Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

12 Agustus 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Refund Tiket Lady Gaga Tak Jelas

Sebulan sebelum rencana konser Lady Gaga, 3 Juni 2012, saya dan beberapa saudara membeli tiga buah tiket kelas festival seharga Rp 750 ribu. Pembelian dilakukan secara online menggunakan dua kartu kredit. Harga yang dibayarkan melambung menjadi Rp 780 ribu per tiket karena dikenai ticketing fee dan credit card charge.

Ternyata sang diva batal menggelar konser di Jakarta. Promotor Big Daddy kepada media mengatakan uang tiket yang dibeli melalui kartu kredit akan dikembalikan dengan sistem transfer ke rekening kartu kredit yang digunakan. Penjelasan serupa disampaikan pihak MyTicket, yang rajin saya hubungi via telepon dan Twitter. "Tunggu saja e-mail konfirmasi dari kami karena artinya dana sudah ditransfer," kata mereka.

Namun janji tinggal janji. Hingga kini, uang tiket kami belum juga dikembalikan.

Awal Juli lalu, kepada saudara saya, petugas MyTicket mengatakan uang milik pembeli tiket melalui kartu kredit yang namanya diawali huruf A sampai E sudah dikembalikan per 25 Juni. Proses transfer ini dikatakan makan waktu tiga minggu. Tapi hingga kini tetap tidak ada transfer dana ke rekening kartu kredit saya.

Pekan lalu ada surat pembaca di sebuah media nasional. Pengirim surat mengatakan sudah mendapatkan pengembalian dana untuk pembelian tiket festival sebesar Rp 750 ribu (bukan Rp 780 ribu) dari promotor Big Daddy melalui transfer. Nama pengirim surat pembaca itu diawali huruf K. Kok bisa, K lebih dulu diganti uang tiketnya daripada saya yang memiliki nama depan berhuruf D?

Jadi, kepada promotor Big Daddy, bagaimana nasib uang tiket kami? Jikapun nanti dikembalikan, kami minta jumlahnya sama dengan dana yang telah kami keluarkan saat membeli tiket dulu.

Dyah Ayu P.
Jalan Gelong Baru Utara
Grogol, Jakarta Barat

Insentif untuk Daerah yang Bagus

Beberapa tahun terakhir, sejak Orde Baru tumbang, hadir person-person yang tidak lazim, lugu, merakyat, ceplas-ceplos, berani, tegar, tegas, dan pendobrak. Mereka, antara lain Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Dahlan Iskan, dan Joko Widodo (Jokowi), berbeda dengan para pemimpin kebanyakan yang feodal, manut saja, selalu minta uang jasa dan suap, serta memperlakukan harta Ibu Pertiwi seperti miliknya sendiri.

Kehadiran tokoh-tokoh itu memberi harapan bagi masyarakat yang sudah bertahun-tahun susah untuk bisa hidup makmur setara dengan masyarakat negara maju.

Untuk menghargai para pemimpin yang merakyat dan bersungguh-sungguh seperti itu, kami usulkan agar ada penilaian terhadap pembangunan di daerah, dilihat dari produk domestik brutonya dan pelayanan masyarakat. Juga dilihat apakah masih ada pungutan liar, uang pelicin, dan sebagainya. Daerah yang dianggap baik kemudian dijadikan contoh untuk membenahi daerah lain yang rapornya masih kuning atau merah. Selanjutnya, daerah yang dinilai baik itu diberi insentif dengan penambahan jatah anggaran Dana Alokasi Umum, yang terus ditingkatkan persentasenya.

Lie Gan Yong
Jalan Balai Pustaka IV Nomor 30
Rawamangun, Pulo Gadung, Jakarta Timur

Bela Negara Kewajiban Warga Negara

Rencana pemerintah menggodok Rancangan Undang-Undang Komponen Cadangan Pertahanan Negara (RUU KCPN) menjadi undang-undang perlu mendapat perhatian dan apresiasi positif. Pada RUU KCPN dibahas pelibatan komponen masyarakat dalam usaha bela negara, sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi, "Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara."

Di RUU KCPN dicantumkan berbagai komponen dalam upaya pertahanan negara. Komponen ini meliputi komponen utama, Tentara Nasional Indonesia; komponen cadangan, yaitu semua warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan; dan komponen pendukung, yakni seluruh sumber daya Indonesia, antara lain sumber daya alam.

Di negara maju, ini sama artinya sebagai wajib militer bagi setiap warga negaranya yang memenuhi persyaratan, baik dari segi usia maupun kondisi mental. Amerika Serikat telah menerapkan kebijakan wajib militer sejak puluhan tahun silam.

Saya sangat setuju bila RUU KCPN dijadikan undang-undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Sebab, bukan hanya TNI yang wajib membela negara, melainkan juga semua warga negara Indonesia. Tidak perlu merasa khawatir atau takut akan terjadi militerisasi sipil. Justru kalangan sipil perlu menyadari bahwa upaya ini penting dilakukan agar setiap warga negara memiliki rasa tanggung jawab terhadap pembelaan negara.

Yani Andaryani
Teluk Pucung,
Bekasi Utara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus