ENAM jilid ensiklopedi setebal 3.500 halaman ternyata
membutuhkan berim-rim kertas, Rp 600 juta, 220 ahli dari
berbagai disiplin ilmu dan waktu tujuh tahun. Dan kini penerbit
Ichtiar Baru yang bekerjasama dengan penerbit W. van Hoeve
(Belanda) boleh bangga diharapkan akhir bulan ini jilid l-nva
sudah bisa dibeli di toko-toko buku. Contoh jilid I itu telah
diserahkan kepada Presiden Suharto, Senin pekan lalu
Gagasan pertamanya muncul 1972 penerbit van Hoeve ingin
memperbaharui Ensiklopedia Indonesia yang diterbitkannya 26
tahun lalu yang terdiri tiga jilid. Cuma, J.P.C. Schouten,
direkturnya, ingin pembaharuan itu dilakukan sepenuhnya oleh
orang Indonesia.
EI yang tiga jilid itu dulu memang dikerjakan di Belanda oleh
orang sana juga. Masalah penerbit tak menjadi soal benar, van
Hoeve --yang pernah mempunyai cabang di Bandung sampai tahun
1960 --telah bekerjasama dengan Ichtiar Baru sejak 1971.
Tas Besar
Schouten pun ke Indonesia, mencari orang yang bersedia
memimpin pembaharuan itu. Konon ada empat nama calon Dr.
Sudjatmoko, Dr. T.B. Simatupang, wartawan Rosihan Anwar dan
Hassan Shadily -- dikenal sebagai penyusun kamus
Inggris-Indonesia. Akhirnya Hassan yang mendapat pekerjaan ini.
"Mungkin yang lain-lain itu terlalu sibuk," kata Hassan.
Maka, 1973 dimulailah pekerjaan menyusun ensiklopedi baru
itu. Pada mulanya Hassan dibantu dua asisten: Ny. Julia Shadili,
istrinya sendiri, dan Zainoel Ihsan. Pekerjaan pertama
mengguntingi Ensiklopedia Indonesia yang tiga jilid itu guna
disusun kembali, untuk mendapatkan pembagian bidang ilmu.
Ternyata ensiklopedi lama itu terbagi menjadi 22 bidang ilmu.
Setelah dikembangkan, dengan mengambil referensi sejumlah
ensiklopedi baru dari berbagai negara, tutur Hassan, akhirnya
diperoleh pembagian 33 bidang ilmu dengan 47 sub-bidang.
Setelah itu baru dilakukan pencarian penulis masing-masing
bidang. "Ini kesuitan utama dalam menyusun ensiklopedi," kata
Hassan pula. "Ada yang tak bersedia karena honorarium kecil. Ada
yang bersedia tetapi penyerahan naskahnya lambat sekali." Toh,
44 orang menyatakan setuju sebagai pemimpin redaksi di bidang
masing-masing. Antara lain Harun Nasution (agama Islam), Harsja
Bachtiar (sosiologi), Hazil Tanzil (kesenian), Mubyarto
(ekonomi), Taufik Abdullah (sejarah).
Naskah pertama masuk 1974. Tentu saja setelah membacanya,
tugas Hassan adalah menyunting tulisan tersebut. "Bahasa
ensiklopedi harus ringkas, berbobot tapi mudah dimengerti,"
tutur Hassan. Tak jarang ia harus meringkas naskah hingga hanya
menjadi seperlima naskah asli. Dan sering pula ia terpaksa
menghubungi kembali penulis naskah, karena ia tak paham membaca
naskahnya. Maklum, tak semua orang bisa menulis dengan baik,
sementara Hassan sendiri tak menguasai semua bidang ilmu.
Tapi yang paling susah ternyata dalam mengungkap hal-hal
baru. "Tak banyak yang tahu sejarah Bulog, atau Bimas," kata
Hassan. Bersama asistennya, Zainoel Ihsan,ia terpaksa
mengumpulkan berbagai keterangan dari berbagai pihak guna
mqndapatkan keterangan yang akurat. Untunglah, pengalamannya
sebagai wartawan di akhir tahun 40-an di harian Trompet
Masyarakat, Pelita Rakyat dan Harian Umum banyak membantunya.
Menyusun ensiklopedi mungkin telah jadi kegemaran Hassan,
hingga menurut cerita istrinya, selama tujuh tahun itu praktis
tak ada acara santai. "Tak ada pesta meski hanya pesta keluarga.
Tak, ada acara ngobrol, dan tidur pun terka- dang hanya dua -
tiga jam," tutur Ny. Julia Hassan, ibu dari empat anak. Dan ke
mana pun suaminya pergi, lanjutnya, selalu membawa tas besar
berisi naskah yang harus dibaca dan disunting.
Kini Hassan Shadily, kelahiran Pamekasan, Madura, 60 uhun
lalu, boleh lega. Mei yang lalu naskah untuk enam jilid
ensiklopedi ini selesai sudah. Meski itu berarti lebih lama tiga
tahun dari waktu yang direncanakan. Tugasnya tinggal membaca
contoh cetak, dan kalau perlu sedikit koreksi.
Menurut J. Semeru, Direktur Ichtiar Raru, setelah akhir
bulan ini terbit Jilid 1, berturut-turut dengan selang 2 - 3
bulan akan menyusul jilid selanjumya. Diharapkan akhir tahun
depan keenamnya telah terbit semuanya. Dan guna menunjang
ensiklopedi tersebut, telah diterbitkan pula buku tahunannya
(year book). Soalnya pagi-pagi telah direncanakan dalam periode
tertentu ensiklopedi ini akan diperbarui menurut perkembangan.
Dengan dukungan van Hoeve yang menanggung seluruh biaya,
nasib enam jilid Ensiklopedia lndonesia ini memang beruntung
Rencana tujuh jilid ensiklopedi dari seorang anak muda
Yogyakarta, beberapa waktu lewat, kandas di tengah jalan. Tak
seorangpun bisa memberi penjelasan mengapa kandas, termasuk
pihak Pustaka Pengarang, penerbit yang sedianya akan menerbitkan
ensiklopedi tujuh jilid itu.
Masalah yang kini sedang dipikirkan J. Semeru ialah masalah
penjualan dengan kredit. Untuk buku-buku terbitan Indonesia,
penjualan sistem kredit memang belum lazim. Padahal harga tiap
jilid ensiklopedi ini relatif mahal: Rp 25 ribu.
"Arti ensiklopedi? Yah, merupakan sumber dokumentasi yang
mudah dijangkau. Pendidikan lewat buku, begitulah," tutur Hassan
Shadily, lulusan Universitas Cornell, AS, jurusan sosiologi dan
studi Timur Jauh. Dia yang kini sedang menangani ensiklopedi
musik daerah Indonesia dan ensiklopedi tari Indonesia -- pesanan
Dep. P&K -mengaku menerima imbalan sekitar Rp 3 juta setahun
dari proyek enam ensiklopedi ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini