Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keluhan terhadap PT BFI Malang
SAYA adalah pemakai kredit PT Bunas Finance Indonesia (BFI) Cabang Malang dengan nomor kontrak 5238006788 atas nama Hj. Arofah, beralamat di Jalan Kolonel Sugiono 16, Pasuruan. Kredit ini saya angsur selama 24 bulan, dari Januari 2002 sampai dengan Desember 2003. Besarnya angsuran Rp 2.705.000 per bulan.
Setelah lunas, saya minta lembaran "Tagihan dan Denda" (yang kemudian disebut amortization oleh piahk BFI) kepada BFI Malang. Di situ terdapat denda sebesar Rp 3.151.325 karena ada keterlambatan pembayaran pada setiap bulannya. Dan saya disuruh membayar denda tersebut.
Ternyata denda tersebut tidak memiliki dasar yang kuat. Sesudah saya adakan cross check dengan tanggal pembayaran saya (bukti transfer yang saya lakukan selama ini), ternyata terdapat ketidakcocokan. Angsuran ke-19 ditulis tanggal 17 Juli 2003, seharusnya tanggal 11 Juli 2003, berarti selisih 6 hari. Angsuran ke-20 ditulis tanggal 6 Agustus 2003, seharusnya 4 Agustus 2003, berarti selisih 2 hari. Kesalahan mungkin juga terjadi pada angsuran yang lainnya, tapi belum saya adakan cross check karena saya harus mengumpulkan bukti transfer dulu. Sejauh ini, saya dirugikan sebesar Rp 120 ribu.
Saya menyesalkan bagaimana PT BFI, yang besar dengan sistem online, bisa melakukan kesalahan ini. Ataukah hal ini disengaja sehingga lebih banyak untung yang didapat dengan merugikan para nasabahnya? Saya sudah melakukan konfirmasi kepada pihak BFI Malang (Ibu Indri, consumer service) mengenai hal ini. Katanya, pimpinan cabangnya akan menghubungi saya secepatnya, tapi sampai hari ini belum pernah menghubungi.
Saya harapkan kepada pengguna kredit PT BFI yang lain agar berhati-hati. Sebaiknya, bukti transfer disimpan sehingga pihak BFI tidak bisa melakukan rekayasa tanggal pembayaran, yang pada akhirnya akan merugikan kita sebagai pelanggan.
AKHMAD FIRDAUS
Perum Prima Graha Blok B No. 18
Jalan Gg. Sanghyang, Kerobokan
Bali
Presiden Orang Asing
MASALAH pemilihan presiden sekarang tentulah isu yang paling menarik dan hangat dibicarakan. Di masa yang lalu, kita tidak punya banyak pilihan. Malah ada yang sampai dikultuskan, sepertinya tidak ada yang mampu menggantikan presiden tersebut. Sekarang, diakui atau tidak, sebenarnya kita memang banyak punya calon presiden tapi sedikit punya calon atau orang yang mau mengurus nasib rakyat.
Paling menyedihkan atau menyakitkan hati kita adalah jika ada di antara kita yang berambisi menjadi presiden dengan tujuan kurang mulia. Sebutlah, misalnya, agar mendapat fasilitas kemewahan, gaji besar, bisa pelesiran ke luar negeri dan membawa anak serta keluarga, atau dengan menjadi presiden bisa dengan mudah menang dalam perebutan tender proyek-proyek besar untuk diberikan kepada sanak saudaranya.
Siapa pun yang akan menjadi presiden untuk jangka lima tahunan ini, saya tetap pesimistis. Ia tak akan mampu membawa kita keluar dari krisis multidimensi ini. Meskipun saya punya idola tokoh-tokoh nasional yang cerdas dan bersih dari KKN, seperti dikatakan Profesor Emil Salim di televisi mereka tidak punya organisasi. Saya punya ide atau saran, sebaiknya presiden kita dalam jangka pendek ke depan ini mengontrak salah seorang mantan pemimpin negara asing yang sukses dalam tugasnya. Boleh mantan perdana menteri atau mantan presiden.
Pilihan saya jatuh pada para mantan Perdana Menteri Jepang (pilih salah satu). Adapun alasan saya, pertama, segala fasilitas kehidupan kita sepertinya sangat didominasi buatan Jepang, apakah itu alat transportasi, komunikasi, dan lain-lainnya. Kedua, orang Jepang, apalagi pejabatnya seperti perdana menteri, punya rasa malu yang tinggi. Contohnya, jangankan jadi tersangka atau terlibat, baru digosipkan KKN saja mereka sudah minta mundur dari jabatannya. Padahal belum diputus oleh pengadilan.
Ketiga, dunia semakin sempit, lambat-laun kita pasti akan menjadi warga dunia yang tidak mengenal batas dan wilayah, asal-usul. Keempat, dalam dunia olahraga, khususnya sepak bola yang menjunjung tinggi sportivitas, dibenarkan menyewa pelatih dari negara lain, bahkan menyewa dengan harga sangat mahal pemain luar untuk memperkuat kesebelasannya, asal bisa membawa kemenangan serta mengharumkan nama kesebelasan tersebut.
Menurut saya, arti nasionalis adalah ingin melihat dan selalu berusaha agar rakyat dan negara kita maju sejahtera sepanjang masa. Tak masalah dengan cara belajar kepada bangsa lain yang sudah maju. Terima kasih dan merdeka!
SYAIFUL PANDU
Guru SMP Cendana
Blok A-02 Balairaja Duri
Riau 28884
Kekalahan TEMPO (1)
THE Southeast Asian Press Alliance (SEAPA) Jakarta mengecam keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 21 Januari 2004, yang menghukum Koran Tempo supaya membayar ganti rugi US$ 1 juta kepada Tomy Winata. Majelis hakim yang diketuai Zoeber Djajadi juga memvonis Koran Tempo supaya meminta maaf melalui 8 koran, 6 majalah, dan 12 televisi baik dalam negeri maupun luar negeri. Apabila Koran Tempo lalai menjalankan putusan tersebut bila telah berkekuatan hukum, diharuskan membayar uang ganti paksa Rp 10 juta per hari.
Tomy Winata mengajukan gugatan berkait dengan berita Koran Tempo berjudul Gubernur Ali Mazi Bantah Tomy Winata Buka Usaha Judi, dengan subjudul Dari Edy Tansil sampai Zarima, yang muncul pada edisi 6 Februari 2003. Merasa dicemarkan, Tomy Winata menuntut ganti rugi US$ 2 juta dan pemulihan nama baiknya. Gugatan ditujukan kepada Bambang Harymurti (tergugat I), Dedy Kurniawan (tergugat II), dan Tempo Inti Media Harian (tergugat III). Gugatan ini adalah satu dari tiga gugatan perdata dan satu gugatan pidana terhadap TEMPO yang diajukan Tomy Winata.
SEAPA menilai putusan itu sangat merugikan Koran Tempo dan dapat menjadi yurisprudensi yang buruk bagi kebebasan pers di Indonesia. Putusan tersebut juga mencerminkan masih banyaknya hakim pengadilan di Indonesia yang belum memahami standar pemberitaan dan fungsi kebebasan pers bagi demokrasi di Indonesia. Besarnya ganti rugi dan banyaknya media yang harus digunakan tergugat untuk menyampaikan permintaan maaf, sebagaimana telah ditetapkan majelis hakim, menjadi putusan yang patut kita nilai berlebihan dan "aneh".
Sebagai organisasi pers yang berjuang untuk perlindungan jurnalis dan penegakan kebebasan pers, SEAPA Jakarta menyatakan sikap:
- Mengecam putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap Koran Tempo. Putusan tersebut menjadi yurisprudensi yang buruk dan ancaman yang nyata bagi kebebasan pers dan kebebasan jurnalis dalam menulis berita.
- Mendesak agar proses pengadilan semua kasus yang berhubungan dengan TEMPO vs Tomy Winata dilakukan secara adil.
- Meminta majelis hakim pengadilan yang menyidangkan perkara-perkara pers agar lebih memahami fungsi kebebasan pers dan kaidah-kaidah jurnalistik yang berlaku. SEAPA melihat banyak hakim saat ini yang tidak berkompeten mengadili perkara pers, tapi tetap "dipaksakan", sehingga putusannya sangat merugikan pers.
LUKAS LUWARSO
Country Director SEAPA
Kekalahan TEMPO (2)
"GILA bener". Itulah ucapan khas Betawi untuk sesuatu yang sangat mengherankan atau menakjubkan. Ungkapan ini mungkin pantas pula kita ucapkan mendengar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menjatuhkan vonis bersalah kepada Koran Tempo, plus denda yang harus dibayar sebesar US$ 1 juta serta permintaan maaf yang harus disiarkan di beberapa media, baik dalam maupun luar negeri.
Sebenarnya berita yang dilansir oleh Koran Tempo tersebut sudah sangat memenuhi kaidah jurnalistik. Koran Tempo telah memberikan ruang untuk menjawab semua desas-desus yang beredar di masyarakat berkenaan dengan bisnis Tomy Winata di Sulawesi Tenggara.
Kini, ke mana negara kita ini akan dibawa bila kebebasan pers sudah bukan merupakan sesuatu yang harus dilindungi? Jika kita menginginkan negara ini menjadi demokratis, fungsi pers sebagai watch dog akan menjadi mandul gara-gara ancaman semacam itu terus menghantui setiap insan pers dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Dengan demikian, public right to know menjadi terdistorsi oleh keadaan tersebut.
Vonis tersebut telah mengancam dan menciptakan rasa takut kepada insan pers untuk mencari dan menyampaikan informasi, yang merupakan hak asasi manusia yang telah dijamin dengan peraturan perundang-undang. Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi.
Pasal 19 Piagam PBB menyebutkan: "Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hal ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas wilayah."
Selain itu, vonis terhadap Koran Tempo juga telah melanggar hak kebebasan dalam menyampaikan pendapat sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 40/1999, di mana pers mempunyai hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Itu sebabnya, Lembaga Bantuan Hukum Pers menyatakan sikap sebagai berikut:
- Menyatakan protes atas penjatuhan vonis "yang sangat menakjubkan" tersebut.
- Mendorong setiap instansi penegak hukum agar menggunakan Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers untuk menyelesaikan setiap persoalan pers.
- Menyatakan protes keras atas segala bentuk tindakan yang menghambat kebebasan pers.
- Meminta kesadaran seluruh elemen masyarakat yang merasa dirugikan oleh pemberitaan media supaya menyelesaikan segala persoalan melalui mekanisme yang ada dan dengan cara-cara yang beradab, sesuai dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 1999.
MISBAHUDDIN GASMA
Direktur Eksekutif LBH Pers
Koreksi tentang Anwar Ibrahim
ADA beberapa kesalahan editing dalam wawancara dengan Perdana Menteri Badawi (TEMPO Edisi 12-18 Januari 2004). Pada paragraf Datuk Seri Anwar Ibrahim dirujuk sebagai "... mantan Perdana Menteri yang kini dimasukkan penjara...". Tentunya posisi terakhir Anwar adalah Deputi PM dan Menteri Keuangan. Dalam paragraf lain disebutkan bahwa pengganti Badawi sebagai Deputi PM adalah Muhamad Tun Razak. Tentunya yang kurang disebutkan adalah Muhamad Najib Tun Razak.
IWAN FUAD SALIM
[email protected]
Terima kasih atas koreksi AndaRed.
Terima Kasih untuk Tim Medis RSAL
Pada 30 Desember 2003 sampai 19 Januari 2004, paman saya (G. Pranomo) yang veteran angkatan 45 dirawat di Rumah Sakit Angkatan Laut Mintohardjo, Jakarta, dengan kasus operasi penyumbatan usus besar. Mengingat usianya 80 tahun, sebenarnya saya pesimistis atas keberhasilan operasi ini. Namun tidak disangka ternyata operasi ini berhasil dengan baik. Demikian juga untuk operasi kedua dan ketiga dalam waktu dua minggu.
Bagi kami, ini prestasi luar biasa. Saya merasa puas dan sangat berterima kasih atas kerja keras Dokter Deddy, Dokter Firdaus, Dokter Leo, Dokter Sapta, Dokter Inggriany dan kawan-kawan. Terima kasih ini kami tujukan juga kepada perawat di ruang ICU P. Sayang dan P. Salawati yang telah merawat Bapak G. Pranowo dengan baik sekali dan banyak membantu kami untuk mencari obat-obatan yang sangat dibutuhkan beliau.
Namun sayang, meski mereka sudah bekerja keras untuk menyembuhkan penyakit Bapak G. Pranowo, ternyata Tuhan memanggilnya untuk kembali kepangkuan-Nya pada 19 Januari 2004 untuk kasus yang lain. Kami melepas kepergiannya dengan ikhlas dan tidak akan melupakan kerja keras tim dokter dan perawat RSAL Dr. Mintohardjo. Sekali lagi terima kasih.
DWIE SURYAWATI
Jalan Danau Buyan FII/61
Pejompongan, Jakarta Pusat
Tahun Baru Imlek
MALAM sehari sebelum perayaan Imlek, 21 Januari 2004, menurut kepercayaan Tionghoa adalah malam "pencerahan", waktu untuk kita semua memohon petunjuk untuk meniti masa depan. Apa pun agamanya atau apa pun suku bangsanya, semua bersatu mencari keberkahan dalam menyambut datangnya "tahun monyet". Sifat keingintahuan monyet akan meliputi semua aspek kehidupan.
Semua menginginkan kedamaian, tetapi bukankah kita tidak pernah mengetahui bagaimana caranya? Untuk itu marilah kita mengingat kembali pesan dari founder kita Bung Karno: "Untuk menjadi bangsa yang besar, bangsa ini harus mi'radj."
Apa sesungguhnya makna pesan itu? Dalam mempelajari agama, kita jangan terjebak dalam ritual semata, tetapi lebih daripada itu, dapat memaknai tujuannya, sehingga semua agama dapat bersatu. Silakan saja dan boleh saja orang salat lebih dari lima kali sehari, naik haji lebih dari satu kali, puasa tidak pernah absen, bahkan semua yang sunah pun tidak pernah lupa, tetapi tahukah kita semua akan tujuan sesungguhnya? Pada kalimat adzan disebut-sebut: "Marilah kita salat, marilah menuju kemenangan". Kemenangan yang bagaimana?
Di sinilah kita harus menelusuri risalah dosa asal dari Adam dan Hawa, ketika keduanya terlempar dari surga Firdaus dan terkutuk menjadi patung-patung batu yang dalam bahasa agama adalah berhala. Di sinilah sebabnya Allah menurunkan ajaran Nabi Besar Muhammad dengan kelima rukun Islamnya, yang semua tujuannya membebaskan manusia agar tidak jadi berhala.
Lihatlah kenapa waktu salat badan ditekuk dan ditekuk lagi berulang-ulang agar tercapai tujuan tersebut. Begitu juga kenapa diciptakan Ramadan dan Lebaran, yang pada hakikatnya adalah untuk membatasi perhitungan tahun. Seandainya tidak ada batasan itu mungkin orang tidak ada batasan umurnya, umur menjadi kekal abadi tak terhingga alias menjadi berhala. Bukankah yang kekal dan abadi telah disimbolkan dalam agama yaitu berupa batu hitam yang disebut Ka'bah?
Jadi makna kalimat ajakan salat "menuju kemenangan" adalah agar manusia dapat terbebas dari dosa dan najis, sehingga manusia tidak jadi berhala, bahkan sebaliknya selalu merasa bersih, suci seperti bayi yang baru dilahirkan. Kita manusia bisa merasakan hal ini sehabis melakukan salat.
Selamat tahun baru Imlek 2555, Gong Xi Fa Cai. Semoga pada tahun monyet ini seluruh komponen bangsa terbuka hatinya untuk dapat lebih saling mengerti dan memahami perbedaan pendapat serta perbedaan agama masing-masing, sehingga dapat bersatu dalam kebinekaan, maka kedamaian segera akan tercipta ada di bumi Indonesia tercinta ini.
AGUS UTORO
Jalan Fatah Hasan 2
Serang, Banten
Ralat
DALAM TEMPO Edisi 19-25 Januari 2004 dimuat tulisan berjudul Mereka yang Dikejar Kontroversi (halaman 35). Di situ disebutkan: Mayjen (Purn.) Sang Nyoman Suwisma, Wakil Ketua Bidang Perencanaan dan Anggaran KONI. Seharusnya: Mayjen Sang Nyoman Suwisma. Jadi, belum pensiun.
Kami mohon maaf kepada Bapak Suwisma dan para pembaca atas kesalahan ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo