* Maut sering datang tak terduga. Hari itu, Jumat pagi pekan lalu, Mayjen TNI Djarot Soepadmo, 45, yang baru sebulan menjabat Pangdam I/Bukit Barisan, ditunggu di Pematangsiantar untuk memberikan ceramah di depan peserta Kursus Karyawan ABRI-Legislatif 1985-1986. Bersama Asisten Sospol Kodam I Kolonel (Kav) Teuku Nurdin, Ajudan Letda (CPM) Azis Dalimunte, dan tiga anggota Penerbad, ia berangkat dengan heli dari apron TNI-AU Kelapa Sawit, Medan. Namun, helikopter itu tak sampai di tujuan. Di Desa Bah Kata Jangar Leto, Kabupaten Simalungun, pesawat itu mengalami kerusakan mesin. Penduduk setempat melihat heli tersebut mengeluarkan asap. Lalu, jatuh dan terbakar, disertai ledakan keras. Semua penumpang dan awak heli tewas seketika. Keenam jenazah diangkut penduduk ke Rumah Sakit Korem-022 Pantai Timur. Dari sini kemudian dibawa ke Medan. Sore itu juga, jenazah Djarot Soepadmo, dan ketiga awak pesawat, diterbangkan ke Jakarta. Mayjen Djarot Soepadmo, lulusan AMN 1962, yang merupakan Panglima Daerah Militer termuda, dimakamkan di Pemakaman Tanah Kusir, Jakarta. Pemakaman dengan upacara militer penuh ini dipimpin Inspektur Upacara KASAD Jenderal TNI Rudini, dan dihadiri oleh Panglima ABRI Jenderal L.B. Moerdani, Wakil Ketua DPR/MPR Kharis Suhud dan sejumlah perwira dari ketiga Angkatan dan Polri. Djarot sebetulnya bukan orang baru di Sumatera Utara. Ketika berpangkat letkol pada 1976, ia menjadi komandan Batalyon Armed 7 di Deli Tua, 12 km dari Medan. Almarhum, yang pernah mengikuti Sesko di Amerika Serikat ini, pada 1983-1985 menjadi atase pertahanan di Washington. Sebelum dilantik menjadi Pangdam I/Bukit Barisan menggantikan Mayjen Soeripto, yang diangkat sebagai Panglima Kostrad, Djarot bertugas di Markas Besar TNI Angkatan Darat. Almarhum meninggalkan seorang istri dan tiga anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini