Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mantan Menteri Pendidikan Nasional, Yahya Abdul Muhaimin, dikukuhkan sebagai guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Dalam pidato pengukuhannya pada Rabu pekan lalu, doktor lulusan Massachusetts Institute of Technology, AS, tahun 1982 ini menyoroti kekuatan TNI yang dinilainya masih jauh dari kebutuhan minimal.
Menurut Yahya, ini bisa dilihat dari personel maupun anggarannya. Tahun 2004, jumlah personel TNI 346 ribu. Angka ini jelas sangat tidak sebanding dengan luas wilayah dan jumlah penduduk Indonesia. ”Idealnya, jumlah personel TNI adalah 2 juta atau sekitar 1 persen dari jumlah penduduk Indonesia,” kata pria kelahiran Bumiayu, Jawa Tengah, 17 Mei 1943 ini.
Begitu juga dengan anggarannya. Tahun 2002, kata Yahya, anggaran untuk pertahanan Rp 12,7 triliun atau 3 persen dari gross domestic product (GDP). Tahun 2004, anggaran pertahanan memang naik sebesar Rp 21,4 triliun. Namun itu tetap belum mencukupi. Dampaknya, kata Yahya, TNI cukup kesulitan menjaga dan mengamankan wilayah RI.
Mantan atase pendidikan dan kebudayaan Kedutaan Besar RI di Washington, DC, AS, ini pernah menulis buku Perkembangan Militer dalam Politik di Indonesia (1982). Disertasi doktoralnya adalah The Politic of Client Businessmen: Indonesian Economic Policy 1950-1980.
”Silakan unjuk rasa. Silakan gelar spanduk. Tapi tidak harus duduki ini, merusak itu, atau bakar-bakaran.” —Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat membuka pertemuan pemerintah dengan Forum Rektor di Istana Negara, Rabu pekan lalu, untuk sosialisasi rencana kenaikan harga BBM 1 Oktober 2005.
”Buat saya, paling banter nilainya enam. Masyarakat mulai kehilangan kepercayaannya, dan kalau pemerintah begitu terus, nilai bisa makin jatuh.” —Adnan Buyung Nasution, advokat senior, menilai kinerja pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
TEMPO DOELOE
3 Oktober 1990 Jerman Timur (Republik Demokratik Jerman) secara resmi bergabung dengan Jerman Barat (Republik Federal Jerman). Negara Jerman terbelah setelah Perang Dunia Kedua. Reunifikasi kedua Jerman menjadi satu negara federal ini setelah 31 tahun terpisah.
4 Oktober 1957 Satelit Sputnik milik Uni Soviet diluncurkan ke luar angkasa. Pesawat luar angkasa tak berawak ini, yang merupakan peristiwa pertama di dunia, berhasil mengorbit 900 kilometer di atas bumi. Setahun kemudian, Amerika baru mengorbitkan satelit pertamanya, Explorer, ke luar angkasa.
5 Oktober 1991 Pesawat Hercules C130 milik TNI Angkatan Udara jatuh di Condet. Pesawat baru saja lepas landas dari Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, membawa satu kompi Pasukan Khas AU. Korban tewas 137 orang.
6 Oktober 1981 Presiden Mesir Anwar Sadat tewas ditembak dalam sebuah parade militer. Pelaku penembakan adalah Jihad Islam, organisasi muslim Mesir berhaluan keras yang menentang perjanjian damai Mesir dengan Israel.
7 Oktober 1951 Tentara Pembebasan Ras Melayu (MRLA), sayap gerilyawan dari Partai Komunis Malaya (MCP), berhasil menewaskan Komisioner Tinggi Inggris di Malaya Sir Henry Gurney.
8 Oktober 1967 Pemimpin revolusioner asal Kuba, Che Guevara, ditangkap saat memimpin patroli di Desa La Higuera, wilayah Vellagrande, Bolivia. Ia menyerah setelah kakinya tertembak dan senjatanya rusak. Sehari kemudian, ia dikabarkan tewas tertembak—dugaan lain ia dieksekusi—oleh tentara Bolivia.
9 Oktober 1970 Jenderal Lon Nol mengumumkan penghapusan monarki dan menyatakan berdirinya Republik Khmer di Kamboja. Lon Nol berhasil mengambil alih kekuasaan setelah mengkudeta Raja Norodom Sihaunok pada Maret 1970.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo