Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

25 Januari 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jabatan Menteri Djoko Kirmanto

TEMPO edisi 18-24 Januari 2010 pada rubrik Album menyebut Bapak Djoko Kirmanto sebagai mantan Menteri Pekerjaan Umum. Perlu diketahui bahwa Bapak Djoko Kirmanto masih menjabat menteri pada saat ini.

ETTY WINARNI, MM
Kepala Bidang Pelayanan Publik Departemen Pekerjaan Umum

Mohon maaf atas kekeliruan ini. Surat ini sekaligus sebagai ralat. —Redaksi


Terima Kasih, Tempo

TERIMA kasih, Tempo, karena edisi 18-24 Januari 2010 menulis soal 19 koperasi Solo yang kolaps lantaran dirampok oleh pemiliknya sendiri. Saya salah satu nasabah yang tak bisa mencairkan uang yang disimpan di koperasi ini. Saya sudah melaporkan kasus ini ke mana-mana: Komisi Pemberantasan Korupsi, polisi, dan terakhir Satuan Tugas Antimafia Hukum. Tapi hasilnya masih nihil. Justru media seperti Tempo yang lebih peka terhadap nasib orang seperti saya.

AGUS GONDO PRIYANTO
Jalan Irian, Solo


Tentang Ujian Nasional

AWALNYA saya heran dan bingung: masak ada anak pintar tak lulus ujian nasional. Bahkan ada sekolah yang semua siswanya tak lulus. Lalu saya mencari tahu kenapa bisa begitu. Temuan saya, ini terjadi karena sistem komputerisasi yang kaku. Kesalahannya ada dua.

Pertama, siswa harus menjawab soal dengan cara menghitamkan salah satu jawaban yang dianggap benar pada selembar kertas. Hasil penghitaman ini harus sempurna; tidak boleh samar-samar, meluber, tembus, dan aturan ribet lainnya.

Proses ini saja rata-rata menghabiskan waktu satu menit (cara manual, membubuhkan tanda ”X”, rata-rata dua detik). Butuh ketelatenan, kesabaran, dan kehati-hatian penuh. Artinya emosi, mental, dan jiwa siswa dituntut benar-benar stabil. Nah, apakah semua emosi siswa sedang stabil saat ujian nasional berlangsung karena malam sebelumnya begadang untuk belajar. Bukan tak mungkin psikologi siswa pintar malah tak stabil.

Kedua, lembar kertas jawaban soal ujian tersebut selanjutnya diperiksa oleh komputer (bukan oleh manusia) dengan dipindai. Pemindaian menuntut kertas tidak sobek, terlipat, kotor, dan hal-hal sensitif lain. Apakah dalam proses ”berjalan”-nya kertas lembar jawaban dari tangan siswa sampai dipindai dapat menjamin kondisi kertas seperti yang dituntut komputer?

Bukan main, kepintaran siswa dikalahkan hanya karena teknis menjawab yang tidak penting serta kemalasan melakukan pemeriksaan secara manual. Saya setuju dengan ujian nasional. Apalagi bertujuan memotivasi dan mengetahui kualitas sumber daya manusia generasi penerus bangsa. Tapi teknis pelaksanaannya jangan sampai merugikan siswa, orang tua, dan guru.

Boleh-boleh saja sistem komputerisasi diterapkan, tapi harus tetap dilakukan sistem manual sebagai pembanding. Ini untuk berjaga-jaga jangan sampai dua kesalahan sistem komputerisasi yang kaku itu benar-benar terjadi. Dan pembanding secara manual tentunya tidak susah! Semoga pada ujian nasional tahun ini, pembanding secara manual diterapkan!

HERY SUSANTO
Pontianak, Kalimantan Barat


Pegawai Negeri Sipil Kediri Tak Bergaji

SEJAK Juli 2009, sekitar 100 pegawai negeri sipil Kabupaten Kediri yang dulu berdinas di Dinas Pendapatan Daerah tak mendapat gaji. Malah ada yang gajinya minus. Ini bermula tiga tahun lalu ketika bendaharawan Dinas memakai surat keputusan PNS untuk jaminan berutang ke bank. Uang pinjaman itu dipakai, katanya, untuk keperluan berbagai kegiatan. Awalnya, pembayaran lancar. Bendaharawan kesulitan membayar utang ketika Dinas dipecah lagi menjadi Dinas Pasar.

Akibatnya, PNS tak menerima gaji dan SK diagunkan. Bahkan ada yang delapan tahun ke depan tak akan menerima gaji karena habis untuk bayar utang. Dialog dengan pejabat Kediri sudah dilakukan tapi tak pernah ada hasil, terkesan mereka cuek dan cuci tangan. Para pegawai dan keluarganya stres. Mohon perhatian Bapak Presiden karena ini menyangkut masa depan sekian ratus anak yang terancam tak bisa meneruskan sekolah.

B. PRIANTO
Malang, Jawa Timur


Penjelasan Bank Mutiara

SEHUBUNGAN dengan banyaknya berita soal protes investor PT Antaboga Delta Sekuritas Indonesia kepada Bank Mutiara (dulu Bank Century), kami jelaskan hal-hal berikut:

  1. Protes mereka sesungguhnya mengenai produk investasi berupa discretionary fund (kontrak pengelolaan dana) yang diterbitkan PT Antaboga dan bukan produk Bank Mutiara.
  2. Saat ini direksi PT Antaboga sudah menjadi tersangka dan dalam proses penuntutan oleh jaksa.
  3. Berdasarkan hasil audit akuntan publik, tidak terdapat dana investor yang berasal dari kontrak pengelolaan dana pada neraca keuangan Bank Mutiara.
  4. Berkaitan dengan isu yang menyebut Bank Mutiara tak menjamin produknya, hal itu tidak benar. Tabungan, giro, dan deposito Bank Mutiara dijamin Lembaga Penjamin Simpanan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
  5. Direksi Bank Mutiara sudah memohon kepada Kepolisian RI serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan untuk mencari aset-aset dan rekening PT Antaboga untuk dijadikan sumber pengembalian kerugian para investor.
  6. Dengan iktikad baik, Bank Mutiara meminta Badan Pengawas Pasar Modal mempailitkan PT Antaboga agar hasil lelang aset dapat dijadikan sumber dana pengembalian kerugian.
  7. Bank Mutiara memahami kekecewaan para investor, tapi penyelesaian masalah ini harus melalui proses hukum yang berlaku.

PRADJOTO, SH, MA
Kuasa Hukum Bank Mutiara


Tinjau Ulang Qanun di Aceh

KENDATI Nanggroe Aceh Darussalam telah damai, ada kekerasan yang masih melanda. Kasus ini menimpa kaum perempuan. Kali ini korbannya mahasiswi di Langsa. Mahasiswi itu diduga diperkosa tiga polisi syariah alias Wilayatul Hisbah (WH) di kantor WH di Kota Langsa.

Semestinya kasus ini dibawa ke pengadilan, bukan melalui cara kekeluargaan karena pemerkosaan adalah perbuatan kriminal yang merusak martabat kemanusiaan dan harga diri korban. Qanun Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan Pasal 20 ayat 1 menyebutkan semua perempuan Aceh yang menghadapi masalah hukum wajib diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya.

Karena itu, berbagai kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Aceh seyogianya menjadi pertimbangan meninjau lagi dualisme hukum di Aceh, yaitu hukum nasional dan hukum syariah. Aceh adalah wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka harus pula memberlakukan hukum nasional. Pemulihan korban dan langkah hukum seharusnya disegerakan, seraya mengubah syariah menjadi lebih manusiawi, adil, berperspektif gender, dan mengakui hak-hak perempuan.

T. DAUD YUSUF
Tebet, Jakarta Selatan


Hati-hati Adu Domba

KITA sudah jenuh menyaksikan drama politikus Senayan dalam kasus Century. Lagi-lagi masyarakat kembali bingung dengan isu tak jelas soal pertemuan Presiden dengan Ketua Golkar untuk mencopot Menteri Keuangan Sri Mulyani yang dianggap bertanggung jawab atas bailout Rp 6,7 triliun kepada Bank Century. Ada pihak-pihak yang sedang bermain politik tak sehat, yaitu bermain dengan isu-isu bersifat provokatif.

Tujuannya tak lain untuk menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat kepada penguasa. Janganlah kita bangsa yang besar ini kacau gara-gara ulah beberapa oknum yang tak bertanggung jawab. Adu domba, fitnah, dan isu-isu bohong seharusnya tidak dibudayakan. Jika tidak diakhiri tindakan tercela ini, jangan berharap negeri ini akan terlepas dari keterpurukan dari segala bidang.

ROSA SUSANTI
Jalan Balai Pustaka, Jakarta


Sel Ayin

TERNYATA kabar kamar penjara dibisniskan bukan hanya desas-desus. Sel mewah Artalyta Suryani alias Ayin di Rumah Tahanan Pondok Bambu mengkonfirmasi soal itu. Siapa yang memberikan fasilitas semewah itu? Berapa suap yang diterima petugas? Berapa orang yang menerimanya? Sungguh memalukan.

Sebagai rakyat biasa, saya hanya berharap semoga tak ada lagi penyalahgunaan wewenang bagi para pemegang jabatan. Apa pun jabatan yang diembannya adalah amanah. Jadi alangkah tak pantasnya si pengemban jabatan ini melakukan tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme.

NINING SUPRAPTO
Pancoran, Jakarta Selatan


Sopanlah, Pansus

KITA sudah melihat para saksi di Panitia Khusus Hak Angket di Dewan Perwakilan Rakyat menjadi sasaran kemarahan dan kata-kata garang, menyudutkan, serta menggertak. Padahal para saksi ini diundang untuk memberikan testimoni, bukan pesakitan untuk dicaci maki. Kita jadi tahu kata-kata yang diucapkan para aktor demokrasi itu sudah mendegradasikan etika dan akal sehat mereka.

JUSUF SANI
Bogor, Jawa Barat


Menyoal Aksi 28 Januari

AKSI demonstrasi ini akan dihadiri oleh Hatta Taliwang (mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Amanat Nasional); Adhie Massardi dari Komite Indonesia Bangkit; sosiolog Kastorius Sinaga; pengamat politik dari Universitas Paramadina, Yudi Latif; dan aktivis Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi, Ray Rangkuti. Mereka menuntut agar Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono mundur dari jabatan mereka.

Aksi seperti itu, biasanya, dilakukan karena mereka gagal bersaing dalam pemilihan umum lalu. Kasus Bank Century memang mengganggu program pemerintah, tapi apakah sampai harus Presiden dan wakilnya mundur? Untuk itu, kepada pihak-pihak yang ingin mencoba menggoyang pemerintah yang sah, hendaknya tak terlalu cepat mengambil kesimpulan. Sebaiknya kita tunggu saja proses hukum dan apa hasil Panitia Khusus Hak Angket di DPR yang tengah menyelidiki bailout Bank Century.

ADE RACHMAN
Bogor, Jawa Barat


Teladan Pemimpin

KORUPSI kian mengganas. Sudah ada Komisi Pemberantasan Keuangan, Satuan Tugas Antimafia Hukum, tapi korupsi jalan terus. Koruptor hidup enak di penjara, menikmati hari tua dengan hasil korupsi. Bisakah korupsi diberantas? Bisa. Dimulai dari pemimpinnya. Pemimpin negeri ini harus memberikan contoh dan teladan. Jangan melindungi teman dan kroni atau yang tersangkut kasus hukum. Tegakkan hukum. Itu kuncinya. Saya yakin kita bisa.

WISNU WIDJAJA
Tegal, Jawa Tengah


RALAT

Terdapat kesalahan dalam artikel Intermezo ”Ini Pulang yang Sesungguhnya” pada edisi 18-24 Januari 2010. John Messet semestinya Nicholas Messet, Adolf Hanasben, seharusnya Adolf Hanasbey, Alexander Yoku seharusnya Fransalbert Joku, dan Teihinus Wally semestinya Thinus Wally. Kami mohon maaf atas kesalahan ini. — Redaksi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus