Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Ada matahari ada listrik

Pembangkit listrik tenaga sel surya di picon, banten, dibangun oleh BPPT (badan pengkajian dan pengembangan teknologi), teknologi fotovoltaik (sel pembangkit energi surya) mulai memasuki Indonesia.(ilt)

27 November 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LAHAN kering yang retak-retak dan berdebu sudah biasa di Desa Picon. Penduduknya (360 jiwa) mengatap rumah dengan ijuk dan daun rumbia. Sebagian besar melarat. Rakhmadun, petani di sana berkata, "yang paling kami butuhkan ialah air." Alhamdulillah, sekarang sebuah pompa listrik tak henti-hentinya menyemburkan air 30 - 40 m3 per jam. Sedikitnya 60 ha sawah tadah hujan bisa diairi. Cukup pula air bagi penduduk memasak, mandi, mencuci, dan sebagainya. Dan kini tiap rumah memasang lampu neon 20 watt, bahkan mereka bisa menonton siaran televisi di balai desa pada malam hari. Semua itu terjadi setelah BPPT (Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi) membangun pembangkit listrik dari tenaga surya di Picon, Banten, 3 tahun yang lalu. Pembangkit listrik itu terletak di lengah desa, dalam areal 250 m2 yang sekelilingnya bebas pepohonan. Sinar surya langsung menerpa 9 bagan, masing-masing berukuran 2 x 2,5 m yang terpasang miring 26 derajat ke arah utara menyongsong matahari. Bagan yang berjajar tiga disangga tiang-tiang besi dengan fondasi beton. Pada tiap bagan tersusun 72 modul, berupa bingkai aluminium 12 x 30 cm timbal-balik dan berlapis kaca bening. Tiap modul berisi 35 lempengan tipis silikon warna gelap. Itulah yang dinamai sel fotovoltaik (sel pembangkit energi surya). Sinar yang diserap sel itu berubah menjadi listrik. Kemudian melewati terminal positif dan negatif yang dibuat pada tiap lempengan silikon, arus dari seluruh bagan terkumpul dan mengalir ke sebuah gardu listrik di kompleks itu. Sel-sel fotovoltaik itu menghasilkan listrik 5,5 kw, di antaranya 2,2 menggerakkan mesin, memompa air dari kedalaman lebih 20 m. Sisanya untuk penerangan rumah penduduk. Tentu sel tak menghasilkan listrik di malam hari, atau tatkala cuaca mendung. Maka arus listrik tadi lebih dulu disimpan di dalam 30 accu 12 volt yang sudah diseri, di dalam gardu. Pembangkit listrik yang sama, tapi lebih besar -- menghasilkan 25 kw terdapat di Cituis, 50 km dari Tangerang. Di desa pantai yang dihuni 200 keluarga nelayan itu, menurut rencana listrik juga akan menggerakkan mesin penawar air laut. Tapi "instalasinya belum dipasang," kau Ir. Kardono, staf BPPT yang mengawasi proyek Cituis dan Picon. Cituis mulai ditangani 1979 upi direncanakan selesai tahun 1984. Pertama kali dipakai di Indonesia, 1975, untuk mercu suar Pulau Kapoposong, Sul-Sel, sekarang energi sel surya digunakan untuk 135 rambu laut, antara lain di Pulau Marundung (KalSel), Sungai Batanghari (Jambi), dan Kuala Langsa (Aceh). Perumtel menggunakan energi ini mulai dua tahun lalu di beberapa daerah terpencil untuk menggerakkan sentral telepon jarak jauh (STJJ yang nonotomat), pemancar dan penerima radio HF, dan sistem telepon pedesaan yang sekarang sedang dicoba di Kecamatan Peung (Bali). "Satelit Palapa pun memakai fotovoltaik," kau Sallya Rachmat, Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Telekomunikasi, Perumtel. Sistem fotovoltaik juga sudah terpasang di dua tempat (Gollu Watu dan Bukambero) di Sumba Barat. Keduanya marnpu menyediakan air minum -sangat berarti bagi ribuan penduduk dalarn musim kemarau panjang ini. BPPT sedang membangun lagi empat proyek percontohan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di kecamatan Manggala (Lampung Utara), Kecamatan Palas (Lampung Selatan), Kecamatan Cibinong (Cianjur), dan Kecamatan Secang (Magelang). Risetnya di bidang ini mendapat bantuan Jerman Barat. Dalam tahap awal ini PLTS diprioritaskan untuk daerah terpencil, terutama yang belum tercapai oleh PLN. Tapi "sudah saatnya (fotovoltaik) dikembangkan secara nasional," kata Dr. Ir. Adang Suwandi dalam sebuah seminar di ITB Bandung pekan lalu. Persoalan ialah harga fotovoltaik "masih tinggi," kau Ir. P. Iwan Santoso dari PT Centronix. Perusahaarmya sejak awal tahun ini merakit fotovoltailc di kawasan Sunter, Jakarta. Modul yang menghasilkan listrik hanya 20 watt sudah mencapai (harga sistem) Rp 250. 000. Proyek Picon menghabiskan Rp 150 juta. Harga itu melangit karena masih berupa proyek penelitian. Namun listrik yang dihasilkan generator kecil cuma Rp 1.000 per watt, atau 1096 di bawah harga listrik fotovoltaik. Karena itu, menurut Sallya Rachmat, Perumtel menggunakannya hanya di daerah terpencil, "di mana BBM sulit diperoleh." Di Desa Picon, misalnya, sangat mahal minyak solar, Rp 225 per liter, hampir dua kali harga biasa. PT Centronix merakit fotovoltaik dengan lisensi Bolarex (USA). Konsumennya terbatas pada lembaga pemerintah seperti Hankam dan Perumtel. Perusahaan lain, Guna Elektro mengageni produk AEG Telefunken (Jer-Bar) untuk mensuplai Dep. Perhubungan dan BPPT, sementara PT Philips dan beberapa perusahaan Amerika (Intercol Power Corp., Choner Corp., dan Sunteo System) sedang menjajaki pemasaran di Indonesia. "Kalau (fotovoltaik) nanti sudah memasyarakat, harganya pasti murah," kata Iwan Santoso. Prof. Dr. Samsun Samadikun, Dirjen Ketenagaan Dep. Pertambangan dan Energi, sependapat. "Sistem fotovoltaik nanti lebih murah daripada disel," katanya. Tahun 1990, menurut dugaannya, tiap watt fotovoltaik hanya Rp 800. Yang membuat tinggi harga itu sekarang adalah sistemnya. Sedang perawatannya murah. Proyek Picon itu hanya dijaga tiga pegawai, "dan tahan 20 tahun," kata Ir. Kardono. Menurut Prof. Dr. Sulaeman, Ketua Laboratorium Konversi Energi Listrik ITB, "rahasia teknologi fotovoltaik sudah kita ketahui." Bahan baku utamanya, pasir kwarsa, melimpah. Untuk memproduksikan sel energi matahari, katanya, "Amerika malah mengimpor pasir kwarsa dari Jawa Timur."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus