Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Usulan Suhandi agar partai Islam bersatu dalam PPP (TEMPO, edisi 24-30 November 1998, halaman 10) kiranya perlu dipertanyakan kembali, karena banyak faktor yang harus dipertimbangkan dengan seksama. Pantaskah?
Walaupun Golkar dapat dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap situasi serta kondisi negara dan bangsa yang terpuruk saat ini, mengingat Golkar merupakan fraksi mayoritas di DPR dan MPR. Bagaimanapun juga PPP dan PDI tidak dapat melepaskan tanggung jawabnya, karena secara bersama-sama secara membabi buta tetap mendukung Soeharto sebagai presiden selama 32 tahun.
Beberapa waktu lalu, saya masih ingat, bagaimana tidak aspiratifnya PPP terhadap aspirasi masyarakat luas. Ketika TEMPO, Editor, dan DeTik dibredel pemerintah Orde Baru, DPP PDI menentang tindakan sewenang-wenang pemerintah. DPP Golkar menyatakan sikap menyesalkan tindakan pemerintah, tetapi Buya Ismail Hasan Metareum dalam kedudukannya sebagai Ketua Umum PPP justru menyatakan "dapat memahami" pembredelan beberapa media cetak tersebut. Sehingga terkesan bahwa PPP ternyata lebih Golkar dibandingkan dengan Golkar itu sendiri.
Pada saat mahasiswa Indonesia menentang pencalonan kembali Soeharto sebagai presiden menjelang Sidang Umum MPR tahun 1998 lalu, kembali PPP mencalonkan Soeharto yang nyata-nyata tidak disukai. Bahkan untuk mengajukan orang atau tokoh PPP sendiri sebagai calon presiden, PPP tidak punya keberanian. Mungkin keadaan negara kita tidak akan separah ini bila saja PPP benar-benar menjalankan ajaran amar ma?ruf nahi mungkar, tapi tampaknya tokoh-tokoh PPP telah melupakan ajaran tersebut.
Kalau pada Sidang Istimewa MPR baru-baru ini PPP berjuang menampung aspirasi mahasiswa dan masyarakat luas, saya menilai sebagai upaya untuk dapat survive kembali, mengingat saat ini sudah banyak didirikan partai-partai berazaskan Islam. Paling tidak upaya tersebut dapat mengurangi dosa-dosa PPP selama 32 tahun yang lewat.
Untuk itu, saya berpendapat tidaklah pada tempatnya partai-partai Islam yang ada bergabung dengan PPP, mengingat PPP itu sendiri merupakan produk Orde Baru. Justru PPP sebaiknya meleburkan diri ke dalam partai-partai Islam yang ada, atau paling tidak terlibat dengan kekotoran rezim Soeharto, pilihlah tokoh-tokoh baru misalnya Baharuddin Lopa atau Bismar Siregar. Dengan tokoh-tokoh baru tersebut, barulah PPP dapat berjalan seiring dengan partai-partai Islam baru yang reformis.
SUYOTO M.S.
Jalan Praja Lapangan RT 014/001
Kebayoran Lama, Jakarta Selatan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo