RIBUAN pengunjung Kebon Binatang Surabaya lewat alat pengeras
suara -- mendengar lagu pelan dan syahdu, menggugah rasa pilu.
Anak-anak yang biasanya riang gembira turut terpengaruh oleh
suasana berkabung itu. Seorang anak, teman setia Makua, Minggu
pagi itu membawa makanan untuk gorilla itu. Ia menemukan
kandangnya sudah kosong.
Pada malam sebelumnya, jam 21.05, 8 Desember, Makua
menghembuskan nafas terakhir dalam usia hampir 16 tahun. Semula
diberitakan ia meninggal akibat serangan jantung, tapi
belakangan diduga akibat berbagai komplikasi penyakit paru-paru,
jantung dan radang di lambung.
"Tapi kami sementara hanya bisa menduga penyakitnya," ujar drh.
I Nyoman Pasek dari FKH UNAIR seperti dikutip koran Surabaya
Post. Konon gorilla itu sudah lebih 2 bulan mengidap penyakit.
Nyoman serta rekannya dari FKH UNAIR baru diberitahu tentang
gawatnya keadaan Makua beberapa jam sebelum ia mati. "Kami tak
dapat berbuat apa-apa lagi," ceritanya.
Bambang Suhardjito, Sekretaris KB Surabaya, menjelaskan bahwa
kebanyakan jenis kera dalam kebon itu mengidap penyakit
paru-paru. Ia menduga bahwa Makua ketularan penyakit dari kera
tetangganya atau dari pengunjung.
Masih Diperiksa
Di kebon binatang seluruh dunia memang sudah diketahui bahwa
jenis kera mudah terserang berbagai penyakit paru-paru. Karena
itu di beberapa kebon binatang yang mampu, kandang kera itu
dilindungi oleh kaca.
Drh. Moh. Munif dari bagian Patologi FKH UNAIR, menurut Surabaya
Post, menyatakan bahwa akhir ini ada semacam wabah di KB
Surabaya itu. Banyak binatang yang tidak sempat diselamatkan.
Misalnya binatang hadiah Ho Chi Minh, ikan lumba-lumba, dan
lain-lain. Tapi kesehatan binatang di situ "biasanya cuma
ditangani seorang mantri," ujarnya menurut Surabaya Post.
Drh. Subarkah pekan lalu dari KB itu masih tak bersedia
memberikan keterangan medis mengenai kematian Makua. "Masih
diperiksa di laboratorium," ujarnya kepada TEMPO. Memang sudah
dilakukan autopsi atas jasad Makua. Sebetulnya penyakit
paru-paru sebagai sebab utama kematiannya juga belum pasti.
Sejak seminggu sudah, suhu badan Makua naik. "Kita memang tidak
bisa mengukurnya, tapi menurut rabaan tangan, panas itu terasa
lebih tinggi dari biasanya," cerita Bambang. Ia menduga suhu
badan itu naik karena luka di tangan Makua yang tidak pernah
sembuh. Obat luar yang dioleskan untuk itu selalu tidak
bermanfaat karena Makua mengusap-usap tangannya di tanah.
Menurut Sutikno, petugas yang merawat Makua sehari-hari, luka di
tangannya sudah ada sejak gorilla itu datang di Indonesia.
Mungkin karena itu pula Makua tidak pernah kelihatan riang. "Dia
baru gembira kalau ada kucing di dekatnya," cerita Sutikno.
Sutikno satu-satunya perawat yang akhirnya berani masuk ke
kandang Makua, tapi menemukannya sudah mati. Ia menceritakan
perangai Makua yang lucu. Rupanya kalau senja sudah tiba, Makua
senang sekali mengintip pasangan orang utan di kandang
sebelahnya sedang bercumbu.
Gorilla tidak sebesar dan sekejam seperti digambarkan orang
dalam film King Kong. Ketika tahun lalu Makua baru mulai
menghuni KB itu, Burhanuddin, 32 tahun, berangkat sekeluarga
dari Banyuwangi menuju Surabaya, khusus untuk menyaksikannya.
"Saya kira seperti King Kong dalam film," katanya kemudian.
"Ternyata ia hanya sedikit lebih besar dari orang utan." Namun
Burhanuddin sekeluarga merasa puas dapat menyaksikan gorilla
hidup.
Dalam alam bebas gorilla bisa mencapai umur sekitar 35 tahun,
tinggi badan 170 cm. Tinggi Makua hanya 150 cm, tapi berat
badannya ketika meninggal sampai 287 kg, bahkan pernah 300 kg
ketika baru tiba.
Tabiat gorilla sangat tenang dan pendiam, berbeda jauh dengan
kera lainnya seperti simpanse. Juga ia pemalu, dan amat tidak
suka kalau ditonton, lebih-lebih waktu sedang makan. Jauh
bertentangan dengan rupanya yang buas, gorilla lebih suka
mengalah dan menghindar daripada menyerang, kecuali dalam
keadaan terdesak. Makanannya pucuk daun, akar dan buah-buahan.
Sejak sakitnya menjadi, Makua kurang berselera. "Bahkan hari
Jumat dan Sabtu ia sama sekali tidak mau makan," cerita Sutikno.
Tahun 1978 biaya makannya masih sekitar Rp 2.500, tapi kemudian
mencapai Rp 10.000 sehari. Ini bukan karena Makua bertambah
makan banyak, tapi karena harga makanan naik.
Makua biasanya mulai jam 8 pagi sudah diberi sarapan dan
selanjutnya hampir setiap 2 jam diberikan tambahan makanan.
Menunya antara lain terdiri dari buah-buahan seperti peer Korea,
apel Australia, papaya Meksiko, berbagai macam pisang termasuk
yang direbus, nasi tim, wortel, sirup dan hampir 5 liter susu.
Gorilla itu konon lahir di Zaire, Afrika Tengah, tahun 1964. Ia
diberi nama Makua -- nama orang kebanyakan di sana seperti di
sini misalnya Paiman. Ketika masih berumur 2 tahun ia diangkut
dari Zaire dan ditempatkan di Kebon Binatang Blijdorp di
Rotterdam.
Tanggal 15 November 1978, direktur Kebon Binatang Blijdorp, Dirk
van Dam menyerahkan Makua kepada Ketua Perhimpunan Kebon-Kebon
Binatang Indonesia, Harsono. Sejak itu masyarakat Ja-Tim ramai
datang menyaksikan gorilla pertama di Indonesia. Selama setahun
pengunjungnya sudah mencapai lebih 900.000, memancing
penghasilan sekitar Rp 180 juta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini