Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Puisi Satire
PUISI karya saya berjudul “Bapakku Koruptor” diulas di buku yang berjudul Menyelami Keindahan Sastra Indonesia. Buku karya Lianawati W.S. ini menggolongkan puisi saya dalam genre puisi satire. Buku Menyelami Keindahan Sastra Indonesia ini diterbitkan oleh penerbit BIP dari grup Gramedia. Buku ini terbit pada 2019. Permasalahannya, saya belum punya buku ini. Bagi pembaca Tempo yang mempunyai buku ini, saya berharap bisa mengirimkan buku itu ke saya. Tentu nanti saya ganti senilai harga buku dan ongkos kirimnya. Atau setidaknya kalau ada pembaca Tempo yang tahu saya harus beli di mana, mohon informasinya. Terima kasih untuk Tempo dan pembaca setianya yang bisa menolong saya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Muhisom Setiaki
Temanggung, Jawa Tengah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengangguran, Kemiskinan, Kesenjangan
DI negeri ini ada tiga masalah utama yang menjadi pekerjaan berat dan besar bagi pemimpin sekarang dan yang akan datang. Karena mengatasinya memakan waktu yang tidak sebentar, hal ini memerlukan kerja yang sangat keras, komitmen, dan usaha berkesinambungan.
Pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan merupakan potret nyata kondisi di negeri kita tercinta ini. Ketiga kata tersebut bila dijabarkan satu per satu mempunyai arti serta pemahaman yang berbeda, walaupun sama-sama bermakna negatif. Namun, di sisi lain, ketiganya berkaitan serta berhubungan sangat erat karena memiliki sebab dan akibat.
Apabila pengangguran dihilangkan atau paling tidak bisa dikurangi, tentunya kemiskinan menjadi berkurang, karena kedua masalah tersebut berbanding lurus. Pun, secara tidak langsung, kesenjangan bisa diatasi pada batas-batas tertentu atau jaraknya dipersempit. Sebab, kesenjangan tidak bisa dihilangkan sama sekali. Ini adalah hukum alam.
Yang menjadi masalah, untuk mengatasi pengangguran saja sampai hari ini para pengelola negeri masih tergagap-gagap, seperti kehilangan arah harus berbuat dan melakukan apa. Apalagi menghilangkan kemiskinan dan kesenjangan?
Pengangguran adalah masalah klasik di negeri ini, bukan merupakan sesuatu hal yang baru. Namun, setiap kali terjadi perubahan kepemimpinan, tidak pernah terlihat adanya terobosan untuk mengatasi permasalahan yang mendasar tersebut dengan baik. Hanya wacana dan rencana yang terus dikumandangkan tanpa langkah dan tindakan nyata.
Para ketua partai politik sudah bertemu secara setengah kamar sebagai pemanasan menuju Pemilihan Umum 2024. Ada juga koalisi partai yang sudah terbentuk, walaupun sepertinya masih setengah matang. Apa pun langkah yang telah diambil oleh partai, tidak ada yang keliru. Namun apakah masalah pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan menjadi bahan untuk dibicarakan? Topik utama pembicaraan mereka tidak akan jauh dari masalah pembagian kekuasaan, bagaimana pengaturannya, dan siapa dapat apa. Negeri ini sudah dikaveling-kaveling sesuai dengan jatah dan kepentingan masing-masing, tanpa mempertimbangkan dan memikirkan rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Yang menjadi pertanyaan, kenapa permasalahan pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan tidak dijadikan prioritas?
Seperti kita tahu, partai-partai politik sudah kehilangan fungsi dan tanggung jawab utama dalam mendorong dan melahirkan pemimpin masa depan yang tidak terbelenggu tujuan jangka pendek. Akhirnya berbagai permasalahan mendasar yang ada tidak pernah tersentuh dengan baik.
Samesto Nitisastro
Depok, Jawa Barat
Kisruh Asuransi Bumiputera
TIDAK terasa klaim polis AJB Bumiputera 1912 saya yang sudah dua tahun jatuh tempo belum juga dibayar. Eloknya, Bumiputera tidak pernah memberi tahu apalagi meminta maaf atas kejadian ini. Padahal setahu saya perusahaan asuransi swasta ini sudah berumur satu abad lebih. Dan selama ini baik-baik saja. Ternyata saya tidak sendirian. Ada ratusan ribu nasabah dan pemegang polis yang bernasib sama. Bahkan ada nasabah yang datang dari luar Pulau Jawa berusaha mengurus haknya tapi sia-sia.
Selain nasabah atau para pemegang polis, ternyata tenaga pemasar polis atau agen—julukan menterengnya “mitra Bumiputera”, bukan karyawan Bumiputera yang menerima gaji—juga sangat menderita. Selain menganggur, mereka merasa sedih karena mempunyai beban moral terhadap nasabahnya. Syukur-syukur bila nasabah mereka memahami bahwa kekisruhan ini bukan kesalahan pemasar polis.
Para pemasar polis yang selama bertahun-tahun hanya berkeliling menawarkan polis baru dan mengutip uang premi nasabah pun tercengang ketika disodori berita bahwa para pemimpin Bumiputera sering salah menanam investasi. Misalnya, investasi saham perusahaan minyak dan gas bumi ukuran gurem (kecil) dibeli dengan saham, bukan dengan uang tunai. Menurut pengamat asuransi, ada investasi yang mengandung unsur “kesengajaan”. Yang muncul di benak saya adalah “kongkalikong”.
Sebagai pemegang polis, saya dan teman-teman pemasar tidak tahu-menahu lika-liku kinerja para direksi Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 yang usianya sudah satu abad dalam mengelola dana nasabah.
Saya gagal menjadi jutawan! Polis saya sebesar Rp 50 juta tidak kunjung cair. Apakah saya bersedih? Tidak! Saya hanya bisa tersenyum. Saya sadar hidup di mana dan lagi pula saya tidak sendirian.
Sugeng Hartono
Lebak Bulus, Jakarta Selatan
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo