Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Jangan memojokkan pramugari kita

17 April 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Membaca berita tentang pengoperasian pesawat B-737 oleh Bouraq Indonesia Airlines pada beberapa media massa, terus terang saya ikut bangga dan gembira. Itu berarti penerbangan nasional kita semakin ramai dan kompetitif: setelah Sempati memakai pesawat jet, lalu disusul oleh Bouraq. Tapi, setelah saya membaca berita itu lebih saksama, terus terang saya menjadi terkejut, kecewa, dan tersinggung. Terkejut karena dengan dalih untuk meningkatkan ''keramah-tamahan'' pramugarinya, Bouraq lalu mengontrak enam pramugari asing, dari Malaysia, Singapura, dan Filipina. Seberapa parahkah mutu pramugari Bouraq? Saya yakin, rekan-rekan pramugari Bouraq tak kalah mutunya dibandingkan dengan pramugari asing. Saya yakin sebab ada beberapa eks-pramugari Bouraq bekerja di tempat saya bekerja. Dan bahkan ada yang sudah diangkat menjadi pegawai tetap. Menurut pendapat saya, justru pramugari kitalah yang lebih memiliki keramah-tamahan. Lalu, apakah ada jaminan, dengan adanya keramah-tamahan, mereka akan memberikan pelayanan yang lebih baik? Apakah mereka itu sudah paham betul akan adat istiadat dan budaya bangsa kita sehingga didatangkan untuk mendidik pramugari Bouraq (wanita- wanita Indonesia)? Lewat pengalaman saya terbang selama 14 tahun, baik di dalam maupun luar negeri, saya melihat bahwa pramugari kita tak bisa disalahkan begitu saja. Tapi, sayangnya, saya tak bisa menjelaskannya di sini. Masalahnya, mungkin, tak adanya komunikasi timbal balik antara penumpang dan pramugari. Juga, belum adanya pengakuan dari sebagian masyarakat Indonesia bahwa profesi pramugari adalah pekerjaan mulia. Pramugari menghormati dan menyambut penumpang sebagai tamu mereka di pesawat. Tapi, sebaliknya, sebagian penumpang masih ada yang menganggap mereka sebagai pelayan. Perbuatan ramah mereka kepada para penumpang selama penerbangan (personal service) oleh sebagian penumpang dianggap genit, terlalu ramah, dan bisaan (diajak kencan), sampai-sampai hal pribadi ditanyakan. Kesimpulannya, ketidak-ramahan pramugari Indonesia bukanlah pada pramugari itu sendiri, melainkan masih ada penyebab lainnya. Dalam hal ini, bukannya saya tidak senang kepada penumpang dalam negeri, tapi itu semua saya beberkan agar persoalan menjadi jelas. Juga agar pramugari-pramugari kita di perusahaan penerbangan Indonesia tak selalu dipojokkan dalam hal beramah-tamah. GATOT S. SUSILO Alamat ada pada Redaksi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus