Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Ramadhan datang di kota karbala

Bulan ramadhan ditandai dengan munculnya bulan. disambut dengan lagu-lagu kegembiraan datangnya ramadhan. tradisi orang-orang selama bulan ramadhan dan menyambut idul fitri di kota karbala, irak.

17 September 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKALI-SEKALI ada baiknya menengok Kota Karbala. Kota kecil di Irak ini, di tepi Sungai Dajlah alias Tigris, dikenal juga namanya di Indonesia. Diketahui bahwa penyebaran Islam di tanan air pada kurun-kurun pertama banyak dijejali pengaruh Syi'ah mazhab yang menyandarkan diri pada 'Ali bin Thalib, menantu Nabi, dan keturunannya. Dan Karbala adalah 'lambang dukacerita Syi'ah'. Di situ, dahulu, telah dibunuh Saidina Husain, adik Hasan --kedua-duanya cucu Nabi, putera Ali dan Fatimah. Pembunuhnya: Hajjaj bin Yusuf, panglima Yazid bin Mu'awiah. (Mu'awiah sendiri adalah penegak Dinasti Umaiyah yang dikenal sebagai "kerajaan duniawi" pertama dalam Islam). Pembunuhan ini, yang memang tercatat sebagai dilakukan dengan keji, adalah puncak dari sentimen politik yang kemudian mendapat warna agama. Sementara penindasan dan pengejaran yang selalu mereka derita menumbuhkan berbagai takhyul dan kepercayaan tentang imam ghaib, imam mahdi, ratu adil--dan jadilah Karbala sebagai monumen abadi. Maka Ramadhan pun datang di Kota Karbala. Biasa saja. Pada sepuluh hari terakhir bulan Sya'ban (Ruwah), orang mulai bersiap-siap. Mereka membeli perbekalan: beras, air mawar, adas, kemenyan, minyak samin, kapulaga, tepung. Pasar Karbala menjadi ramai, dan Mesjid Husain - yang kelima kubahnya berselaput emas -- mulai dibersihkan dan digosok-gosok. Ada yang disebut rukyat. Yakni melihat munculnya bulan dengan mata kepala, sebagaimana di tanah air kita, untuk menandai permulaan bulan puasa atau pun lebaran. Upaya yang dulu dilakukan sebelum ada penanggalan ini, oleh sementara muslimin memang masih dipertahankan. Orang-orang Karbala pun bergembiM juga dengan sensasi 'munculnya bulan' ini. Sejak azan maghrib, segala pengeras suara menantikan berita tentang bulan itu dengan mengumandangkan seruan-seruan menyambut tamu Ramadhan. "Marhaban! Selamat datang wahai Ramadhan!", misalnya dengan lagu. Orang-orang yang ingin melihat bulan itu biasanya pada mengelompok. Ada yang di taman di pinggir jalan, ada yang di sotoh (atap rumah), ada yang ke luar kota, ada pula yang memanjat pohon korma. Mereka yang berhasil melihat itu benda yang hanya sebentar menggurat di langit, biasanya akan membaca selawat Nabi, diteruskan dengan doa yang bunyinya begini: "Tuhanku dan Tuhanmu, wahai bulan, adalah Tuhan Semesta. Ya Allah berkahilah kami dalam bulan kami ini, berikanlah rezki, kebaikan dan pertolongannya jauhkan kami dari kesempitan, kejahatan, malapetaka dan fitnah. Amin." Setelah itu mereka pergi menurut keinginannya. Yang paling utama ialah berziarah ke makam suci Husain dan makam suci Abbas (paman Nabi, yakni yang dalam film The Message diperankan oleh Anthony Quin). Nyunggi Qur'an Sejak jamjam pertama bulan Ramadhon memang tampak tiap pribadi mengalami perobahan sikap. Yang biasanya tidak pernah main-main dengan tasbih kini membawa tasbih, terutama "tasbih Husainiyah" yang warnanya hitam dan jumlah bijinya 101 butir. Ada yang membawa kitab Al Qur'an ada pula yang membawa kitab bacaan Syi'ah Mashobihul jinan, mafatihul jinan (Lentera Batin, Kunci-kunci Batin) yang berisi doa-doa Ramadhan dan doa ziarah. Yang tidak pernah salat juga ikut menyambut bulan puasa ini. Pada malam hari kelompok dzikir atau tadarus paling ramai di makam suci Husain atau Abbas. Kedua tempat itu boleh dibilang ramai untuk 24 jam terus-menerus. Mereka biasa melakukan thawaf di situ (persis seperti thawaf di Ka'bah) sambil membaca doa ziarah. Di hari-hari biasa pun sebelum jenazah orang mati dimakamkan, lebih dahulu dithawafkan di makam tersebut. Malam Lailatul Qodar, di sini biasanya diselenggarakan tanggal 17 s/d 21 Ramadhan adalah puncak keramaian bulan puasa. Mereka menyebutnya 'Kadurat'. Pada malam-malam tersebut, di kedua makam atau pada kelompok-kelompok tertentu banyak orang yang mengangkut Al Qur'an di atas kepala seraya mengucapkan yang dalam bahasa Indonesianya: "Padamu ya Allah, padamu ya Muhammad, padamu ya Ali, ya Hasan, ya Husain." Ini diucapkan sepuluh kali. Yang demikian ini juga mereka lakukan setelah shalat untuk mengenang Imam Mahdi (imam ke-12 dalam Syi'ah Imamiyah). Meski orang yang berpuasa tidak banyak makan pada umumnya ketika berbuka, namun persediaan makannya bermacam jenis. Di meja terdapat al: nasi, sayur, syurbat (sejenis bubur), kabab (daging cacah yang dikepalkan pada tusuk sate lalu dipanggang) dan kueh-kuehan manis (halawah). Sedang jenis minumannya: perasan delima, khusyabah (dari asam yang diberi gula), qomarudin (rasanya masam-masam manis) dll. Yang paling top adalah Syurbat itu tadi --diminum untuk mengawali berbuka sebelum yang lain-lainnya. Ada beberapa jenis makanan yang mereka jauhi selama bulan Ramadhan. Waktu sahur mereka tidak akan makan terung, ikan, atau nasi yang berminyak. Lantas pada 21 Ramadhan, kota kec Karbala berubah menjadi kota duka. Semua penduduk berwajah sedih. Mereka mengenakan pakaian hitam. Toko-toko tutup. Mereka berbondong-bondong ke kedua makam suci. Suasana berkabung, kali ini, adalah untuk mengenang kematian Ali, ayahanda Hasan dan Husain yang dibunuh oleh Abdurrahman ibn Muljam, seorang gerpol tanggal 17 Ramadhan 40 H, tepat ketika Ali membuka pintu rumahnya untuk pergi ke mesjid menjelang subuh . . . Dan 8 atau 9 hari kemudian, datanglah Idul Fithri. Sama seperti Idul Fithri kita ini. Minal aidin ....

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus