Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hak Jawab Universitas Negeri Semarang
Terkait dengan laporan utama majalah Tempo edisi 15-21 Februari 2021 “Obral Doctor Honoris Causa”, kami dari Universitas Negeri Semarang ingin mengajukan hak jawab.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
1. Majalah Tempo menampilkan foto Rektor dan Senat Unnes tanpa ada konfirmasi dan izin dari Rektor Unnes. Ini sangat merugikan kami. Kami menegaskan, tidak ada obral gelar di Unnes.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
2. Pada halaman 27, Tempo menulis opini yang menyatakan pemberian gelar doktor kehormatan oleh Unnes secara serampangan dan salah kaprah. Anggapan itu tidak benar. Penganugerahan doktor honoris causa sesuai dengan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 65 Tahun 2016 tentang Gelar Doktor Kehormatan. Pasal 1 menyebutkan bahwa gelar doktor honoris causa diberikan oleh perguruan tinggi yang memiliki program doktor dengan peringkat terakreditasi A kepada perseorangan yang layak memperoleh penghargaan dengan jasa yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan, teknologi, dan atau kemanusiaan. Unnes memberikan gelar doktor kehormatan dengan mekanisme yang sesuai dengan aturan.
3. Pada halaman 32, tertulis bahwa pemberian gelar doktor kehormatan untuk Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dan Habib Lutfhi menurut sejumlah guru besar Unnes tidak melalui forum ilmiah terbuka untuk menguji kemampuan akademik mereka. Tuduhan itu tidak benar. Pemberian gelar didasarkan pada usul dan rekomendasi masyarakat, organisasi, atau lembaga dan kiprah yang bersangkutan. Kemudian, dilakukan kajian akademik oleh program studi doktor yang relevan. Kemudian, Senat Unnes yang di dalamnya juga terdapat profesor melakukan kajian akademik dan menggelar rapat pleno. Habib Luthfi menyampaikan orasi ilmiah berjudul "Komunikasi Dakwah dan Sejarah Kebangsaan."
4. Kami berharap Tempo meluruskan pemberitaan tersebut serta bersikap lebih profesional dan berbasis data valid dalam membuat berita sehingga tidak merugikan masyarakat.
Muhammad Burhanudin
Kepala Unit Pelaksanaan Teknis Pusat Hubungan Masyarakat Unnes
Terima kasih atas tanggapan Anda.
1. Penggunaan foto tersebut telah memenuhi etika jurnalistik dengan mencantumkan sumber foto.
2. Opini di majalah Tempo merupakan sikap redaksi terhadap fakta yang ditemukan dalam liputan tersebut.
3. Informasi tersebut kami dapatkan dari para guru besar dan dosen di Unnes.
4. Informasi yang kami dapatkan telah diverifikasi kebenarannya. Kami juga mewawancarai Rektor Unnes Fathur Rokhman sebagai bentuk keberimbangan berita.
Sepak Bola di Masa Pandemi
Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) memutuskan untuk menunda semua kompetisi sepak bola dari kasta terbawah, yaitu Liga 3, Liga 2, sampai kasta tertinggi liga hingga batas waktu yang belum ditentukan sejak pandemi Covid-19 merebak pada Maret 2020. Namun, pada 18 Februari 2021, Kementerian Pemuda dan Olahraga memberikan izin untuk kompetisi Piala Menpora.
Menteri Zainudin Amali menegaskan sekarang ini tidak dalam kondisi yang normal sehingga dukungan semua pihak dibutuhkan, termasuk dari pemilik klub, untuk menyukseskan turnamen pramusim ini. Semoga dalam waktu dekat kompetisi segera dimulai. Tapi perlu ada komitmen dari pemilik klub, pemimpin suporter, PSSI, serta pengelola kompetisi untuk benar-benar melaksanakan komitmen dengan pemerintah dan pihak kepolisian.
Turnamen pramusim ini juga menjadi ajang percobaan apakah sepak bola dapat berjalan kembali dengan kedisiplinan suporter. Sebagaimana diketahui, PSSI dan PT Liga Indonesia Baru ingin sepak bola digelar tanpa penonton, sebagaimana syarat dari Kepolisian RI.
Muhammad Ravel Satria
Tangerang, Banten
Foto Gunung Gede-Pangrango
Akhir-akhir ini media sosial ribut karena foto Gunung Gede-Pangrango terlihat di Kemayoran. Foto itu membuat heboh karena gunung tersebut terlihat jelas. Di luar soal heboh hal teknis di baliknya, kemunculan Gunung Gede-Pangrango menunjukkan cuaca bagus dan cerah. Polusi yang biasanya menutupi Jakarta tak ada lagi. Ini bisa juga terjadi karena berkurangnya kendaraan selama masa pengurangan aktivitas sosial karena pandemi virus corona.
Keadaan itu seharusnya menyadarkan kita bahwa pemandangan dan pengurangan polusi ternyata mahal. Dunia mesti mengalami pandemi untuk bisa menikmatinya. Artinya, polusi itu datang dari kendaraan bermotor, mesin, pabrik, dan segala hal untuk menghela ekonomi. Apakah kita sadar bahwa aktivitas ekonomi membutuhkan biaya besar, tak hanya anggaran, tapi juga hak setiap orang akan udara untuk hidup dan beraktivitas.
Semoga pandemi segera berlalu. Dan setelah itu semestinya kita berubah, yakni mengubah cara kita dalam aktivitas ekonomi. Misalnya, mengubah energi kotor menjadi energi bersih. Kita tentu tak ingin melihat langit Jakarta terus-menerus diliputi kabut asap dan polusi hasil pembakaran untuk menopang aktivitas kita. Kita pasti bisa mewujudkannya, tidak harus menunggu pandemi berikutnya.
Putri A.H.
Jakarta
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo