan IKAFI membenarkan ada keluhan anggota IKAFI tentang munculnya klinik-klinik yang mengatasnamakan fisioterapi. Sebab itu dalam penataran yang dilakukan IKAFI akhir September lalu di Bandung, organisasi ini meminta agar sebelum iin diberikan pemerintah untuk klinik fisioterapi, harus ada rekomendasi IKAFI. "Sebab banyak klinik yang tidak memenuhi syarat untuk merawat fisioterapi," ujar Samba. Kekhawatiran IKAFI memang beralasaln Selain banyak klinik yang sebetulnya cuma panti pijat biasa dengan memakai nama fisioterapi, juga tumbuh salon-salon fisioterapi. Di kompleks Pasar Tunjungan Surabaya, misalnya, ada salon fisioterapi "Yuliet". Berbeda dengan "Nina Salon", "Yuliet" tidak memperlihatkan paha mulus sebelum perawatan dimulai. Pengusahanya, Ny. Elia Soesianty mewawancarai setiap pasien yang masuk, sebelum melakukan pengobatan. Bak seorang dokter, wanita itu dengan tekun mendengarkan seorang pelajar putri yang mengeluh: bintik-bintik timbul di wajahnya. "Saya wawancarai untuk mengetahui penyebab flek-flek itu," ujar Ny. Elia kepada TEMPO. Mengaku murid ahli kecantikan Dr. Claude Jally di Paris, Ny. Elia menyimpulkan penyebab bintik-bintik hitam di wajah pasiennya itu karena ketegangan jiwa. Sebab itu, ia lebih banyak memberikan nasihat untuk mengurangi ketegangan si gadis. "Kalau saya anggap paSien perlu pengobatan, baru saya beri pil atau kosmetik yang cocok," kata Ny. Elia yang mengaku sudah 20 tahun bergulat dengan masalah kecantikan. Bintik-bintik seperti yang diderita pasiennya hari itu, menurut Ny. Elia bisa disembuhkan dengan perawatan yang teratur selama 2 tahun. Setiap perawatan pasien ia mengenakan tarif Rp 4.000. "Asalkan tidak terlambat, pengobatan akan berhasil," Ny. Elia meyakinkan. Tetapi seorang ibu yang menjadi pasien salon "Yuliet" mengeluh, keriput di wajahnya tidak pernah sembuh walau sudah berkali-kali dirawat di salon itu. Ia akhirnya bosan dirawat di sana. "Nasihatnya itu-itu saja misalnya jangan bicara ngotot, Jangan suka marah, padahal semua itu sudah saya turuti," katanya. Untuk menjadi ahli fisioterapi memang tidak gampang, kata Samba. Seorang ahli fisioterapi harus menjalani pendidikan formal selama 3 tahun, ditambah praktek sedikitnya 2 tahun. Satu-satunya tempat pendidikan fisioterapi di Indonesia, terdapat di Sala. "Dalam pendidikan, siswa tidak hanya belajar fisioterapi, tapi juga ilmu-ilmu lain yang mendukung fisioterapi," kata Samba. Seorang ahli fisioterapi, harus bisa mendeteksi dan menganalisa penyakit pasien. Untuk itu siswa diberi juga pelajaran-pelajaran ilmu faal, anatomi, fathologi, bio kimia dan histologi. Karena itu, tambah Samba, tak mudah mengaku-ngaku bisa melakukan perawatan secara fisioterapis, seperti beberapa salondan panti pijat tadi. "Sebab, kalau terjadi salah pijat, bisa merusak jaringan tubuh dan mendatangkan penyakit encok," kata Samba. Pendapat Samba ini dibenarkan Budoyo SMPH, seorang pendiri Klinik Fisioterapi Sasana Hudaya, Kebayoran Baru, Jakarta. Klinik Sasana Hudaya yang ber-AC itu, memang laris dikunjungi pasien. Ruang tunggunya selalu penuh penderita yang antre menunggu giliran, di antaranya orang asing. "Pijat itu hanya salah satu dari sekian banyak terapi," ujat Budoyo, tanpa mengaku banyaknya panti pijat yang memakai nama fisioterapi. Tetapi rekannya, Paryono, menambahkan, tidak pantas sebuah salon memakai nama fisioterapi." Bagaimana salon bisa menerima resep dokter?" tanya Paryono. Sebab seorang ahli fisioterapi juga menerima resep dokter dan merawat pasien menurut diagnosa resep dokter. Di Klinik Sasana Hudaya memang tersedia berbagai macam peralatan, dari yang sederhana seperti lilin, bola, tangga, sampai peralatan elektronis. Menurut Paryono penggunaan alat-alat itu juga tidak sembarangan -- ada ketentuannya dan jangka waktunya, tergantung penyakit pasien. "Penggunaan yang salah, bisa berakibat fatal bagi pasien," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus