Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Sayang gajah, sayang transmigran sayang gajah, sayang transmigran

Pemindahan gajah dari daerah transmigrasi pasang surut, air sugihan III, Kab. Musi Banyasin, Sum-Sel, ke lebong hitam melalui oprasi ganesha yang dipimpin oleh letkol manila. (ilt)

27 November 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HUJAN lebat menyelimuti seluruh kawasan hutan yang sudah tidak perawan lagi. Kepulan asap menjadi sirna. Banyak parit di kawasan itu yang setiap petang airnya surut diluapi air hujan. Setelah hujan berhenti, langit menjadi bersih, daun-daun segar kembali. Hari semakin menjelang rembang Dan di tengah rimbunnya semak belukar di blok B, jalur 14 Air Sugihan III itu, tampak gerombolan gajah (sekitar 25 ekor) asyik melalap daun-daun muda. Sesekali, salah seekor gajah berjalan agak terpisah untuk minum di parit. Suara lengkingan lirih, bagaikan komando agar gajah yang sedang minum itu cepat menggabung. Tetapi tiba-tiba ada suara lengkingan keras sebagai isyarat bahaya. Secara serentak mereka kemudian masuk ke hutan yang masih rimbun oleh pohon-pohon. Dan cahaya remang pun terhampar di lahan transmigrasi Air Sugihan, Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan. Hari telah berganti malam. Sejak pertengahan November, kawasan transmigrasi pasang surut (seluas 45.000 ha) ini diramaikan oleh manusia berbaju hijau. Perahu bermotor lebih ramai dari hari-hari biasa. Sementara dua kapal pendarat dan sebuah kapal perbekalan milik Kodam IV Sriwijaya tampak hilir mudik di saluran, 60 km sebelah hilir Kota Palembang. Operasi Ganesha -- bertujuan menyelamatkan manusia dan gajah -- telah terbentuk setelah penelitian dan sekian kali rapat diadakan. Nama Ganesha dipilih untuk dewa Hindu dari sekte Ganapati. Selain lambang ilmu pengetahuan, Ganesha dianggap juga sebagai tokoh pengusir segala rintangan. Sebuah pos komando utama didirikan di jalur 20. Dari pos inilah, 197 prajurit dari Yon Zeni Tempur dan Armed (Artileri Medan) akan disebar, setelah mendapat perintah dari Menhankam Pangab, 13 Oktober. Sebagian menyandang senapan M16 (bukan untuk menembak, tapi berjaga-jaga) dan banyak yang mencangking kapak, palu dan gergaji mesin. Bersama tim PPLH, Kehutanan, Agraria, Pengairan dan rakyat setempat, sekitar 400 orang akan menggiring gajah yang diperkirakan berjumlah 125. Sejak 1978, kawasan itu digarap untuk daerah transmigrasi pasang surut, yang membentang di sebelah kanan Sungai Musi dan berhadapan dengan Teluk Bangka. Dari huun yang semula seluas 3.000 ha, kini tinggal 300 ha saja yang belum dikelola oleh P4S (Proyek Persiapan Persawahan Pasang Surut) berupa kotak-kotak yang membenung antara Sungai Saleh dan Sungai Air Sugihan. Ketika membuat alur-alur itulah, sang gajah terjepit, terutama di jalur 14 (ada 77 ekor), jalur 13, 18 dan 20. "Karenanya perlu dicari pemecahan,' kata Jack West, 30 tahun, ahli satwa dari PPLH, "agar manusia tidak terganggu dan populasi gajah jangan musnah.' Apalagi tim P4S sering juga menebang pohon besar (meranti, pule, mangris, jelutung) di kawasan yang bergambut, kering atau berlumpur. Kalau pohon besar bergelimpangan, berarti musnah pula daun muda dari pohon palas, semayau, karena untuk lahan persawahan, area harus dibakar. Gajah jadi kelaparan, dan sering menyerang ladang transmigran. Bukan saja tanaman jagung, singkong atau sayuran, "tapi 64 ha tanaman padi siap panen dihabiskan oleh mereka," ujar Suharto, Kepala Satuan Pemukiman Transmigrasi Air Sugihan III. Hal itu terjadi Maret lalu. Sejak 1980, mereka sebenarnya telah mengeluh. Rebutan sumber alam dengan satwa lindungan itu satu malam bisa sejauh 15 km. Gajah mempunyai daya lari yang lebih cepat daripada manusia di medan yang sama, bahkan bisa menyeberang sungai dengan belalainya dijadikan snorkel (pipa pernapasan) Transmigran yang jumlahnya sekita 1.000 KK jadi kewalahan, tentu saja. Jadi siapa yang harus pindah? Akhirnya diputuskan: gajah. Translokasi gajah ini--proyek bersama Departemen PU, Pertanian, Hankam dan PPLH--diperkirakan akan menelan biaya Rp 155 juta. Jadwal yang masih sementara direncanakan akan mengambil waktu 35 hari untuk menggiring gajah ke pemukimannya yang baru, Lebong Hitam, yang luasnya 10.000 ha. Karena kini awal musim hujan, penggiringan semestinya sudah dimulai minggu kedua November. "Tapi gajah 'kan bukan manusia," ujar Letkol. I.G.K. Manila yang tanpa rambut tapi berkumis lebat itu. "Jadwal bisa saja berubah." Kebetulan sekali, 18 November, 22 ekor dengan sukarela menyeberang kelahan yang mendekati Lebong Hitam daerah lebih hulu yang letaknya antara Sungai Air Sugihan dan Sungai Saleh Seluruh tim kini sibuk membuat pari menjadi lebih landai. Koridor-koridor selebar 30.000 m dibuat dan dibatasi dengan rintangan dari pagar kayu, kawat duri bermuatan listrik (6 volt 8 ohm) dan penghalang lainnya. Kini pekerjaan menggiring dan merambah itu tengah dikerjakan. Manila membagi satuan ABRI menjadi 3 unit (masing-masing 15 orang) untuk membuat koridor dan penghalang ini. Penduduk membantu menggiring gajah dengan bunyi-bunyian petasan dan gergaji mesin. Sebaiknya gajah melewati parit, supaya tanaman dan pemukiman penduduk tidak hancur karenanya. Giliran pertama pada jalur 18. Gajab akan digiring menyusuri tepian anak Su ngai Air Sugihan, supaya memasuki jalur 19, 20 dan 21. Kawasan yang telah di lalui, akan tetap dijaga oleh penduduk (dengan terus membunyikan suara be risik) agar gajah tidak kembali. Penggiringan dilakukan malam hari, sebab siang hari biasanya gajah beristirahat. Peran penggiring yang penting ialah pawang gajah yang, tentu, direkrut jauh-jauh hari. Menurut rencana, penggiringan dengan pesawat helikopter juga akan dilakukan. Itu kalau tidak terhalang oleh kabut atau asap, dan heli bisa memastikan lokasi sang gajah. "Mudah-mudahan operasi ini berjalan tanpa ada gajah yang terpaksa dibunuh," ujar Manila lagi. Karena itu para penggiring diharuskan berada dalam jarak 30-50 m. Juga tidak boleh ada paksaan, sebab mereka bisa mengamuk. Gajah adalah mammalia cerdas yang mempunyai daya ingat tajam. Responsinya akan cepat sekiranya ada ancaman. Tapi kalau ada pohon rubuh, gajah menerimanya sebagai malapetaka alamiah. Karena itu, tim mempunyai enam langkah untuk menghadapi kesulitan. Mungkin tim menembak bius gajah, terutama pemimpinnya. Tindakan yang paling mendesak tembak mati. Tapi ini pun harus seizin Komandan Operasi (Letkol. Manila). Prosedur penembakan harus memenuhi syarat dan penembaknya harus penembak mahir. "semuanya kami perhitungkan dengan matang-matang," ujar Manila yang bertubuh kekar itu. Tambahnya "Yaah, kita lihat hasilnya nanti. Pemindahan gajah ini merupakan yang pertama kali di dunia Panjang longmarch gajah dari jalur 13 ke Lebong Hitam -- menurut ukuran peta--sekitar 18 km. Itu kalau diambil jalan pintas, tanpa berkelok-kelok lewat pant.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus