KLINIK KB sekolah untuk pelajar? Hampir dua tahun
dipergunjingkan berlarut-larut.
Alasan yang kontra begitu gamblang: Bagaimana nanti citra
sekolah kita di mata khalayak ramai? Sekolah cabul, sekolah
bejat? Klinik remaja juga akan menghabiskan energi dan
menggerogoti ruangan sekolah secara percuma. Tokh pelajar akan
sangsi menggunakan klinik KB itu, lantaran khawatir ketahuan
kegiatannya di bidang seks.
Namun akhirnya, menanglah mereka yang pro. Yang kontra jadi
kendur. Pikir mereka, kenyataannya sudah begitu mau apa lagi?
Setuju atau tidak setuju, pelajar sekolah menengah berhamilan.
Kalau mau realistis, selamatkanlah yang dapat diselamatkan.
Kalaupun misalnya anak hamil dan melahirkan, hadapilah semuanya
itu dengan penuh pengertian dan kebijaksanaan. Habis?
Maka disepakatilah beberapa persyaratan: Kepala sekolah akan
bertanggungjawab terhadap program. Ruang yang ada tidak akan
digunakan sehingga merugikan program sekolah. Program akan
ditinjau lagi sesudah setahun.
Begitulah di Sekolah menengah St. Paul, Minnesota, Amerika
Serikat, wajah bekas gudang dekat kafetaria berubah menjadi
klinik, pada tahun 1973. Di sana SMP dan SMA digabung menjadi
satu. Dan klinik itu layanannya beragam-ragam, mencakup
informasi dan nasihat tentang kontrasepsi, tes kehamilan, tes
dan pengobatan penyakit kelamin, malah juga rawatan pranatal dan
post-partum.
Sepi permulaannya. Jarang yang datang. Kemudian klinik itu
dipindahkan ke bekas ruang kelas yang dipugar. Fungsinya
diperluas. Kegiatannya juga meliputi pemeriksaan fisik untuk
keperluan atletik atau mencari pekerjaan. Tempat itu pun menjadi
lebih menarik, karena kunjungan remaja tidak lagi melulu urusan
seks. Malah kedatangan mereka yang mempunyai persoalan seks
semakin tidak kentara. Pendek kata, kunjungan jadi ramai.
Layanan diusahakan sebaik mungkin. Petugas sosial (social
worker) siap membantu bila diperlukan. Sangat disadari rupanya
bahwa masalah emosi yang dihadapi para remaja tldak kurang
pentingnya dari masalah kontrasepsi.
Kalau diperlukan, petugas yang terlatih ini dapat menghubungi
pasangan (partner) yang bersangkutan, guna memecahkan persoalan
tertentu. Dia juga dapat menghubungi orangtua, tapi itu hanya
dilakukan atas permintaan si anak. Tanpa permintaannya hal itu
tidak boleh dilakukan petugas klinik. Asas kerahasiaan memang
dipegang teguh.
Pemeriksaan, informasi dan nasihat KB diadakan di klinik
sekolah. Tapi pelajar yang memerlukan kontrasepsi dan pemasangan
alat kontrasepsi dipersilakan datang ke klinik khusus di St.
Paul-Ramsey Medical Center, sesudah jam sekolah atau sore.
Di situ bertugas perawat, petugas sosial dan ahli kandungan,
yang juga staf dari klinik sekolah mereka. Jadi mereka bertemu
dengan orang-orang yang sama, wajah-wajah yang sudah mereka
kenal di sekolah. Staf klinik sekolah lainnya adalah seorang
dokter spesialis anak-anak, yang membuka praktek untuk mereka di
daerah yang berdekatan.
Proyek klinik sekolah yang dimulai tahun 1973 diakhiri pada
tahun 1976, untuk dilanjutkan dengan proyek klinik yang baru.
Hasilnya? Hasil usaha 6 tahun--April 1973 sampai 31 Mei
1979--lumayan. Pada akhir tahun ketiga (1976) 50% dari pelajar
yang telah mengunjungi klinik, paling tidak sekali. Sebanyak 92%
dari pelajar yang hamil mendapat layanan prenatal.
Angka putus sekolah sesudah melahirkan juga menurun dari 45%
pada 1973 menjadi 10% pada 1976. Jadi, tambah banyak pelajar
yang menamatkan sekolah menengah setelah melahirkan. Kehamilan
ulang tidak terjadi pada mereka yang telah melahirkan dan
meneruskan sekolah. Tingkat kelangsungan pemakaian kontrasepsi
tinggi, sebesar 86,4% setelah jangka waktu 3 tahun.
Sejak diadakan perubahan klinik pada tahun 1976, pemanfaatannya
terus meningkat. Pada tahun ajaran 1976-1977 sebanyak 32% dari
seluruh pelajar menggunakan layanan klinik pada tahun 1978-79
jumlah yang memanfaatkannya menjadi 75% atau sebanyak 1465
pelajar.
Sejalan dengan itu jumlah pelajar wanita yang menjadi akseptor
KB juga meningkat. Pada tahun ajaran 1976-77 pelajar wanita
akseptor KB sebanyak 7% (dari jumlah pelajar wanita), pada tahun
1978-79 meningkat menjadi 25%. Usia mereka berkisar antara 13
dan 19 tahun, dengan rata-rata 16,0 tahun. Sebanyak 85% memilih
pil anti-hamil, 10% memilih IUD dan 5% memilih cara yang
lainnya.
Walaupun kegiatan seks nampaknya meningkat tapi jumlah kehamilan
menurun. Itu merupakan hasil utama dari program klinik sekolah
tersebut. Jumlah kehamilan pelajar menurun 40% pada tahun
1978-79, bila dibandingkan dengan 1976-77. Angka kelahiran
pelajar di sekolah itu menurun dari 60 kelahiran per 100 menjadi
46 per 1000, dalam 3 tahun terakhir.
Bagaimana dengan mereka yang telah tamat? Mereka tetap dibantu
dan diperhatikan. Sumber lainnya untuk mendapatkan kontrasepsi
diberitahukan kepada mereka, sebelum berangkat untuk selamanya.
Akhirulkalam, setan mini semakin bertambah, setan maksi semakin
berkurang. Disarikan dari Laura E. Edwars et.al., "Adolescent
Pregnancy Prevention Services in High School Clinics," Family
Planning Perspectives, Vol. 12, No. 1, 1980.)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini