SOEPARTINAH Pakasi adalah contoh betapa seorang yang punya
gagasan kuat terpaksa tunduk pada kungkungan birokrasi.
Itu dialaminya ketika tahun 1959 sebagai seorang dosen IKIP
Malang, dia berusaha untuk memperoleh sebuah sekolah dasar untuk
mewujudkan cita-citanya bagi perbaikan mutu pendidikan dan
pengajaran di sekolah dasar melalui sebuah sekolah percobaan.
Sekolah dasar menurut pendapatnya amat penting. "Karena sebagian
besar rakyat Indonesia tinggal di desa-desa dengan keadaan
ekonomi yang tidak banyak memberi kesempatan kepada mereka untuk
mengikuti pendidikan yang tinggi," katanya. Niat baiknya itu
kandas karena kalangan pendidikan ketika itu beranggapan sekolah
dasar bukan urusan lembaga perguruan tinggi.
Gagasan utama dari Nyonya Pakasi adalah pengakuan terhadap
kemampuan murid yang berbeda-beda. Murid harus dirangsang untuk
maju terus sesuai dengan kemampuan dan prestasi masingmasing.
Mereka dibantu dengan beberapa usaha, misalnya dengan
pengelompokan yang luwes berdasarkan prestasi dalam kelas.
Adanya jam pelajaran bebas dan jam perpustakaan yang sudah
dimulai sejak kelas I. Penyediaan alat pembantu pelajaran yang
berfungsi untuk memperkuat dan memperkaya pengalaman belajar.
Dan dia ingin memperpendek pendidikan di SD hanya sampai lima
tahun.
Delapan tahun kemudian barulah keinginannya terkabul, ketika
kepadanya ditawarkan untuk memimpin taman kanak-kanak yang
didirikan oleh isteri para dosen IKLP Malang sendiri. Dia
menerima tawaran itu dengan syarat punya kebebasan untuk
menerapkan konsepnya untuk pendidikan TK dan SD. Sementara
jabatan dosen tetap dia pegang di IKIP.
Berhitung Pakasi
Setelah setahun dia memimpin TK itu, banyaklah murid-muridnya
yang sudah siap masuk SD. Orang-orang tua mereka puas pula
dengan jalannya pendidikan tersebut. Kemudian muncullah usul
untuk memperluasnya dengan sebuah SD. Tahun 1968 lahirlah
sekolah dasar yang sudah lama ditunggu Nyonya Pakasi. Kelas I
diisi oleh tamatan TK sedangkan yang kelas II dan III diisi oleh
murid yang sengaja didatangkan dari luar untuk mempercepat
terselenggaranya sekolah percobaan tersebut.
Pada tahun 1970 sekolah itu sudah tumbuh menjadi sebuah SD 5
tahun, sesuai dengan gagasan "cukup lima tahun" untuk SD. Di
sekolah ini diciptakan situasi dan kegiatan belajar yang dalam
tempo 5 tahun sudah bisa mematangkan murid untuk masuk sekolah
lanjutan pertama. Tiga tahun kemudian Pemerintah meresmikan TK
dan SD Swasta IKIP Malang itu sebagai Sekolah Pemerintah dengan
nama Sekolah Laboratorium Pendidikan Malang. Di sini SD dan SMP
digabung menjadi satu dan ditempuh dalam 8 tahun saja, satu
tahun lebih pendek dari sistim pendidikan biasa.
Pokok pikirannya tidak hanya meliputi perombakan ke dalam
sekolah saja, tetapi juga pengikut-sertaan para orang tua murid
dalam memberikan nilai rapor. Selain guru, orangtua pun harus
memberikan penilaiannya tentang tingkah-laku dan kepribadian
anak mereka di rumah. Tetapi orang tua tidak diperbolehkan
membantu anak mereka dalam mengerjakan pekerjaan rumah. Mereka
hanya diharapkan mengawasi anak mereka agar membuat
pekerjaan-rumah sebagaimana mestinya.
Sebagai seorang ibu dengan jabatan ganda, sebagai dosen dan guru
sekolah dasar, dia tetap saja sebagai seorang ibu rumahtangga
yang selalu ingat kewajiban. Ia tak pernah jauh dari kedua orang
puteranya. Betapa pun sibuknya dia masih sempat memperhatikan
makanan suaminya. Memasakkan nlakanan yang digemarinya. Dan
mengatur kelengkapan rumah agar tetap bersih dan teratur.
Kemauan keras menjadi sifatnya. Ia menyelesaikan pendidikan HIK
sebagai anak yatim-piatu. abatan guru untuk pertama kali dia
peroleh di Sekolah Kartini, Semarang. Sejak itulah dia bergerak
di bidang pendidikan melalui berbagai tahap. Dimulai dari guru
SD, SMP, SGA sampai dosen dan berpindah-pindah dari Semarang ke
Tondano, Tomohon, Jakarta, Yogya dan terakhir Malang.
Gelar Master of Arts dan Specialist in Education dia peroleh
ketika mengikuti suaminya yang mendapat kesempatan belajar
selama dua tahun di Nashville, Amerika Serikat. Sampai di kota
itu Soepartinah ikut mendaftarkan diri. Kesempatan itu dia
gunakan sebaik-baiknya dan ternyata mereka berdua berhasil. Ford
Foundation yang membiayai seluruh ongkos pendidikan suaminya
itu, kemudian tahu bahwa dia juga ikut pendidikan dengan ongkos
sendiri. Yayasan itu kemudian mengganti seluruh biaya yang dia
keluarkan.
Kutu Anjing
Tahun 1966 dia memperoleh gelar doktor dalam psikologi
anak-anak. (Baru dia yang memperoleh gelar seperti itu). Gelar
itu diberikan oleh Peaoly College untuk desertasinya tentang
suatu program baru untuk pendidikan dasar di Indonesia. Dengan
judul A Proposed National Elementary Education Program for
Indonesia.
Menyertai kemauannya yang kuat untuk memperbaiki mutu pendidikan
sekolah dasar dengan memperbaiki kurikulum yang ada, ia juga
menulis buku pelajaran. Tahun 1970 ia menyusun buku berhitung
yang kemudian disebut orang "Berhitung Pakasi." Ternyata
prestasi anak-didiknya cukup tinggi dalam bidang ini. Itulah
sebabnya Departemen P & K pernah memutuskan untuk mencetak 3
juta eksemplar buku tersebut. Menurut sementara pejabat di
bidang pendidikan "Berhitung Pakasi" merupakan perpaduan antara
berhitung konvensionil dengan matematika modern.
Tentang keberhasilan metode berhitungnya ini ada juga yang
menyangsikan. "Masih dipertanyakan apakah prestasi itu hanya
kebetulan, sebab banyak anak dosen IKIP Malang yang bersekolah
di situ," kata mereka.
Ada pula yang mengatakan bahwa dengan bukunya itu Nyonya Pakasi
telah memasukkan unsur matematika. Yang kemudian dia sanggah.
Inilah yang kemudian membawa semacam persimpangan jalan antara
dia dengan tim kurikulum SD dari Departemen P & K. "Tapi
bagaimana pun kami menghargai usaha yang telah dia rintis,
meskipun kebenaranya belum teruji," sambung seorang pejabat di
lingkungan P & K. Pejabat tersebut menggambarkan wanita
kelahiran Salatiga ini sebagai "mudah tersinggung dan cepat
sekali marah. Ia sering lepas dari sistim organisasi IKIP
Malang. Membuat dia sulit dikontrol. Munkin beliau terlalu maju
pikirannya, sehingga kami sukar mengikutinya.
Terhadap dirinya sendiri dia cukup keras dalam menempa diri
untuk menjadi seorang yang disiplin dengan pekerjaan. Dan yakin
bahwa sukses hanya bisa dicapai dengan banting tulang. Dengan
duduk bersila di kursi, rambut dikonde kencang-kencang dengan
berteman segelas kopi dan kacang, dia sering bekerja sampai
fajar baru datang. Istirahat 2 atau tiga jam dia berangkat lagi
ke sekolah. Dalam umur yang sudah 64 dia masih bisa berkata:
"Saya sudah terlatih bekerja keras sejak kecil. Karena itulah
saya akan bekerja terus melgabdikan diri saya kepada dunia
pendidikan selama kekuatan masih ada."
Kekuatan itu memang masih saja ada, sampai pada tanggal 2
September jam 00.30 dinihari. Siangnya, sekembali dari
mengunjungi puteranya, dia menjangkau vitamin dan mereguknya.
Malang tangan itu bukannya mengambil makanan yang akan menambah
kekuatan, malahan membawa bencana. Dia telah meminum obat kutu
anjing. Ibu pendidik ini segera dilarikan ke rumahsakit umum di
kota Malang itu. Hampir larut malam dan yang ada hanya seorang
perawat. Dia berusaha menolongnya, tetapi dia tak tahu antidonm
racun kutu itu. Usahanya gagal dan Soepartinah menemukan
ajalnya dengan racun yang tak sempat ditawarkan.
Kepergiannya tidak hanya ditangisi para guru, murid dan orangtua
di kota Malang, semua yang mendambakan perbaikan pendidikan
mengantarkannya dengan haru ke pemakaman di Sukun. "Dengan
kepergiannya Indonesia kehilangan seorang tokoh pendidikan yang
terkemuka, tangguh dan penuh pengabdian," kata harian Kompas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini