Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Gedung Bersejarah Kok Dirubuhkan?

29 Maret 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saya adalah warga Kabupaten Tegal asli. Meski saya bersekolah dan bekerja di kota lain, saya bangga dengan kota saya, terutama perkembangan kesadaran masyarakatnya. Tegal adalah daerah pertama yang menyatakan perang terhadap KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme) secara konkret. Rakyatnya bergerak menolak kepemimpinan formal yang korup.

Selain itu kota ini penuh sejarah, baik sejarah kepahlawanan tokoh-tokohnya maupun sejarah daerahnya sendiri. Bupati Tegal Adipati Martoloyo adalah salah seorang andalan Sultan Agung untuk menggempur

Batavia. Anton Lukas dan Audrey Kahin menyebut kota ini sebagai tonggak penting revolusi Indonesia dalam Peristiwa Tiga Daerah.

Di Slawi, ibu kota Kabupaten Tegal, banyak juga bangunan kuno peninggalan Belanda. Slawi adalah kota yang tumbuh karena cultuurstelsel. Di sini ada kantor sebuah perusahaan gula Belanda yang pernah menjadi Markas Komando (Mako) Brigif 4 Slawi (belakangan dipinjam untuk Kantor Bupati Tegal).

Ketika perang kemerdekaan, gedung ini dijadikan markas tentara Belanda dan tak sedikit pejuang kita yang disiksa dan mati di sana. Jenderal Ahmad Yani bahkan pernah menggunakan gedung ini sebagai markas Banteng Raiders. Ketika radikalisme Kutil muncul, gedung itu juga menjadi saksi kekejaman pemberontakan Kutil yang notabene bromocorah itu. Pemberontakan Kutil akhirnya membersihkan keturunan dan budaya orang-orang Belanda yang ada di Slawi dan Tegal.

Saya terkejut ketika pada hari Minggu, 21 Maret saya mendapati gedung tersebut sudah rata tanah. Saya tak habis pikir, siapa yang tega melakukannya. Yang jelas, ia pasti tak tahu sejarah dan makna sebuah gedung (bukan fisiknya) bagi kepribadian sebuah kota dan penghuninya.

Saya tak tahu harus protes ke mana. Yang mengherankan, DPRD Kabupaten Tegal atau tokoh-tokohnya sama sekali tak bersuara. Yang saya takutkan, kelak ketika saya pulang lagi ke Tegal, kota ini tak ada lagi bedanya dengan kota-kota lain di Indonesia. Kering dan tak ada maknanya. Saya berharap bisa mendapatkan penjelasan dari pihak yang berwenang tentang kasus ini.

NONO KUSNAN
Jalan Pisangan Lama II No. 24
Jakarta Timur

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum