Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penasihat ilmiah utama India K. VijayRaghavan mengingatkan bahwa negaranya pasti menghadapi gelombang lanjutan tsunami Covid-19. Menurutnya, setelah gelombang kedua mereda, negara harus siap menghadapi gelombang ketiga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
VijayRaghavan menjelaskan bahwa gelombang ketiga tidak akan bisa dihindari, mengingat tingginya tingkat virus yang beredar. "Tapi tidak jelas pada skala waktu apa fase 3 ini akan terjadi. Kita harus bersiap untuk gelombang baru,” ujar dia, seperti dikutip Reuters, Rabu, 5 Mei 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini, negara yang dijuluki Anak Benua itu, mencatat sekitar 400 ribu kasus infeksi dan 4.000 orang meninggal dalam waktu sehari. Angka tersebut menjadi kasus harian tertinggi di dunia.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan dalam laporan mingguan, India menyumbang hampir setengah dari kasus virus corona yang dilaporkan di seluruh dunia minggu lalu dan seperempat dari kematian.
Tsunami Covid-19 itu menyebabkan krisis kesehatan, dengan rumah sakit berjuang mencari tempat tidur dan oksigen sebagai tanggapan atas lonjakan infeksi mematikan kedua. Banyak orang meninggal di ambulans dan tempat parkir mobil menunggu tempat tidur atau oksigen, sementara kamar mayat dan krematorium berjuang untuk menangani aliran jenazah yang tampaknya tak terhentikan.
Pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi telah banyak dikritik karena tidak bertindak cepat untuk menekan gelombang kedua. Bahkan setelah festival keagamaan dan demonstrasi politik menarik puluhan ribu orang dalam beberapa pekan terakhir yang menjadi penyebab penyebaran virus.
"Kami kehabisan udara. Kami sekarat," tulis pemenang Booker Prize Arundhati Roy dalam sebuah opini yang meminta Modi untuk mundur.
Menurut Roy, ini adalah krisis yang sedang dibuat Modi. “Anda tidak bisa menyelesaikannya. Anda hanya bisa memperburuknya. Jadi silakan pergi."
Pakar medis mengatakan angka aktual India bisa lima hingga 10 kali lipat dari penghitungan resmi. Negara ini telah menambahkan 10 juta kasus hanya dalam waktu empat bulan, setelah membutuhkan lebih dari 10 bulan untuk mencapai 10 juta pertama.
Pihak oposisi telah mendesak isolasi nasional. Tapi pemerintah enggan memberlakukannya karena takut dampak ekonomi, meskipun beberapa negara telah mengadopsi pembatasan sosial.
Dalam langkah terbaru, negara bagian timur Benggala Barat, di mana para pemilih menganggap partai Modi kalah dalam pemilihan pekan lalu, menangguhkan layanan kereta lokal dan jam kerja terbatas untuk bank dan toko perhiasan—di antara langkah-langkahnya untuk membatasi infeksi.
Selain itu, lonjakan infeksi bertepatan dengan penurunan drastis dalam vaksinasi karena masalah pasokan dan pengiriman, meskipun India adalah produsen vaksin utama. Setidaknya tiga negara bagian—termasuk Maharashtra dan Mumbai—telah melaporkan kelangkaan vaksin, dan menutup beberapa pusat inokulasi.
Antrean panjang terbentuk di luar dua lokasi di kota barat yang masih memiliki persediaan vaksin. Beberapa dari mereka yang menunggu meminta polisi untuk membuka gerbang mereka lebih awal.
Pemerintah juga mengatakan kapasitas produksi obat antivirus remdesivir, yang digunakan untuk mengobati pasien Covid-19, telah meningkat tiga kali lipat menjadi 10,3 juta botol per bulan. Angka itu naik dari 3,8 juta botol pada bulan lalu.
Tetapi pengujian harian telah turun tajam menjadi 1,5 juta, kata Dewan Penelitian Medis India, dari puncak 1,95 juta pada hari Sabtu, 1 Mei 2021.