Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERSIAPLAH menghadapi situasi ekonomi yang lebih berat pada 2021. Sinyal itu datang dari Bank Indonesia, yang memangkas bunga rujukannya menjadi 3,5 persen pada Kamis, 18 Februari lalu. Pemangkasan bunga memang merupakan salah satu upaya untuk membuat ekonomi bergerak lebih kencang. Namun penurunan bunga rujukan BI juga berisiko menekan kurs rupiah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski 2021 baru berjalan satu setengah bulan, pertanda bahwa ekonomi Indonesia bakal bergerak jauh lebih lamban ketimbang perkiraan sebelumnya sudah makin jelas. Salah satunya tampak pada laju inflasi yang masih sangat rendah. BI mematok target inflasi 2-4 persen tahun ini. Adapun inflasi Januari hanya 1,55 persen. Menurut konsensus di pasar, pada akhir kuartal pertama 2021 laju inflasi hanya akan mencapai sekitar 1,62 persen. Laju inflasi yang terlalu rendah merupakan salah satu indikasi bahwa ekonomi masih enggan bergerak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BI agaknya sepaham dengan konsensus pasar bahwa ekonomi Indonesia masih bergerak lamban. Itu sebabnya ada revisi target pertumbuhan ekonomi yang kini dipatok lebih rendah. BI memangkas estimasinya menjadi 4,3-5,3 persen. Sebelumnya, patokan BI sebesar 4,8-5,8 persen. Pemangkasan target pertumbuhan hingga setengah persen tergolong cukup signifikan.
Indikator lain yang juga dapat mengukur kebugaran ekonomi adalah ekspansi penyaluran kredit perbankan. Sebelumnya, BI memprediksi pertumbuhan kredit tahun ini pada rentang 7-9 persen. Kini hitungan BI mengerut, menjadi 5-7 persen. Kredit perbankan merupakan salah satu darah penggerak perekonomian. Pertumbuhan kredit yang lebih perlahan berarti perputaran roda ekonomi yang lebih lamban pula.
Persoalannya, tak ada kepastian bahwa ekonomi otomatis akan segera bergerak kencang setelah bunga turun. Sudah tampak sejak tahun lalu, tak ada relevansi signifikan antara penurunan bunga rujukan BI dan membaiknya ekonomi selama wabah Covid-19 belum teratasi. Sementara itu, pemerintah masih saja kukuh berpandangan bahwa membangun infrastruktur merupakan cara cepat mendongkrak ekonomi yang sedang ikut sakit karena terpapar pandemi.
Agar efektif menggairahkan ekonomi, penurunan bunga harus berlanjut dengan berbagai kebijakan di sektor riil yang lebih terarah dan punya daya ungkit besar. Pembangunan infrastruktur yang efeknya baru akan terasa dalam jangka panjang seharusnya tidak menjadi prioritas saat ini. Yang paling krusial tentu saja keberhasilan menghentikan wabah. Selama kegiatan ekonomi masih terbelenggu oleh terbatasnya mobilitas manusia, serendah apa pun suku bunga, ekonomi tak akan mungkin bergerak kencang.
Tak hanya menghadapi wabah yang begitu melumpuhkan, pemulihan ekonomi Indonesia juga harus menghadapi bahaya lain yang tak kalah mengancam. Kini pasar finansial global memanas karena harga berbagai aset melonjak di luar akal sehat. Investor seolah-olah mengabaikan berbagai isyarat bahwa pasar bisa kolaps setiap saat. Misalnya, memasuki 2021, harga obligasi berjangka panjang terbitan pemerintah Amerika Serikat mulai merosot. Padahal selama ini tingginya harga obligasi, yang berarti yield amat rendah, merupakan bahan bakar utama yang membuat pasar bergairah.
Dorongan inflasi global juga mulai terasa makin kencang. Harga berbagai komoditas utama, seperti minyak dan mineral hasil tambang, menanjak. Inflasi yang mendadak melompat tinggi juga dapat menjadi ancaman serius terhadap stabilitas pasar. Manajer investasi pada gilirannya harus melakukan berbagai penyesuaian dan realokasi dana investasi.
Saat ini ekonomi Indonesia masih bergantung pada aliran dana investasi portofolio dari luar negeri agar tetap sehat. Realokasi investasi global berpotensi menjadi marabahaya besar jika arahnya berbalik keluar dari negara-negara berkembang.
Itulah risiko dari dalam dan luar negeri yang sungguh menakutkan. Tak ada jalan lain untuk mengatasinya. Bersiaplah!
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo