Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Angka

Pengawasan Penerbangan Mencemaskan

22 Januari 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Percayakah Anda, pengawasan keamanan penerbangan kita selama ini tidak memadai?
(10-17 Januari 2007)
Ya
82,87%508
Tidak
15,33%94
Tidak tahu
1,79%11
Total100%613

Kecelakaan pesawat Adam Air pada awal Januari lalu menambah panjang daftar hitam pelayanan transportasi udara di Tanah Air. Banyak pihak yang mengata-kan penerbangan nasional bobrok karena ”kenakalan” pengelola dan pemilik maskapai. Demi efisiensi, mereka sering mengabaikan aturan-aturan keselamatan penerbangan.

Walau begitu, tak sedikit pula yang menuding pemerintah sebagai penyebab meningkatnya kecelakaan pesawat. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) merupakan salah satu lembaga yang menuding pemerintah. ”Kenakalan penerbangan Indonesia menjadi-jadi karena pemerintah tidak tegas,” ujar Sudaryatmo, anggota pengurus harian YLKI.

Bukan rahasia lagi, persaingan ketat di bisnis ini menyebabkan pengusaha sering mengambil jalan pintas untuk menghemat pengeluaran. Seperti yang diceritakan pilot Adam Air, Sutan Solahudin, kepada majalah ini (lihat Tempo edisi 8-14 Januari 2007). Pemilik maskapai pernah memaksa dia menerbangkan pesawat Boeing 737-300 dari Jakarta ke Padang meski perangkat navigasinya rusak dan tak ada keterangan pesawat layak terbang dari bagian teknik.

Kok bisa? Padahal aturannya jelas: pesawat yang tak layak terbang harus ”dikandangkan” sementara sampai kerusakan diperbaiki. Sanksinya pun berat. Bukan cuma maskapainya yang diancam, tapi juga chief executive officer, pemegang saham, operator bandara, regulator, bahkan konsumen. Bentuk sanksinya bertingkat, dari peringatan, pembekuan, pencabutan izin, hingga pidana.

Tak mengherankan, YLKI lalu menuding pemerintah lemah dalam hal pengawasan. ”Departemen Perhubungan hanya memberi izin, tapi tidak ketat mengawasi operator penerbangan,” ujar Sudaryatmo.

Baiknya kritik soal pengawasan ditanggapi positif oleh pemerintah. Kamis, 4 Januari, di Istana, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan Menteri Perhubungan Hatta Rajasa untuk memperketat pengawasan. ”Karena (menurut Presiden) dari sisi regulasi secara nasional sudah cukup baik,” ujar Hatta.

Ternyata, sebagian besar responden Tempo Interaktif berpendapat sama: masalahnya memang terletak pada pengawasan. ”Melihat angka kecelakaan penerbangan yang terus meningkat, saya yakin ada yang tidak becus dalam pengawasan keamanan penerbangan kita,” ujar Pietro Karat, responden di Milan, Italia.

Indikator Pekan Ini: Agar mata rantai penularan virus flu burung putus, pemerintah akhirnya melarang warga memelihara unggas di permukiman. ”Terutama di daerah rawan seperti Jakarta, Banten, dan Jawa Barat,” kata Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie, Senin pekan lalu. ”Sebelas provinsi lainnya menyusul.”

Dari 30 provinsi yang pernah terjangkit flu burung, 16 sudah dinyatakan bersih, sehingga konsentrasi penanganan hanya di 14 provinsi. Aburizal menjelaskan, larangan hanya berlaku untuk unggas peliharaan warga. ”Jumlahnya 10-20 ekor per rumah,” ujarnya. Adapun peternakan komersial masih bebas karena dianggap sudah terlokalisasi dengan sendirinya.

Setujukah Anda atas kebijakan pelarangan pemeliharaan unggas di permukiman? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus