KETIKA dua pesawat ruang angkasa -- Viking I dan Viking II
mendarat di Mars pada pertengahan tahun 1976, ternyata tidak ada
penyambutan makhluk setempat. Kemudian semua eksperimen biologis
yang dilakukan melalui peralatan pesawat itu ternyata berhasil
negatif. Atau begitulah tampaknya. Namun para ahli sejak itu
masih terus berdebat tentang ada atau tidaknya kehidupan di
sana.
Pimpinan tim ihlliawan proyek Viking, Gerald H. Sollen
menyimpulkan, "Sekalipun reaksi kimiawi inorganik tampak cukup
untuk menjelaskan hasil eksperimen di Mars itu, proses biologis
tak dapat dikesampingkan begitu saja pada saat ini." Dua biolog
dari Biosphere Inc., Gilbert Levin dan Patricia Ann Straat,
yang turut menyusun eksperimen di Mars itu, menyatakan,
"Kemungkinan bahwa kita telah menemukan kehidupan di Mars tetap
merupakan kenyataan." Secara resmi proyek Viking itu sendiri
menyatakan bahwa belum terbukti terdapat (atau tidak terdapat)
kehidupan di Mars.
Tidak Demikian
Beberapa bulan lalu berkumpul di Universitas Maryland di AS
sekitar 30 ahli dari berbagai disiplin seperti astronomi,
biologi, fisika, kimia dan penerbangan ruang angkasa. Merekapun
berpendapat bahwa tidak terdapat kehidupan di angkasa luar.
Mereka secara umum menentang pendapat ilmiah yang terutama
disponsori oleh Dr. Carl Sagan dari Universitas Harvard dan Dr.
Frank Drake dari Observatorium Radio Astronomi Nasional. Kedua
astronom ini berkeyakinan --karena terdapat demikian banyak
bintang dalam jagad raya dan karena tatasurya yang menunjang
kehidupan tampak sebagai bentuk yang umum terdapat -- bahwa
kehidupan itu juga sesuatu yang umum dan luas tersebar.
Dr. Michael H. Hart dari Universitas Trinity di San Antonio dan
Dr. Sebastian Von Hoerner dari Observatorium Radio Astronomi
Nasional di Greenbank terutama tampak sinis. "Kalau menuruti
teori mereka," kata Von Hoerner, "mestinya alam semesta itu
penuh sesak dengan kehidupan." Kalau memang begitu, menurut
astronom ini mestinya sudah lama semua planet yang dapat dihuni
termasuk Bumi, dikuasai oleh kehidupan luar angkasa itu. "Tapi
nyatanya tidak demikian," katanya.
Peserta konperensi ilmiah di Universitas Maryland itu juga
sependapat bahwa tidak terdapat bukti ilmiah tentang kunjungan
makhluk luar angkasa di Bumi dalam masa lampau. Semula beredar
banyak fantasi, antara lain dari penulis H.G. Wells, yang
membayangkan makhluk itu kecil, berwarna hijau dan bermata satu.
Menurut Dr. James Oberg dari Pusat Ruang Angkasa Johnson di
Houston, semua laporan tentang piring terbang (BETA -- Benda
Terbang Anch menurut J. Salatun), dapat dijelaskan oleh
kenyataan lain daripada kunjungan makhluk ruang angkasa.
Dari Uni Soviet terdengar juga nada pesimis. Awal tahun lalu Dr.
Joseph Schklovsky, astronom terpandang, berpendapat bahwa
pengetahuan masa kini cukup untuk mendukung dugaan bahwa di alam
semesta jumlah bintang tunggal -- seperti matahari -- yang
berhasil melahirkan sistem planet, sangat terbatas. Sekalipun
ada sistem planet semacam itu, katanya, tipis sekali kemungkinan
bahwa terdapat kehidupan di situ. "Dengan peralatan yang kini
kita miliki, mestinya kita sudah dapat menangkap isyarat radio
dari sana kalau memang ada kehidupan intelegen. Tapi kenyataan
ini tidak pernah ada," sambungnya.
Toh di Amerika sejumlah ilmiawan sedang giat berusaha untuk
mendapatkan dana $ 2 juta dari pemerintah, guna menunjang.
Suatu program menangkap isyarat radio dari kebudayaan luar
angkasa. Isyarat semacam itu tadinya diduga memakan waktu sampai
jutaan tahun untuk sampai di bumi.
Tidak semua pesimis dari Soviet itu. Dr. N.S. Kardashev, anggota
tidak langsung dari Akademi Ilmu Pengetahuan Soviet, yakin bahwa
dalam beberapa dasawarsa mendatang, manusia pasti berhasil
menangkap isyarat dari luar angkasa itu. Berusaha mengadakan
hubungan dengan makhluk luar angkasa, menurut Kardashev, bukan
suatu impian sains-fiksi tapi "suatu problem ilmiah."
Usaha untuk menangkap isyarat dari luar angkasa sudah
berlangsung selama 20 tahun lebih, terutama di Amerika Serikat.
Di Uni Soviet peralatannya pertama kali didirikan dalam tahun
1968. Bahkan dalam tahun 1974 pernah diusahakan mengirim suatu
berita ke arah segumpalan 300.000 bintang dekat perbatasan Bima
Sakti, dari teleskop radio Aceribo di Puerto Rico.
Usaha Soviet dalam hal ini akan ditingkatkan lewat teleskop
radio yang baru di pegunungan Kaukasus utara. Tapi problem
terbesar dalam komunikasi semacam ini adalah faktor waktu. "Bila
kita mengirim berita, paling tidak harus menunggu 60.000 tahun
untuk memperoleh jawabannya," kata Kardeshev. "Dan itu hanya
mungkin bila di ujung sana ada yang sedang mengarahkan pesawat
penerimanya ke arah kita."
Kaum optimis mendapat dukungan Desember lalu dari beberapa data
yang dikirim oleh Voyager II dari Jupiter. Richard Hoagland,
konsultan pada Lembaga Ruang Angkasa Nasional AS, mengatakan
"Penemuan Voyager II hampir memastikan bahwa Europa -- satelit
Jupiter ketiga terbesar -- diliputi suatu lapisan es setebal 8
km yang menutup suatu samudra yang dalamnya mungkin sampai 90 km
lebih." (Laut yang paling dalam di bumi hanya 11 km). Sebelumnya
para ahli berpendapat bahwa Europa dilapisi es setebal 100 km.
"Kalau memang ada air di sana, sangat besar kemungkinan bahwa
terdapat bentuk kehidupan di bawah lapisan es itu," kata
Hoagland lagi. Teorinya tentang ini ia tulis dalam majalah Star
and Sky dengan judul The Europa Enigma dan terbit Januari ini.
Matahari Miniatur
Europa, salah satu dari 4 bulan utama Jupiter, dapat terlihat
dengan teropong sederhana. Ahli bintang Galileo pertama kali
menemukan ke-4 bulan itu dalam tahun 1610, dan sampai sekarang
terkenal dengan julukan bulan-bulan Galileo.
Pada gambar terakhir yang dikirim Voyager II ke Bumi, Europa
tampak berlapis es yang kekuning-kuningan, dipotong oleh ribuan
rekahan -- beberapa di antaranya bahkan selebar 50 km dan
sepanjang 3000 km lebih. "Inilah bukti bahwa satelit itu bukan
suatu bungkalan es sedalam 100 km seperti selama ini diduga,"
kata Hoagland.
Menurut Hoagland, kehidupan di samudra Europa itu tidak hanya
mungkin, bahkan pasti, karena pada satu waktu -- mungkin satu
milyar tahun lalu kondisi memungkinkan samudra itu tidak
diliputi es. "Jupiter pada suatu ketika merupakan matahari
miniatur menurut konsepsi dini tentang pembentukan tatasurya,"
demikian Hoagland. "Masa itu hanya singkat -- sekitar beberapa
juta tahun -- tapi dalam waktu yang singkat itu Europa disiram
energi, mungkin sekaya yang sekarang mengalir ke bumi dari
matahari."
Jangka waktu itu cukup untuk menunjang terbentuknya berbagai
jenis molekul yang kini diduga sebagai unsur asal kehidupan,
seperti terbukti dalam ribuan eksperimen simulasi di bumi.
Hoagland yakin bahwa Europa dan Bumi lahir pada saat yang sama,
hanya nasib Europa telah ditentukan ketika sumber energinya,
Jupiter, mulai meredup. "Europa mati di saat Bumi masih dalam
tahap mendingin, menjelang saat samudranya terbentuk,"
katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini